Menuju konten utama

KPK Keluhkan Rekomendasi Soal Tambang Ilegal & HGU Tak Diindahkan

Rekomendasi disampaikan KPK ke beberapa kementerian dan lembaga dalam rangka pencegahan korupsi dan pencegahan kerugian keuangan negara.

KPK Keluhkan Rekomendasi Soal Tambang Ilegal & HGU Tak Diindahkan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kiri) didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta (kanan), Saut Situmorang (kiri), dan La Ode Muhammad Syarif (kedua kanan) mengikuti rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengeluhkan banyak rekomendasi komisi antirasuah itu yang tidak diindahkan pelbagai kementerian. Padahal, rekomendasi itu diberikan dalam rangka pencegahan korupsi dan pencegahan kerugian keuangan negara. Hal itu disampaikan Laode dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Rabu (27/11/2019).

"Saya pikir ini juga penting sekali untuk yang dikerjakan oleh parlemen untuk mengawasi hasil rekomendasi yang disampaikan KPK. Ada yang diikuti, ada yang tidak diikuti, bahkan ada yg tidak diindahkan," kata Laode.

Laode menyebut pernah mengirim laporan kepada Kementerian ESDM bahwa terdapat 6000 izin tambang yang tidak "clean and clear", tapi nyatanya hanya sebagian yang dicabut dan lebih banyak yang masih beroperasi hingga kini.

Demikian pula saat KPK menyoroti soal pengusaha tambang yang tidak memenuhi kewajibannya. Namun, kata Laode, tidak ada satu pun dari perusahaan itu yang dibawa ke meja hijau oleh penyidik PNS pada Kementerian ESDM.

"Padahal sudah jelas sekali yang tidak bayar jaminan reklamasi banyak, yang tidak tutup lobang tambangnya banyak," ujar Laode.

KPK juga pernah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Kemen ATR/BPN) untuk membuka daftar Hak Guna Usaha (HGU). Di sisi berbeda Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan putusan kasasi nomor register 121 K/TUN/2017 memerintahkan Kementerian ATR membuka nama pemegang HGU, lokasi, luas lahan, peta area, hingga jenis komoditas yang diproduksi di atas lahan tersebut.

Namun hingga kini Kementerian ATR/BPN menolak melaksanakan rekomendasi dan putusan tersebut. "Bahkan itu adalah putusan pengadilan tertinggi sudah dikuatkan sampai hari ini HGU-nya tidak buka untuk umum," kata Laode.

Pada 20 Februari lalu Tirto pernah menghubungi Kepala Bagian Biro Humas Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, dia beralasan Kementerian tak bisa melepas data itu ke publik karena

menyangkut pemegang hak dan luas lahan HGU sebagai informasi privat. Dia mengklaim pemerintah tidak bisa sembarangan dalam memberi informasi.

“Misal Anda ada tanah lalu tiba-tiba mr x tidak punya hubungan hukum dengan Anda tapi dia minta semua data. Kan gak bisa kami proses," kata Harison.

Baca juga artikel terkait TAMBANG ILEGAL atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan