Menuju konten utama

KPK: Remisi Kurangi Efek Jera Koruptor

Pemberian remisi dinilai tidak akan memberikan efek jera untuk para narapidana. Untuk itu, KPK menyesalkan banyaknya remisi yang diberikan pada sejumlah narapidana kasus korupsi dalam perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-71, terutama terhadap Nazaruddin dan istrinya.

KPK: Remisi Kurangi Efek Jera Koruptor
Warga binaan terkait kasus korupsi suap wisma Atlet, gratifikasi dan pencucian uang, M. Nazaruddin, (kiri) dan warga binaan terkait kasus ratifikasi terkait pembahasan APBN 2013 Kementerian ESDM, Sutan Bhatoegana (kanan). Antara Foto/Novrian Arbi.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pemberian remisi kepada sejumlah narapidana korupsi akan mengurangi efek jera.

"Kami menyesalkan sebegitu banyak remisi sehingga membuat efek jera berkurang. Sebagai penegak hukum kami sudah membangun kasus sedemikian rupa sampai dakwaan dan tuntutan tapi setelah in kracht [berkekuatan hukum tetap] malah ada remisi yang mengurangi masa tahanan," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Kamis (18/8/2016).

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 memberikan remisi kepada mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi narapidana kasus korupsi wisma atlet SEA Games 2011 mendapatkan remisi sebanyak 5 bulan satu bulan.

Sementara itu, istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni mendapat remisi 6 bulan sebagai narapidana kasus korupsi pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Untuk narapidana korupsi lainnya seperti Sutan Bhatoegana, Anas Urbaningrum, Andi Alifian Mallarangeng, Suryadharma Ali, Dada Rosada, Angelina Sondakh, mantan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Hanura Dewie Yasin Limpo tidak mendapatkan remisi.

"NSW [Neneng Sri Wahyuni] dan MNZ [Muhammad Nazaruddin] ada surat keterangan Justice Collaborator (JC)-nya. Tapi sebenarnya KPK hanya memberi surat keterangan JC, kalau Kemenkumham meminta rekomendasi, kita sampaikan apakah surat keterangan JC itu terbit atau tidak. Jadi KPK hanya membalas surat dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, bukan KPK yang merekomendasikan untuk remisi," tambah Yuyuk.

Menurut Yuyuk, KPK pernah menerbitkan surat keterangan telah bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memperoleh hak remisi berdasarkan surat KPK No KET-30/55/07/2014 pada 21 Juli 2014.

"Tapi untuk rekomendasi pemberian hak asimilasi dan pembebasan bersyarat atas nama NSW tidak pernah diberikan," ungkap Yuyuk.

Sedangkan terkait dengan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang melonggarkan syarat pemberian remisi dan pembebasan untuk narapidana termasuk koruptor dengan menghilangkan syarat sebagai JC dan persetujuan tertulis dari instansi yang menangani termasuk dalam hal ini KPK, KPK sudah mengirimkan surat keberatan.

"KPK sudah mengirim surat keberatan tentang pemberian JC untuk remisi dan pengantian uang lunas yang katanya dihapuskan sebagai syarat mendapat remisi. Biro hukum sudah 4 kali ikut pembahasan dan bahkan kami sudah mengirim surat keberatan ke Menkumham dan ditembuskan ke Presiden. Kami ingin PP ini dibahas tidak tergesa-gesa dan banyak pihak yang dimintai pendapat," tegas Yuyuk.

Data Dirjen Pemasyarakatan per Juli 2016 menyebutkan jumlah tahanan dan narapidana seluruh Indonesia mencapai 197.670 orang dan 3.801 (1,92 persen) orang di antaranya adalah napi korupsi.

Baca juga artikel terkait REMISI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari