Menuju konten utama

KPU RI Buka Suara Tanggapi Rekapitulasi Pilkada Kota Makassar

"Dalam setiap rekapitulasi secara berjenjang, KPU meminta pengamanan dari aparat keamanan," kata Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi.

KPU RI Buka Suara Tanggapi Rekapitulasi Pilkada Kota Makassar
Ilustrasi kotak suara. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI angkat bicara menanggapi pelarangan wartawan meliput rapat pleno rekapitulasi Pilkada Kota Makassar 2018. Menurut KPU RI, larangan tersebut tidak berasal dari penyelenggara pemilu.

Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, larangan terhadap wartawan itu berasal dari aparat keamanan yang bertugas menjaga jalannya rekapitulasi hasil Pilkada Kota Makassar. KPU disebutnya memang meminta bantuan pengamanan selama rekapitulasi berlangsung.

"Dalam setiap rekapitulasi secara berjenjang, KPU meminta pengamanan dari aparat keamanan. Nah, bagaimana menterjemahkan soal pengamanan itu sepenuhnya wewenang polri: berapa personil, di mana penempatan, seketat apa, dan lain-lain," kata Pramono dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (30/6/2018).

Kabar pelarangan meliput sidang pleno rekapitulasi Pilkada Kota Makassar disampaikan jurnalis bernama Rani Ayu. Dilansir dari situs daring Jawa Pos, Rani mengaku dilarang meliput proses rekapitulasi di Kecamatan Rappocini.

“Barusan saya mau liputan di kecamatan Rappocini untuk melihat proses rekapitulasi. Dilarang masuk oleh petugas yang jaga di pintu. Katanya Polisi melarang wartawan masuk,” katanya.

Rani mengungkapkan lokasi rekapitulasi di jaga oleh polisi, Satpol PP, dan beberapa orang tanpa tanda pengenal. “Mereka bilang, atas perintah Kapolsek, wartawan tidak boleh masuk," tuturnya.

Karena dilarang meliput untuk alasan yang tidak jelas Rani akhirnya memutuskan meninggalkan lokasi peliputan. Di akun Facebook pribadinya Rani sempat mengungkapkan kejengkelan.

Pramono berkata bahwa KPU selalu mengedepankan transparansi dalam menyelenggarakan pilkada atau pemilu. Akan tetapi, ia mengakui bahwa Pilkada Kota Makassar memang memiliki komplikasi tersendiri yang berdampak pada timbulnya sejumlah larangan terhadap jurnalis dari aparat keamanan.

"Mohon didoakan agar KPU bisa mengendalikan sepenuhnya proses rekapitulasi di Kota Makassar untuk menjaga kemurnian suara pemilih," kata Pramono.

Selain tentang menghalang-halangi jurnalis meliput, Pilkada Makassar juga disorot setelah foto C1-KWK atau sertifikat hasil penghitungan perolehan suara di TPS 06 Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate beredar di media sosial.

Pasalnya data perolehan suara yang diraih pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) dan kolom kosong berbeda dengan data real count yang diupload di situs KPU.

Pada kertas C1-KWK pasangan Appi—Cicu meraih 94 suara. Sedangkan kolom kosong meraih 138 suara. Namun di situs KPU Appi-Cicu untuk TPS yang sama tertulis mendapat 238 suara sedangkan kolom kosong hanya meraih 1 suara.

Ketua Panwaslu Kota Makassar Nursari menyatakan telah memanggil KPU Makasssar Syarif Amir untuk diperiksa.

Hasil Pilkada Kota Makassar sempat menuai respons Wakapolri Komjen Syafruddin. Dalam siaran pers yang dimuat situs berita Republika Online, ia menyatakan kemenangan Kotak Kosong di Pilkada Makassar adalah berita bohong.

Akan tetapi Syafruddin kemudian membantah telah mengeluarkan pernyataan itu dan dalam pantauan Tirto, Republika Online telah menghapus berita tersebut.

Baca juga artikel terkait PILWAKOT MAKASSAR 2018 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yantina Debora