Menuju konten utama

KPPU Pertanyakan Realisasi 20% Lahan Sawit Pengusaha untuk Petani

KPPU meragukan realisasi kewajiban pengusaha sawit menyerahkan hak pengelolaan 20 persen dari lahannya ke para petani plasma.

KPPU Pertanyakan Realisasi 20% Lahan Sawit Pengusaha untuk Petani
Foto udara kawasan perkebunan kelapa sawit di Batanghari, Jambi, Rabu (28/11/2018). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.

tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mempertanyakan realisasi alokasi 20 persen lahan sawit pengusaha untuk petani plasma yang wajib diberikan sebagai kompensasi atas pemberian izin hak guna usaha (HGU) dari pemerintah.

Hal ini diungkapkan oleh Komisioner KPPU, Guntur Saragih sebab Kementerian Pertanian (Kementan) tak kunjung membuka data petani plasma yang mengelola 20 persen lahan perusahaan-perusahaan sawit itu. Data perusahaan sawit yang sudah merealisasikan kewajiban itu juga belum diberikan oleh Kementan ke KPPU.

Karena data tersebut belum tersedia, menurut Guntur, KPPU juga kesulitan untuk memverifikasi dan memastikan penyerahan hak pengelolaan 20 persen lahan sawit itu sudah tepat sasaran atau belum.

“Kami belum mendapat data ini dari Kementan. Jika pemerintah sebagai pemberi izin tidak memiliki data itu kan cukup aneh. Bisa kasih izin tapi data 20 persennya enggak ada,” kata Guntur kepada wartawan usai focus group discussion (FGD) terkait kemitraan perkebunan kelapa sawit di Gedung KPPU, Jakarta pada Selasa (23/4/2019).

“Kami masih berbaik sangka kalau pemerintah seharusnya memegang data itu. Pemberi izin kan wajib punya data itu,” tambah Guntur.

Pernyataan Guntur muncul setelah Kepala Seksi Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan, Kementerian Pertanian, Prasetyo Jati, yang hadir dalam FGD itu, tidak bisa menunjukkan data yang diminta KPPU.

Guntur mengatakan, jika data itu tersedia, lembaganya dapat bergerak lebih cepat untuk mengawasi praktik kemitraan pengusaha dengan petani di pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Dia menegaskan KPPU berwenang memastikan bahwa perusahaan-perusahaan sawit tidak mencaplok 20 persen lahan yang seharusnya dikelola oleh petani plasma sebagai mitranya.

Guntur mengingatkan jika ada perusahaan terbukti tak melaksanakan kewajibannya atau membuat data alokasi lahan plasma bodong, hal itu seharusnya berujung pada sanksi.

“Perusahaan perkebunan wajib memfasilitasi [pengelolaan] 20 persen [lahan] itu dengan UMKM. Itu wajib dilakukan kalau ada pelanggaran, sanksinya bisa menutup izin usaha,” ucap Guntur.

Baca juga artikel terkait SAWIT atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom