Menuju konten utama

Korupsi di Proyek Waskita, Kementerian BUMN: Pengawasan Tak Optimal

Kementerian BUMN mengakui pengawasan untuk mencegah korupsi di BUMN, seperti Waskita Karya, selama ini belum optimal.

Korupsi di Proyek Waskita, Kementerian BUMN: Pengawasan Tak Optimal
(Ilustrasi) Gedung Waskita Karya. FOTO/Wikicommon.

tirto.id - Kementerian BUMN buka suara menanggapi kasus korupsi di 14 proyek infrastruktur garapan PT Waskita Karya (Persero) Tbk yang kini sedang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra Samal mengklaim pemerintah sudah berusaha keras mencegah korupsi di kalangan pegawai BUMN, termasuk Waskita Karya. Namun, dia mengakui upaya pencegahan itu belum cukup.

"Kalau mau bilang belum optimal, mungkin enggak optimal juga kali, ya. Karena banyak [kasusnya]," kata Hambra saat dihubungi Tirto pada Selasa (18/12/2018).

KPK menduga korupsi bermodus pekerjaan fiktif terjadi di pengerjaan 14 proyek infrastruktur garapan Waskita Karya. Akibat kasus ini, KPK memperkirakan negara mengalami kerugian Rp186 miliar.

Komisi antirasuah sudah menetapkan 2 tersangka di kasus ini, yakni Kepala Divisi II PT Waskita Karya periode 2011- 2013 Fathor Rachman, dan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya periode 2010-2014 Yuly Ariandi Siregar.

Dalam 3 tahun terakhir, jumlah kasus korupsi di BUMN maupun BUMD terus mengalami peningkatan. Pada 2017, misalnya, KPK menetapkan 17 tersangka dari lingkungan pegawai BUMN dan BUMD.

Oleh karena itu, Hambra Samal menyatakan Kementerian BUMN berterima kasih kepada KPK atas penetapan dua pejabat Waskita sebagai tersangka. Sebab, hal itu merupakan bantuan langsung dari instansi di luar kementeriannya agar perusahaan negara tak diurus oleh orang-orang bermasalah.

"Sekarang misal, ketangkap tangan. Itu kan bagian dari pemantauan terhadap BUMN. Kami enggak melawan itu. Karena bagi kami, apa yang dilakukan KPK adalah bagian dari membantu kami dalam pengawasan BUMN," ujar Hambra.

"Mungkin kami punya keterbatasan, tapi dengan adanya KPK dan kejaksaan kami jadi terbantu mengawasi," dia menambahkan.

Menurut Hambra, pengawasan yang dilakukan Kementeriannya sebenarnya sudah dimulai dari proses rekrutmen jajaran direksi perusahaan yang melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.

Seleksi itu, kata dia, sudah berjalan dengan ketat karena setiap kandidat ditelusuri rekam jejaknya dan kemudian baru dinilai kapabilitasnya.

Di samping itu, kata Hambra, Kementerian BUMN juga meminta setiap proyek diaudit oleh BPK dan proses perencanaannya didampingi BPKP. Untuk perusahaan terbuka, diawasi para komisaris.

"Itu sih sebenarnya yang sudah kita jalani sekarang. Nah mungkin ada yang belum sampai ke sana kali di kasus Waskita," kata Hambra.

Baca juga artikel terkait KORUPSI PROYEK INFRASTRUKTUR atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Hukum
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom