Menuju konten utama

KPK Panggil Sekjen PBNU Jadi Saksi Kasus Suap Proyek PUPR

KPK memanggil Sekretaris Jenderal PBNU Helmi Faishal Zaini sebagai saksi kasus korupsi penerimaan hadiah terkait proyek Kementerian PUPR 2016, Kamis (15/8/2019).

KPK Panggil Sekjen PBNU Jadi Saksi Kasus Suap Proyek PUPR
Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Antaranews/Benardy Ferdiansyah.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Jenderal PBNU Helmi Faishal Zaini, Kamis (15/8/2019) sebagai saksi kasus korupsi penerimaan hadiah terkait proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu dipanggil sebagai saksi tersangka Hong Artha John Alfred. Sebelumnya beberapa orang juga dipanggil KPK, termasuk politikus PKB Jazilul Fawaid juga dipanggil KPK.

"Yang bersangkutan [Helmy] dipanggil sebagai saksi tersangka HA," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (15/8/2019).

Hong Artha John Alfred telah ditetapkan oleh KPK pada 2 Juli 2019 sebagai sebagai tersangka kasus korupsi proyek infrastruktur berupa pembangunan jalan di Kementerian PUPR. Hong Artha diduga bersama-sama memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara.

Damayanti Wisnu Putranti selaku Anggota DPR RI periode 2014-2019 merupakan pihak yang diduga menerima suap sebesar Rp1 miliar pada November 2015. Selain itu, terdapat Kepala Badan Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary yang diduga menerima uang sebesar Rp8 miliar dan Rp2,6 miliar.

HA disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal S ayat (1) huruf b atau pasal13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Di sisi lain, Damayanti Wisnu Putranti sendiri sudah mendapatkan vonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan, pada 26 September 2016 oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Politisi PDIP itu dinyatakan bersalah dan terbukti menerima suap proyek pelebaran jalan Tehoru-Laimu, Maluku, senilai Rp8,1 miliar.

Vonis untuk Damayanti ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang meminta hakim menjatuhi hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, serta pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK PUPR MALUKU atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri