Menuju konten utama

KPK Kritik Omnibus Law yang Mau Hapus Pidana untuk Pengusaha

KPK merasa penghapusan pidana untuk pengusaha dalam omnibus law tidak tepat. 

KPK Kritik Omnibus Law yang Mau Hapus Pidana untuk Pengusaha
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief (tengah) bersama Komisioner Federal Ethics & Anti Corruption Commission (FEACC) Ayeligne Mulualem Tuafie (kedua kanan) dan Delegasi Pemberantasan Korupsi Ethiopia memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/10/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pd.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengaku tak sepakat jika omnibus law membuat para pengusaha bebas dari hukuman pidana. Korporasi harus bisa dipidana--sepanjang memang melanggar hukum--"karena itu memang perkembangan di mana-mana sekarang."

"Dulu Belanda tidak mengakui [pidana untuk korporasi]. Sekarang di KUHP Belanda jelas sekali itu. Jadi, jangan kita membuat hukum yang kembali ke masa kolonial. Kita sudah milenial," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/12/2019).

Satu contoh terjadi di Korea Selatan baru-baru ini. Seorang eksekutif Samsung bernama Kang Kyung-hoon divonis satu tahun empat bulan penjara karena melanggar undang-undang terkait serikat buruh. Dia terbukti menghalang-halangi kerja serikat buruh pada Juni 2011 hingga Maret 2018.

Isu pengusaha tidak dipidana berawal dari pernyataan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani.

Di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (22/11/2019), Rosan mengatakan "sanksi itu kalau perusahaan kena sanksi denda, bukan pidana." Konteks ucapannya terkait apa-apa saja yang akan diatur dalam omnibus law yang tahun depan akan dibahas DPR.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan hal serupa pada 18 Desember lalu. "Kami melihat untuk berusaha, basis hukumnya kami ubah. Bukan kriminal, tapi administratif. Kami sudah melakukan ini di pasar modal perbankan," ujar Airlangga.

Laode lantas meminta pemerintah menjelaskan secara detail apa maksud rencana itu. Jangan sampai, katanya, "omnibus law jadi alat berlindung korporasi yang punya niat tidak baik."

Laode berharap pemerintah dan DPR "jangan ujug-ujug mengeluarkan pasal-pasal itu." Ia juga meminta pemerintah menunjukkan siapa yang membuat naskah akademik peraturan itu. "Dan harus jelas siapa timnya yang melakukan itu."

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino