Menuju konten utama

KPK Perlu Sambut Nyanyian Mahfud MD Soal Jual Beli Kursi Rektor UIN

Mahfud MD bicara soal jual beli kursi rektor di sejumlah kampus Islam. Aktivis antikorupsi meminta KPK menindaklanjutinya.

KPK Perlu Sambut Nyanyian Mahfud MD Soal Jual Beli Kursi Rektor UIN
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjawab pertanyaan wartawan saat akan meninggalkan Gedung KPK di Jakarta, Rabu (27/2/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.

tirto.id - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD blakblakan di Indonesia Lawyers Club yang disiarkan TVOne, Selasa (19/3/2019) malam. Dia mengatakan Kementerian Agama juga 'bermain' dalam pemilihan rektor di kampus Islam, bukan cuma jual beli jabatan di lingkungan kantor wilayah.

Pernyataan ini ia sampaikan ketika membahas operasi tangkap tangan Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romy) beberapa hari lalu. Romy diduga memanfaatkan pengaruhnya sebagai ketua partai untuk menjual jabatan di lingkungan Kemenag.

Pada segmen akhir, anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menceritakan dua orang yang batal terpilih jadi rektor akibat Kemenag menerbitkan Permenag Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Rektor.

Salah satunya Andi Faisal Bakti. Dia batal dilantik sebagai rektor di IAIN Alauddin Makassar karena aturan tersebut--yang terbit setelah Andi terpilih sebagai rektor--mensyaratkan calon rektor telah tinggal minimal enam bulan sebelum menempati jabatan itu. Dan Andi tak memenuhinya.

Selain itu, berdasarkan informasi yang ia terima dari seseorang, Andi pernah didatangi orang yang memintanya duit Rp5 miliar jika ingin jadi rektor.

Ia bahkan tetap tak dilantik meski menang di pengadilan.

“Perintah pengadilan harus dilantik, tapi tidak dilantik juga. Diangkat rektor lain,” kata Mahfud.

Selain Andi ada dosen bernama Syamsuar. Syamsuar tidak dilantik padahal senat merekomendasikan dosen STAIN Melauboh itu sebagai rektor.

Mahfud menyebut dirinya sering mendapat keluhan terkait, termasuk dari salah satu rektor yang hadir dalam acara tersebut, Mudjia.

“Saya dengar keluhan-keluhan ini tetapi mereka enggak berani ngomong. Tapi lapor setiap ketemu [bilang]: 'gimana pak, Kemenag kok begitu. Tidak ada sama sekali merit system,” kata Mahfud.

Saat dikonfirmasi, mantan Rektor IAIN Malang Mudjia mengaku memang pernah mengeluh ke Mahfud. Meski tidak menyebut nama, Mudjia membenarkan ada sejumlah rekan yang diperlakukan tidak adil oleh Kemenag.

“Banyak yang disebut pak Mahfud MD. Ada enam yang disebut,” kata Mudjia saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/3/2019) kemarin.

Mudjia bercerita kalau dia juga pernah digagalkan jadi rektor lagi, padahal memenuhi syarat. Senat senang dengan kinerjanya selama memimpin sehingga mereka mengajukannya kembali menjadi rektor. Akan tetapi, pihak Kemenag justru menunjuk orang lain, padahal senat tidak mengeluarkan surat untuk memilih rektor terpilih.

“Senat itu merasa tidak memberikan rekomendasi kepada calon lain selain saya, apalagi calon itu dari luar,” tegas Mudjia.

Mudjia kini mengaku tidak berharap banyak. Ia sudah melupakan masalah pemilihan rektor dengan fokus jadi dosen. Namun, ia tetap berharap perkara pemilihan rektor bisa kembali normal. “Kembali saja semula. Aman saja sudah,” kata Mudjia.

Perlu Tindak Lanjut KPK

Sejumlah organisasi antikorupsi memandang, pernyataan Mahfud MD malam itu perlu ditindaklanjuti. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun didorong untuk membuka penyelidikan soal jual-beli kursi rektor.

Salah satu yang menyerukan itu adalah koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Bonyamin Saiman. Bonyamin beralasan, KPK harus menjadikan OTT Romy sebagai pintu masuk untuk mengembangkan perkara lain.

“KPK harus mengembangkan kasus Romy ke semua sektor, termasuk di IAIN dan UIN,” kata Bonyamin kepada reporter Tirto. “Menjadi kewajiban KPK untuk memproses semua peristiwa hukum untuk ditelusuri dan dikembangkan,” tambahnya.

Hal senada diungkapkan peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Yuris Rezha. “Saya pikir nanti KPK yang harus bisa turun untuk mengendus itu,” kata Yuris.

Pengusutan kasus Romy, kata Yuris, tak boleh jadi alasan KPK tidak sesegera mungkin mengembangkan kasus ke lingkungan perguruan tinggi. Pengusutan kasus akan lebih cepat jika korban mengadu ke KPK, dan itulah yang Yuris harapkan.

“Saya pikir juga perlu langsung dilaporkan ke KPK, menyatakan bukti sehingga kita bisa bersama-sama mendorong KPK untuk mempercepat pengembangan ke sektor lain.”

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief enggan berkomentar banyak tentang pernyataan Mahfud. Meski demikian dia memastikan KPK sudah mengantongi banyak laporan masyarakat terkait dugaan jual beli jabatan.

“Kami mendapat informasi itu dari laporan masyarakat. Bukan satu. Laporannya lumayan, ada beberapa,” kata Laode di Menteng, Jakarta.

Sementara Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan kemungkinan pengembangan kasus memang terbuka. Masyarakat bisa berpartisipasi dengan memberi informasi via sambungan telepon 198, situs whisteblower system, atau datang langsung ke KPK. KPK, katanya, siap menerima informasi tersebut.

“Apakah mungkin dikembangkan ke posisi lain di Kemenag? Bisa saja. Sepanjang memang nanti ditemukan bukti-bukti atau petunjuk yang mengarah ke sana,” kata Febri.

Baca juga artikel terkait JUAL BELI JABATAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino