Menuju konten utama

KPU Diminta Tetap Kesampingkan Nama OSO dari DCT Pemilu 2019

Sejumlah pengajar dan peneliti hukum tata negara meminta KPU RI meniadakan nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) dari Daftar Caleg Tetap (DCT) pemilu legislatif 2019.

KPU Diminta Tetap Kesampingkan Nama OSO dari DCT Pemilu 2019
Ilustrasi. Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang didampingi Sekjen Partai Hanura yang baru Hari Lotung memberikan keteranga kepada wartawan saat acara Silaturahmi dengan Media 2018 Partai Hanura, Selasa (16/1/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diminta tetap meniadakan nama Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) dari Daftar Caleg Tetap (DCT) pemilu legislatif 2019.

Permintaan itu disampaikan sejumlah pengajar dan peneliti hukum tata negara saat menghadiri forum diskusi bersama KPU RI, Rabu (14/11/2018). Salah satu pendapat dikemukakan peneliti di Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.

Menurut Feri, KPU lebih baik menuruti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota atau caleg DPD RI rangkap jabatan di parpol. Alasannya, putusan MK keluar lebih dulu dan bersifat mengikat.

"Ada baiknya KPU tindaklanjuti putusan MK dan coba abaikan putusan MA," kata Feri di Kantor KPU RI.

Keputusan yang dibahas KPU bersama ahli hukum adalah Putusan MA soal uji materi PKPU 26/2018. Pada putusan bernomor 65P/HUM/2018, MA menyatakan PKPU 26/2018 tak dapat digunakan. Alasannya, Ada pasal di aturan itu yang bertentangan dengan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal yang dimaksud bernomor 60 A. MA menganggap pasal itu punya kekuatan hukum mengikat asal tidak berlaku surut terhadap peserta pemilu DPD yang mengikuti tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019 berdasarkan PKPU 7/2017.

Padahal, pada 23 Juli 2018 MK sudah mengeluarkan putusan ihwal posisi anggota DPD yang juga menjabat sebagai pengurus parpol. MK memutuskan calon anggota DPD maupun anggota DPD RI tidak boleh menjabat posisi apa pun di parpol.

Putusan MK bernomor 30/PUU-XVI/2018 tersebut dan ketentuan dalam PKPU 26/2018 sempat berakibat nama OSO dicoret dari daftar bakal caleg DPD di Pemilu 2019, pada September lalu. Ini lantaran OSO tak juga mundur dari posisi Ketua Umum Hanura hingga tenggat yang ditentukan KPU.

Pendapat lain dikemukakan pengajar hukum tata negara dari Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan. Menurut Jimmy, putusan MA tak bisa dipatuhi KPU karena sifatnya yang berbeda dibanding pokok persoalan. Jinny menganggap persoalan seputar tindakan administratif KPU harusnya dibawa ke ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) alih-alih ditanggapi MA.

"Dalam konteks uji materi [di MA] sifatnya hanya untuk mengevaluasi PKPU dibatalkan atau tidak. Oleh sebab itu ada dua hal yang berbeda. Dalam tindakan administrasi yang beekaitan dengan keputusan tata negara, dalam konteks ini Keputusan Nomor 1130 yang dikeluarkan KPU. Dalam konteks itu PTUN sudah mengeluarkan putusan," kata Jimmy.

PTUN Jakarta juga baru mengabulkan gugatan OSO terhadap KPU RI. Majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan Surat Ketetapan Daftar Caleg Tetap (DCT) yang pernah dikeluarkan KPU RI pada 20 September 2018 batal dan harus dicabut.

Majelis Hakim juga disebut mewajibkan KPU membuat SK DCT baru yang didalamnya terdapat nama OSO Sebagai caleg DPD RI. Hasil sidang itu diungkap kuasa hukum OSO, Yusril Ihza Mahendra.

"Yang jadi persoalan dalam konteks ini adalah bagaimana kalau orang ini [OSO] diberikan ruang yang istimewa, sedangkan orang lain sudah dicoret dari DCT. Ini yang kami coba berikan masukan," kata Jimmy.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yandri Daniel Damaledo