Menuju konten utama

KPPU Duga Ada Persaingan Tak Sehat Antarimportir Bawang Putih

Selama Januari-April 2019 tidak ada impor bawang putih yang masuk dan ada perubahan kebijakan tata niaga. KPPU mendeteksi hal ini memberi penguasaan pasar pada importir yang memiliki stok.

KPPU Duga Ada Persaingan Tak Sehat Antarimportir Bawang Putih
Pedagang membersihkan bawang putih di salah satu pasar tradisional di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (2/5/2019). ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/wsj.

tirto.id - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan dugaan bahwa mahalnya harga bawang putih selama Februari-Maret 2019 diduga karena persaingan tidak sehat.

Deputi Kajian dan Advokasi, KPPU Taufik Ariyanto mengatakan, lonjakan harga diduga berasal dari penguasaan pasar yang dilakukan oleh para importir bawang putih yang telah memperoleh kuota impor sejak Desember 2018.

Taufik juga menjelaskan penguasaan pasar ini dimungkinkan melalui perubahan kebijakan importasi oleh Kementan dan Kemendag.

Atas dasar itu, impor bawang yang seharusnya dapat terealisasi Januari-April 2019 menjadi tertunda, sehingga importir sempat dapat mengambil untung lewat lonjakan harga akibat keterbatasan pasokan.

"Selama Januari-April 2019 tidak ada impor bawang putih yang masuk dan ada perubahan kebijakan tata niaga. Perubahan ini memberi penguasaan pasar pada importir yang memiliki stok. Kami mempelajari potensi persaingan tidak sehat," ucap Taufik kepada wartawan saat ditemui di kantor KPPU, Senin (12/8/2019).

Hasil kajian ini merupakan tindak lanjut KPPU melihat adanya temuan KPK pada kehadiran rente dalam impor bawang putih.

Dengan demikian, kata dia, KPPU berupaya mengkaji dari sisi tata niaga untuk memberikan perspektif tambahan pada temuan KPK.

Baru-baru ini, KPK menangani korupsi sektor pangan. Ada 6 tersangka yang ditetapkan terkait suap pengusaha untuk memperoleh kuota impor bawang putih.

Taufik juga mengatakan dalam proses pengkajian itu, KPPU mendapati ketiadaan impor bawang ini disebabkan karena kebijakan tata niaga Kemendag dan Kementan.

Penyebabnya, kata dia, Kementan pada periode Januari-April 2019 tidak melakukan penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang menjadi bahan masukan bagi Kemendag.

Padahal, kata dia, agar Kemendag dapat mengeluarkan Surat Persetujuan Impor (SPI), diperlukan RIPH dari Kementan.

Di saat yang sama, KPPU mempertanyakan adanya keanehan dari situasi ini karena pelaku usaha sudah mengajukan izin tersebut kepada pemerintah.

"Januari-April 2019 tidak ada RIPH yang terbit. Padahal importasi dari pelaku usaha sudah mengajukan ke Kementan dan Kemendag untuk mempeorleh RIPH dan SPI. Tapi sampai April 2019 tidak ada yang terbit," ucap Taufik.

Sementara itu, ternyata pola ini kerap terjadi hingga 3 tahun terakhir selama Januari-Maret 2019. Tepatnya setiap awal tahun tidak ada importasi sehingga pasokan bawang putih di pasaran berkurang.

Kondisi ini lah yang menurut KPPU menjadi potensi persaingan tidak sehat. Sebab fenomena ini menjadi pola yang terus bisa diprediksi oleh pelaku usaha, sehingga membuka peluang adanya orang yang memanfaatkan situasi ini.

"3 tahun terakhir Januari-Maret 2019 ada pengurangan izin memasukan barang impor. Yang kita lihat pelaku usaha jadi bisa memprediksi pola ini dan memperhatikan tiap awal tahun ada lonjakan harga bawang putih," imbuh Taufik.

"Penerbitan izin impor berdasar melalui permintaan sepanjang tahun. Sebaiknya pola random jadi importir tidak bisa prediksi dan memanipulasi," imbuh dia,

Baca juga artikel terkait KORUPSI IMPOR BAWANG PUTIH atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali