Menuju konten utama

KPAI: Jangan Libatkan Anak-Anak Menolak Full Day School

KPAI menyayangkan adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak-anak untuk kepentingan tertentu, seperti menolak program full day school.

KPAI: Jangan Libatkan Anak-Anak Menolak Full Day School
Ilustrasi. Warga NU Kabupaten Banyumas melakukan unjuk rasa menolak penerapan program Lima Hari Sekolah atau Full Day School (FDS), di Alun-alun Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Senin (7/8). ANTARA FOTO/Idhad Zakaria.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan pelibatan anak-anak dalam unjuk rasa menolak gagasan full day school (FDS). Apalagi dalam aksi tersebut anak-anak yang mengenakan baju koko, sarung, dan kopiah tampak menyerukan ujaran kebencian terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhajir Effendy.

“Masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan,” kata Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatty dalam pesan tertulis yang diterima Tirto, pada Senin (14/8/2017).

Sitti mengingatkan ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak sangat tidak patut dan berbahaya bagi tumbuh kembang mereka. Sebab, kata dia, anak-anak dididik dan disekolahkan agar nantinya mereka dapat lebih beradab dan berkasih sayang untuk hidup bermasyarakat.

“Ucapan atau ujaran kasar sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan etika dan moral kebangsaan kita,” ujarnya.

Dalam link video yang dikirimkan Sitti, sejumlah anak memang terdengar meneriakkan seruan pembunuhan terhadap Mendikbud Muhadjir Effendy. Bagi Sitti seruan semacam itu bukan saja tidak dibenarkan dalam ajaran agama apapun, tapi juga bertentangan dengan tata aturan perundang-undangan, dan bukan cerminan murni jiwa anak-anak. Ia menilai anak-anak itu sedang dimanfaatkan.

“KPAI prihatin adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak untuk kepentingan tertentu, seolah rasa kasih sayang di antara sesama anak bangsa sudah mulai luntur,” katanya.

Sitti meminta semua pihak berhenti memanfaatkan anak-anak untuk kegiatan atau aktivitas yang sangat membahayakan tumbuh kembang mereka seperti unjuk rasa. Ia menyarankan aspirasi menolak kebijakan dilakukan dengan cara dialogis.

“KPAI percaya negara mendengar setiap aspirasi warga negaranya asalkan disampaikan dengan santun dan membuka diri untuk berdialog,” ujar Sitti.

Respons PBNU

Wakil Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi mengaku belum tahu soal video yang menunjukkan keterlibatan anak-anak dalam aksi unjuk rasa menolak full day school tersebut.

“Kami akan coba cek di mana dia, dari mana asalnya dan akan kami coba untuk cari tahu,” ujarnya saat dikonfirmasi Tirto.

Baidlowi mengatakan anak-anak dalam video itu belum tentu santri Nahdlatul Ulama (NU). Menurut dia, bisa saja ada oknum yang mengatasnamakan NU. Kalau pun itu benar dilakukan oleh santri NU, Baidlowi mengatakan pihaknya akan memberikan imbauan, pendekatan, dan tidak tertutup kemungkinan menjatuhkan sanksi. Baidlowi mengatakan, NU akan tetap menolak kebijakan full day school.

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang beragam sehingga kebijakan tersebut tidak perlu diwajibkan bagi semua sekolah. Di saat yang sama, Baidlowi mengatakan NU tidak mempermasalahkan adanya aksi demonstrasi menolak full day school.

Akan tetapi, demonstrasi anti full day school itu diperbolehkan selama tidak melewati batas-batas yang selama ini dimiliki oleh NU sebagai Islam moderat. Mereka tidak ingin ada aksi yang melewati batas-batas toleransi dan moralitas yang selama ini dimiliki oleh NU sebagai Islam moderat.

Ia pun menegaskan, mereka tidak akan diam apabila menemukan indikasi aksi tersebut sebagai langkah untuk memecah belah antara NU dan Muhammadiyah sebagai Islam moderat.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz