Menuju konten utama

KPK Periksa Wali Kota Batam Jadi Saksi Kasus Suap Gubernur Kepri

Wali Kota Batam Muhammad Rudi diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus suap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun, hari ini.

KPK Periksa Wali Kota Batam Jadi Saksi Kasus Suap Gubernur Kepri
Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun (kanan) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, hari ini (26/7/2019). Wali Kota Batam diperiksa sebagai saksi kasus suap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.

"Hari ini, diagendakan pemeriksaan untuk 7 orang saksi untuk tersangka NBA, Gub Kepri," kata Juru Bicara Febri Diansyah dalam rilis tertulis pada Jumat (26/7/2019).

Selain Rudi, KPK memang memeriksa enam orang lainnya, yakni Iskandar Anggota DPRD Provinsi Kepri, Bun Hai selaku notaris, Sugiarto selaku wiraswasta, Tahmid selaku Kepala Seksi Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Firdaus selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Kepulauan Riau, serta Arif Fadilah selaku Sekda Provinsi Kepulauan Riau.

"Pemeriksaan dilakukan di Polres Balerang, Batam," ungkap Febri.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menjelaskan peran Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun dalam kasus suap terkait prinsip dan izin lokasi reklamasi di sana.

Menurut Basaria, peran Nurdin terkait dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) provinsi yang rencananya dibahas dalam paripurna DPRD.

"Keberadaan perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah Kepulauan Riau," kata Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).

Terkait dengan itu, beberapa pengusaha mengajukan izin mereka agar bisa diakomodasi dalam RZWP3K Kepri tersebut. Perkiraan ada 11 perusahaan atau pengusaha, salah satunya adalah Abu Bakar.

Untuk memuluskan izinnya, Abu Bakar lantas memberikan sejumlah uang kepada Nurdin. Sejauh ini ada 11 ribu dolar Singapura dan Rp45 juta yang diberikan bertahap.

Nurdin lalu memerintahkan anak buahnya, yaitu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri Edy Sofyan untuk membantu Abu Bakar. Dalam prosesnya, ada seorang bernama Budi Hartono sebagai Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri memberi tahu Abu Bakar untuk mengakali persoalan lokasi reklamasi.

"Untuk mengakali hal tersebut, BUH [Budi Hartono] memberi tahu ABK, supaya izinnya disetujui, ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budi daya," ucap Basaria.

KPK sendiri belum mengetahui apakah Abu Bakar adalah satu-satunya pemberi terkait izin ini. Yang jelas, Abu sendiri belum memiliki perusahaan untuk proyeknya.

Abu hanya dikenal dekat dengan Nurdin. Perusahaan yang disebut Nurdin belum terdaftar secara resmi di Ditjen AHU Kemenkumham.

Sebagai pihak yang diduga menerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf b UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan dua bawahannya, Edy Sofyan Budi, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kepada Abu Bakar, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT GUBERNUR KEPRI atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri