Menuju konten utama

KPI Garang ke Blackpink, Tapi Loyo Hadapi Iklan Parpol

KPI bergerak cepat ketika televisi menayangkan iklan Shopee dengan bintang iklan Blackpink. Tapi mereka tak berdaya hadapi media yang dimiliki orang partai.

KPI Garang ke Blackpink, Tapi Loyo Hadapi Iklan Parpol
Ilustrasi HL TVRI HL 2

tirto.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan peringatan keras ke 11 stasiun televisi yang menyiarkan iklan Shopee dengan bintang iklan girlband asal Korea Selatan, Blackpink. Kasus ini cukup ramai dibicarakan karena alasan peringatan, menurut beberapa pihak, terdengar seperti lelucon: iklan dianggap terlalu vulgar.

Terlepas dari alasannya, KPI bisa dibilang bergerak cepat. Peringatan ini muncul pada 11 Desember, setelah beberapa waktu sebelumnya muncul petisi berjudul “Hentikan Iklan Blackpink Shopee” yang dibuat oleh Maimon Herawati.

Meski demikian, sikap keras dan gerak cepat ini toh tidak berlaku umum. Sikap KPI yang seperti itu sulit dilakukan terhadap partai-partai yang menggunakan frekuensi publik untuk kepentingan kampanye. Sebut saja, saluran-saluran televisi pada MNC Media yang dimiliki Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dan Metro TV yang dimiliki Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Pada stasiun televisi milik grup media itu, kita bisa dengan mudah menemukan konten-konten Perindo dan Nasdem, terselip dalam tayangan berita, dan selalu bermuatan positif. Tadi malam (17/12/2018) misalnya, dalam acara Kilas News GlobalTV, muncul berita dengan judul "Partai Perindo Peduli."

Ketua KPI Yuliandre Darwis mengaku bila lembaganya tak bisa mengawasi penuh apa yang ditayangkan di televisi selama 24 jam non-stop, khususnya yang dikategorikan sebagai produk jurnalistik—yang ditayangkan di dalam acara berita.

"Nah, kalau program umum seperti Blackpink kami bisa [tertibkan]. Tapi kalau pemberitaan, nanti kami dianggap membungkam pers. Karena ini masalahnya adalah produk jurnalistik," ujar Yuliandre kepada reporter Tirto, Selasa (18/12/2018).

Yuliandre mengatakan KPI terbentur dengan tugas pokok dan fungsi yang dijalankan Dewan Pers dalam mengawasi pemberitaan kampanye partai politik. KPI sendiri dalam tugasnya mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, sementara Dewan Pers mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Kalau bicara pemberitaan tentu Dewan Pers," ucap Yuliandre.

KPI sebetulnya bukan tidak ada upaya sama sekali. Medio April tahun lalu, mereka mengeluarkan Surat Edaran Nomor 225/K/KPI/31.2/04/2017 yang isinya: larangan kepada lembaga penyiaran untuk menayangkan iklan/mars/himne partai di luar masa kampanye. Sayangnya, surat ini digagalkan oleh Partai Berkarya dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

KPI, lanjut Yuliandre, setelah itu hanya bisa pasrah karena dalam UU Penyiaran memang tak dijelaskan apa itu definisi kampanye politik.

"Yang ada hanya iklan komersial dan iklan layanan publik. Itu yang buat kami kalah sampai di Mahkamah Agung," tuturnya.

Masalah lain yang membuat KPI tak bisa memberikan sanksi tegas adalah persoalan administrasi. Diakui Yuliandre, KPI hanya menerima daftar nama-nama pimpinan perusahaan media penyiaran. Sementara, nama pemilik perusahaan seperti Hary Tanoe maupun Surya Paloh tak disertakan.

"Jadi dalam PT itu enggak ada lagi nama mereka (pemilik media). Namun, tetap orang berasumsi bahwa mereka adalah pemiliknya. Nah itu jadi masalah buat kami. KPI enggak sampai ke holding, pemilik saham TV. Kami enggak sampai kesana."

Direktur Eksekutif lembaga studi media Remotivi, Roy Thaniago, menyayangkan sikap KPI yang berdalih kesulitan memberikan sanksi tegas. Menurutnya, KPI bagaimanapun punya wewenang dan tidak bisa lepas tangan begitu saja.

"Soal berita sebenarnya KPI punya wewenang, meskipun memang harus koordinasi dengan Dewan Pers," kata Roy kepada reporter Tirto.

Roy menilai penggunaan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik media khususnya terkait dengan iklan maupun pemberitaan partai politik pemilik media telah dilakukan sejak Pemilu 2014. Menurut Roy, UU Penyiaran sudah mengatur persoalan ini.

"UU Penyiaran ada mengatur soal itu. artinya semua itu dilarang dan melanggar hukum. Itu melawan hukum," tegasnya.

Roy pun meminta KPI duduk bersama dengan KPU, Bawaslu, dan Dewan Pers untuk membicarakan persoalan ini. Kata Roy, Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu 2019 yang telah dibentuk September lalu oleh Bawaslu nampaknya belum berjalan.

"Saya enggak pernah liat mereka gunakan itu," pungkas Roy.

Baca juga artikel terkait KPI atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino