Menuju konten utama

KPAI: Anak Korban Kekerasan May Day Harus Bebas Perundungan

KPAI akan menindaklanjuti laporan LBH Bandung dan YLBHI terkait dua anak yang menjadi korban kekerasan saat peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2019.

KPAI: Anak Korban Kekerasan May Day Harus Bebas Perundungan
Polresta Bandung mengamankan 619 peserta aksi May Day di Kota Bandung, Rabu (1/5/2019). tirto.id/Husein Abdul Salam.

tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan menindaklanjuti laporan LBH Bandung dan YLBHI terkait dua anak yang menjadi korban kekerasan saat peringatan Hari Buruh pada 1 Mei 2019.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan kedua korban masih berusia 15 dan 17 tahun. Saat ini, kondisinya masih mengalami trauma usai dilepas pihak aparat penegak hukum.

Retno juga mengatakan akibat masifnya pemberitaan media massa dan viralnya kasus tersebut di media sosial. Kedua anak tersebut mengalami perundungan dan stigma negatif, lantaran kondisi tubuh mereka lebam dan rambutnya botak.

"Kami tidak akan ke kepala sekolahnya mereka. Tetapi langsung ke Kadisdik, sebab itu tugasnya Kadisdik [untuk memberikan edukasi agar tidak terjadi perundungan]," ujar Retno kepada Tirto, Kamis (9/5/2019).

Menurut Retno, walau bagaimana pun anak-anak itu adalah korban. Mereka hanya ikut-ikutan dan tidak melakukan tindak pidana apapun.

"Anak bisa salah, karena itu butuh pendampingan, bimbingan dan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, bukan di-bully apalagi diberikan sanksi," ujarnya.

Ia menambahkan, "Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung agar para siswanya yang berkepala botak setelah peristiwa peringatan Mayday di Kota Bandung untuk tidak diberi stigma negatif dan dilindungi dari pembullyan."

Selain itu, KPAI juga mendorong pihak kepolisian yang melakukan pengamanan untuk tak luput mengutamakan prinsip Hak Asasi Manusia, mengingat keduanya masih anak-anak. Untuk itu, ia mendaku akan segera mengirimkan surat kepada Kapolda Jawa Barat untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif.

"Karena pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Konvenan Hak Anak [KHA] pada tahun 1990. Kalau anak-anak itu memang melanggar pidana, maka seharusnya aparat menggunakan dan menghormati UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak [SPPA]," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait HARI BURUH atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri