Menuju konten utama

KPK Tahan Dirut CMIT Terkait Korupsi Bakamla, 20 Hari ke Depan

Direktur Utama PT CMI Teknologi Rahardjo Pratjihno ditahan untuk 20 hari ke depan hingga 2 Februari 2020.

KPK Tahan Dirut CMIT Terkait Korupsi Bakamla, 20 Hari ke Depan
Pekerja membersihkan gedung KPK di Jakarta, Rabu (21/11/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT CMI Teknologi, Rahardjo Pratjihno yang berstatus tersangka perkara dugaan suap pengadaan perangkat transportasi informasi terintegrasi tahun anggaran 2016 di lingkungan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Penahanan untuk 20 hari ke depan di Rutan Klas 1 Jakarta Timur cabang KPK. Terhitung mulai hari ini tanggal 14 Januari sampai 2 Februari 2020," ujar Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).

Rahardjo menjadi tersangka bersamaan dengan Ketua Unit Layanan dan Pengadaan, Leni Marlena dan Anggota Unit Layanan Pengadaan BCSS, Juli Amar Ma'ruf.

Kasus ini berawal pada 2016 saat Bambang Udoyo selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) kegiatan peningkatan pengelolaan informasi, hukum, dan kerja sama keamanan dan keselamatan laut, serta Leni dan Juki diangkat menjadi Ketua dan Anggota ULP di Bakamla.

Pada tahun yang sama ada usulan anggaran pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) senilai Rp400 miliar yang bersumber dari APBN-P 2016.

Pada Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan lelang BCSS dengan pagu anggaran Rp400 miliar dan nilai total HPS sebesar Rp399,8 miliar. PT CMIT kemudian dinyatakan sebagai pemenang lelang pada September 2016.

Kemudian terjadi pemotongan anggaran oleh Kemenkeu pada Oktober 2016. Meski anggaran yang ditetapkan oleh Kemenkeu untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

Pada 18 Oktober 2016, Bambang Udoyo selaku PPK dan Rahardjo selaku Dirut PT CMIT meneken kontrak dengan nilai Rp 170,57 miliar. Kontrak itu disebut bersumber dari APBN-P 2016 dan berbentuk lump sum. KPK menyebut indikasi kerugian negara sebesar Rp54 miliar terkait dalam kasus di Bakamla.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP BAKAMLA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali