Menuju konten utama

KPK Harap Mahfud MD Turun Tangan Bantu Kasus Heli AW 101

Kasus pembelian Helikopter AW-101 berawal sejak Mei 2017, ketika KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi.

KPK Harap Mahfud MD Turun Tangan Bantu Kasus Heli AW 101
Jubir KPK Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait pengembangan perkara dari OTT kasus suap dalam proyek Baggage Handling System (BHS) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/10/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD bisa turut serta membantu penyelesaian kasus pembelian Helikopter AgustaWestland 101 atau lebih dikenal dengan kasus Heli AW-101.

Sebab, kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, komisi antirasuah masih menemui sejumlah hambatan dalam penuntasan kasus yang terjadi pada 2017 tersebut.

“Harapannya bisa jadi perhatian kita semua. Termasuk Pak Mahfud di Kemenkopolhukam, ia juga punya tugas koordinasi. Semoga bisa berkontribusi juga, jadi tidak hanya menyampaikan info seperti kemarin, tetapi juga membantu penegakan hukum yang dilakukan,” kata Febri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2019) malam.

Pernyataan tersebut Febri itu merespons Menkopolhukam Mahfud MD yang menyebut Presiden Jokowi pernah melaporkan kasus besar ke KPK, tapi tak kunjung diungkap.

Kasus pembelian Helikopter AW-101 berawal sejak Mei 2017, ketika KPK menemukan dugaan tindak pidana korupsi.

KPK bekerja sama dengan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, dan menetapkan total empat pejabat dari unsur militer sebagai tersangka yang ditangani Puspom TNI.

Mereka ialah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy dalam kapasitas sebagai pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017; Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas; Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas; dan Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan.

KPK juga sudah menetapkan satu orang tersangka yakni Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, 16 Juni 2017.

PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen Helikopter AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016, setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai jual helikopter itu menjadi Rp738 miliar.

Namun, kata Febri, KPK masih menemui sejumlah hambatan kendati sudah bekerja sama dengan pihak Puspom TNI dalam penuntasan kasus tersebut. Salah satunya terkait pemanggilan saksi yang berasal dari kalangan militer.

"Butuh waktu yang lebih panjang, karena kami sempat sulit memeriksa beberapa saksi beberapa waktu lalu. Kami sudah lakukan komunikasi kepada saksi tersebut untuk dilakukan pemeriksaan," ujar dia.

Febri menambahkan, kerja sama dengan Puspom TNI menjadi hal penting. KPK tidak bisa sendiri. Sebab, menurut dia, kasus ini melibatkan dua yurisdiksi yang berbeda.

Ia mengatakan, penuntasan kasus ini masih terkendala oleh hasil audit kerugian keuangan negara yang belum rampung dikerjakan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Ia berharap BPK bisa bekerja cepat menyelesaikan, karena kasus sudah terlalu lama dan menjadi perhatian Presiden Jokowi.

“Karena kasus ini sejak awal jadi konsen presiden. Termasuk presiden juga sempat menolak penggunaan Heli AW tersebut,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KORUPSI HELIKOPTER AW101 atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz