Menuju konten utama

KPK: Alasan Setya Novanto Tak Hadiri Sidang Bimanesh Itu Janggal

Setya Novanto tidak memenuhi panggilan sebagai saksi di sidang Bimanesh Sutarjo karena sedang menyiapkan duplik.

KPK: Alasan Setya Novanto Tak Hadiri Sidang Bimanesh Itu Janggal
Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan KTP elektronik Setya Novanto mebaca nota pembelaan pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (13/4/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa janggal dengan permintaan Setya Novanto, saksi kasus dugaan merintangi penyidikan Bimanesh Sutarjo hari ini. Novanto tidak memenuhi panggilan sebagai saksi karena sedang menyiapkan duplik. Mantan Ketua DPR itu bersedia bersaksi pekan depan setelah tanggal 24 April usai putusan kasusnya.

"Padahal yang kami tahu sesuai dengan penundaan sidang bahwa di tanggal 24 itu adalah agendanya putusan sehingga kami memaknai alasan ini ada yang janggal, tapi kembali lagi masih ada waktu kami melakukan pemanggilan ulang kepada Setya Novanto untuk dihadirkan menjadi saksi Bimanesh," kata Jaksa KPK Takdir Suhan usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (20/4/2018).

Takdir menerangkan, KPK memerlukan keterangan Novanto untuk mengklarifikasi sejumlah fakta persidangan. Mereka ingin menanyakan status Setya Novanto, kemudian proses hingga Setnov tidak mematuhi pemanggilan penyidik.

"Kemudian ada tindakan kecelakaan sebagaimana fakta di sidang, kondisinya tidak seheboh yang disampaikan, kemudian kami meminta pendapat ahli, IDI dan sebagainya sehat untuk dilakukan tindakan hukum lebih lanjut," kata Takdir.

Meskipun tidak menghadiri persidangan, Takdir tidak mempermasalahkan hal tersebut. Sidang tetap sesuai jadwal lantaran Senin depan masih ada agenda pemanggilan saksi lain. KPK akan menunggu kehadiran Novanto dalam pemanggilan kedua pada pekan depan, Jumat (27/4/2018). Mereka yakin Novanto bisa hadir dalam persidangan. Apabila tidak datang, mereka bisa menggunakan kewenangan paksa.

"Ada, sesuai usaha KUHAP ada upaya paksa yang bisa kita lakukan. Sesuai putusan majelis hakim juga," kata Takdir.

Bimanesh didakwa dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. Dia didakwa bersama dengan advokat Fredrich Yunadi telah melakukan rekayasa medis terhadap Setnov ketika peristiwa kecelakaan.

Dalam dakwaan, Bimanesh dinilai menyanggupi untuk memenuhi permintaan Fredrich Yunadi yang ingin Novanto dirawat di rumah sakit. Purnawirawan Polri ini pun dinilai mengetahui Setyo Novanto sedang memiliki masalah hukum di KPK terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan e-KTP.

Selanjutnya, Bimanesh menghubungi dr Alia yang saat itu menjabat sebagai Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasiennya. Pasien yang dimaksud adalah Setya Novanto yang direncanakan akan masuk rumah sakit dengan diagnosa penyakit hipertensi berat, padahal terdakwa belum pernah melakukan pemeriksaan fisik terhadap Setya Novanto.

Bimanesh juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi dr Mohammad Thoyibi (dokter spesialis jantung) dan dr Joko Sanyoto (dokter spesialis bedah) untuk melakukan perawatan bersama padahal terdakwa belum pernah memberitahukan kepada kedua dokter tersebut untuk merawat Setya Novanto.

Selain itu, terdakwa berpesan agar dr Alia tidak memberitahukan kepada dr Hafil Budianto Abdulgani, Direktur RS Medika Permata Hijau, tentang rencana memasukkan Setya Novanto untuk dirawat inap. Bimanesh kemudian memberikan telepon selularnya kepada Fredrich Yunadi untuk berbicara langsung kepada dr Alia, yang pada intinya Fredrich Yunadi meminta agar disiapkan ruangan VIP dan memesan tambahan ruangan serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Setya Novanto.

Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri