Menuju konten utama

KPK Minta Pemerintah Batalkan Izin Pertambangan dari Hasil Suap

KPK meminta pemerintah membatalkan izin pertambangan yang diterbitkan dari hasil suap. 

KPK Minta Pemerintah Batalkan Izin Pertambangan dari Hasil Suap
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/NZ

tirto.id - Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan pemerintah seharusnya membatalkan setiap izin usaha pertambangan (IUP) yang terbit atas hasil suap. Kendati secara hukum izin itu telah dikeluarkan oleh pejabat, tetapi menurut Laode, secara moral izin itu tetap melanggar karena diperoleh dengan cara yang tidak pantas, seperti mencuri.

“Kan itu didapat dari hasil suap. Ketika dia mengeluarkan izin itu kan melalui suap. Secara etika dan tata kelola pemerintah masa kita mau melegalkan sesuatu yang didapat dari suap,” ucap Laode kepada Tirto usai diskusi bertajuk “Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam” di Hotel Le Meridien pada Kamis (28/3).

Pernyataan itu disinggung Laode ketika ia membahas kasus yang menjerat mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu dan pengusaha bernama Siti Hartati Murdaya. Pada tahun 2012 lalu, Hartati menyuap Amran untuk memperoleh perizinan perkebunan sawit di Buol.

Akan tetapi, usai keduanya tertangkap, izin yang diterbitkan Amran terus berjalan. Bahkan, Laode mengeluhkan bahwa izin itu malah dijadikan dasar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menerbitkan izin prinsip.

“Apakah izin prinsip yang dikeluarkan itu batal? Itu enggak. Dirjen Planologi mengeluarkan izin prinsipnya. Saya paham soal hukum, tapi secara moral harusnya batal,” ucap Laode.

Ia mengatakan Dirjen Planologi KLHK waktu itu benar-benar melanjutkan proses perizinan. Laode pun beranggapan bahwa KLHK tak seharusnya melanjutkan proses izin itu.

“Kemen LHK harus merevisi itu. Khususnya izin untuk Hartati plantation itu harus direvisi,” ucap Laode.

Kongkalikong Pengusaha dan Politikus Soal Izin Tambang

Direktur Riset Habibie Center, Mohammad Hasan Ansori mengatakan, ada ribuan izin tambang minerba yang bermasalah di Indonesia, salah satunya kasus tumpang tindih lahan. Menurut Hasan, hal itu disebabkan karena adanya “transaksi uang” antara pengusaha dan politikus dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“IUP diterbitkan pada perusahaan yang berani membayar atau memberi insentif finansial dalam jumlah tertentu. Politikus jadi berperan sebagai broker penerbitan IUP,” ucap Hasan dalam diskusi bertajuk “Demokratisasi Pengelolaan Sumber Daya Alam” di Hotel Le Meridien pada Kamis (28/3).

Apa yang disampaikan Hasan ini beralasan, sebab pada tahun 2017 saja, Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia mencatat setidaknya terdapat 2.522 izin tambang berstatus non clear and clear (CNC). Angka itu merupakan 30 persen dari total izin tambang yang sudah dikeluarkan pemerintah hingga 2017.

Menurut Hasan, tingginya jumlah izin tambang yang bermasalah itu disebabkan oleh penerbitan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Sebab, peraturan itu memberikan keleluasaan bagi Pemda untuk memutuskan izin.

Namun, Hasan menilai, wewenang penerbitan IUP ini justru dimanfaatkan politikus untuk mencari dukungan pengusaha. Menurut dia, para politikus itu akan menerbitkan IUP kepada pengusaha yang mendukungnya apabila menang di Pemilu.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP IZIN TAMBANG atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto