Menuju konten utama

KPAI Minta MA Beri Keadilan Kasus Kekerasan Seksual di Cibinong

KPAI mengatakan bahwa kasus pencabulan yang korbannya adalah anak merupakan salah satu kasus tertinggi, maka upaya penegakan hukum harus berjalan optimal untuk melindungi masyarakat paling rentan tersebut.

KPAI Minta MA Beri Keadilan Kasus Kekerasan Seksual di Cibinong
Ilustrasi stop kekerasan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Putu Elvina, meminta agar Mahkamah Agung (MA) bisa mempertimbangkan keadilan atas kasus pemerkosaan dan sodomi yang menimpa Jeni (7) dan Joni (14) secara berulang, di Cibinong, Jawa Barat.

“KPAI sudah mengirimkan surat ke MA untuk mohon perhatian atas bebasnya pelaku dari ancaman pidana pencabulan terhadap anak. Ini sangat memprihatinkan dan sekaligus mengkhawatirkan,” kata Putu saat dihubungi Tirto pada Selasa (23/4/2019).

Putu mengatakan bahwa kasus pencabulan yang korbannya adalah anak merupakan salah satu kasus tertinggi, maka upaya penegakan hukum harus berjalan optimal untuk melindungi masyarakat paling rentan tersebut.

“Akses korban terhadap keadilan yang transparan, yang memiliki perlindungan hukum kepada anak kelihatannya masih menghadapi jalan berliku,” jelas Putu.

Dalam kasus Jeni dan Joni, yang menjadi korban dari tetangganya sendiri, HI (41), mereka telah menggugatnya ke Pengadilan Negeri Cibinong.

Namun hakim memutuskan untuk membebaskannya dengan alasan tidak adanya saksi yang melihat kejadian secara langsung.

Uli Pangaribuan, kuasa hukum keluarga Jeni dan Joni, dari LBH APIK, mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam putusan tersebut.

Pertama, pihak terdakwa atau pelaku sudah mengakui perbuatannya. Selanjutnya, hasil visum juga menyatakan adanya hubungan seksual.

“Padahal untuk pasal 81 dan 82, yang disampaikan oleh jaksa, itu sudah terpenuhi pembuktiannya karena ada visum yang membuktikan bahwa ada pemerkosaan,” jelas Uli.

“Kami merasa ada yang aneh dalam proses persidangannya,” ungkap Uli.

Selain itu, Uli juga mempertanyakan sejumlah hal atas keberlangsungan sidang. Dalam prosesnya, Joni dan Jeni tidak didampingi oleh siapapun, termasuk keluarganya sendiri. Di sisi lain, pelaku justru didampingi oleh dua pengacara.

“Selama persidangan, Joni dan Jeni hanya sendiri mewakili dirinya sendiri, sementara pelaku diwakili dua pengacara,” ujar Uli.

Dengan itu, Putu mengharapkan agar MA mampu menelisik bagaimana fakta persidangan, visum dan keterangan anak yang juga saksi dari kasus tersebut perlu untuk diperhatikan.

“Semoga MA bisa memutuskan secara adil untuk kejelasan hukum bagi kedua korban anak tersebut,” ujar Putu.

“Dalam kasus pencabulan terhadap anak atau siapapun pasti jarang sekali ada saksi,” tambahnya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Nur Hidayah Perwitasari