Menuju konten utama

Koruptor COVID-19 Merajalela: Aparat Desa, Bupati, sampai Menteri

Dana bantuan sosial COVID-19 jadi bancakan para koruptor dari level desa hingga menteri.

Ilustrasi Saya Koruptor. tirto.id/Sabit

tirto.id - Anggaran untuk menangani dampak pandemi COVID-19 di Indonesia dikucurkan hingga pemerintahan tingkat bawah. Hingga level itu pula dugaan penyimpangan berujung korupsi terjadi.

Jika terbukti, korupsi dalam situasi bencana non-alam seperti pandemi sebenarnya diancam sanksi yang sangat berat: pidana mati. Beberapa pejabat negara bulat mendukung itu meski belum tentu hakim memvonis demikian. Salah satunya Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej. "Bagi saya mereka laik dituntut dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mana pemberatannya sampai pidana mati," kata Eddy dalam sebuah diskusi pada Februari lalu.

Tapi toh ternyata tetap ada yang nekat. Per Juli tahun lalu, Polri melalui 18 kantor kepolisian daerah menangani setidaknya 92 kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos) COVID-19. Kasus terbanyak terjadi di Sumatera Utara (38 kasus), lalu Jawa Barat (12), Nusa Tenggara Barat (8), Riau (7) dan Sulawesi Selatan (4).

Dari hampir 100 kasus itu, ada satu kasus di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang dihentikan dengan alasan duit ratusan juta rupiah yang dianggap kerugian negara telah dikembalikan.

Rata-rata praktik penyelewengan adalah pemotongan jumlah bantuan tunai dan mengurangi jumlah sembako.

Di Sumatera Utara, yang kasusnya ditangani oleh Kejakaan Negeri Samosir, dua tersangka yaitu Sekretaris Daerah Samosir Jabiat Sagala dan Plt Kadinas Perhubungan Samosir Sardo Sirumapea diduga mengkorupsi dana bantuan makanan yang total anggarannya sekitar Rp400 juta.

Menurut Sumanggar Siagian dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, kedua pejabat itu belum ditahan dan diperiksa sebagai tersangka. "Pemeriksaan terhadap tersangka itu bergantung kepada penyidik Kejaksaan Negeri Samosir dan mungkin menunggu saat yang tepat untuk dimintai keterangan," kata Sumanggar Siagian.

Ada pula modus seperti di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekelompok aparat desa mengorganisasi 15 warga untuk mengambil dana bansos dengan data palsu sejumlah 30. Total duit yang diselewengkan Rp54 juta. Bantuan yang dikorupsi berasal dari pemerintah pusat berupa uang Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan.

Para figuran--warga kaki tangan aparat desa--dapat fee Rp250 ribu.

Libatkan Keluarga

Kasus korupsi COVID-19 juga ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka telah menetapkan tiga tersangka untuk korupsi di Bandung Barat, yakni Bupati Aa Umbara Sutisna, Andri Wibaya (anak Aa Umbara) dan M Totoh Gunawan. Dua tersangka yang disebut terakhir merupakan pihak swasta.

KPK menduga Aa Umbara menerima uang senilai Rp1 miliar dari program pengadaan bansos COVID-19 yang melibatkan anaknya dalam tender.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan Bupati Aa Umbara "melanggar sumpah jabatan seorang kepala daerah, di mana kepala daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya."

Anak Aa Umbara memperoleh proyek pengadaan makanan bansos COVID-19 senilai total Rp36 miliar. Dari proyek itu, KPK menduga ia untung sekitar Rp2,7 miliar. Kemudian Totoh dapat untung sekitar Rp2 miliar dari penerimaan proyek sekitar Rp15,8 miliar.

Aa Umbara dan anaknya saat ini belum ditahan. Keduanya mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka. Sedangkan Totoh sudah ditahan selama 20 hari.

Hilangnya Nama-nama

'Level tertinggi' dari dugaan korupsi ini melibatkan eks Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara. Ia diduga menyunat Rp10 ribu per paket bansos yang nilainya Rp300 ribu yang menghasilkan kerugian negara diperkirakan Rp2,73 triliun. Bansos pangan bagi warga terdampak COVID-19 mencapai jutaan paket.

Empat tersangka selain Juliari adalah dua pejabat Kementerian Sosial dan dua bos perusahaan pemenang tender.

Indonesia Corruption Watch menyebut Ihsan Yunus, seorang anggota DPR dari Fraksi PDIP, lenyap dari dakwaan Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatadja, yang didakwa menyuap Juliari. ICW menduga Ihsan Yunus juga menerima fee dari proyek bansos di Kemensos senilai Rp6,7 miliar dan dua sepeda Brompton.

Juru bicara KPK Ali Fikri berkilah dakwaan telah disusun sesuai aturan dan berdasarkan fakta-fakta hukum dalam waktu 60 hari. Pada kesempatan lain KPK juga dituding mengabaikan 20 izin penggeledahan selama menyelidiki korupsi bansos di Kemensos. Kini KPK juga menghadapi gugatan praperadilan setelah diduga menelantarkan izin penggeledahan.

Baca juga artikel terkait KORUPSI DANA COVID

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino
-->