Menuju konten utama

KPK Sayangkan Istilah Alquran Dijadikan Bahasa Sandi Korupsi

KPK menyayangkan penggunaan istilah dalam Alquran seperti "Liqo" dan "Juz" dijadikan sebagai bahasa sandi korupsi di kasus yang melibatkan politisi PKS Yudi Widiana.

KPK Sayangkan Istilah Alquran Dijadikan Bahasa Sandi Korupsi
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Yudi Widiana, berjalan keluar ruangan seusai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, di Pengadilan Tipikor, Rabu (6/12/2017). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan penggunaan istilah dalam Alquran seperti "Liqo" dan "Juz" dijadikan sebagai bahasa sandi korupsi yang terungkap dalam sidang perdana terdakwa Yudi Widdiana. KPK juga memastikan akan memantau proses persidangan dugaan suap proyek pengadaan jalan di Kementerian PUPR dengan terdakwa politikus PKS Yudi Widiana.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menilai wajar koruptor menggunakan sandi dalam melakukan aksi korupsi. Ia menilai penggunaan sandi sudah lama terjadi.

"Banyak mereka menggunakan sandi-sandi bertemu atau liqo itu kalau gak salah menyepakati, menyetujui sedangkan yang betul ini sesuatu yang tidak baik sebenarnya, satu jus dua jus seperti itu ya kode-kode agama bahkan dipakai untuk bahasa sandi korupsi," kata Laode saat ditemui di Gambir, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Laode menyayangkan bahasa agama digunakan sebagai sandi korupsi. Ia hanya berharap tidak ada lagi orang menggunakan bahasa agama sebagai sandi korupsi.

"Mudah-mudahan itu tidak terulang lagi," kata Laode.

Di sisi lain, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah meminta agar publik memantau proses persidangan setelah terungkap kalau politikus PKS itu menggunakan istilah agama untuk melakukan tindak pidana korupsi. Ia yakin fakta lain yang diungkapkan dalam dakwaan akan terjawab dalam proses persidangan.
"Kita simak saja fakta-fakta persidangan. Kemarin kan sudah dakwaan, pertanyaan itu akan terjawab dengan sendirinya dalam persidangan nanti," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Febri mengatakan KPK tidak menutup kemungkinan akan menyasar nama lain dalam kasus suap jalan Kementerian PUPR. Mereka akan mencermati fakta persidangan. Namun, mereka kini berfokus terkait penyelidikan bukti-bukti dugaan Yudi Widiana melakukan korupsi.

"Yang paling penting prioritas pertama adalah membuktikan perbuatan dan kesalahan dari terdakwa. Setelah itu jika ditemukan fakta-fakta baru dan ada bukti permulaan yang cukup, tentu kita cermati lebih lanjut," kata Febri.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengungkapkan pembicaraan antara anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Yudi Widiana Adia dan rekannya, bekas staf honorer FPKS Muhammad Kurniawan Eka Nugraha, dalam sidang perdana dugaan suap proyek pengadaan jalan Kementerian PUPR di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6/12/2017).

Dalam pembicaraan itu, terungkap penggunaan istilah dalam Alquran seperti "liqo" dan "juz" yang digunakan sebagai kode dalam membahas korupsi.

Yudi didakwa menerima Rp6,5 miliar dan 354.300 dolar AS (sekitar Rp4,6 miliar) atau totalnya sekitar Rp11,1 miliar dari Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng terkait "program aspirasi" milik Yudi untuk pembangunan jalan dan jembatan di Maluku dan Maluku Utara dalam anggaran Kementerian PUPR 2016. Uang itu diserahkan seseorang bernama Paroli alias Asep.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK JALAN atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri