Menuju konten utama

Korupsi di Cianjur: Ketika Masjid Jadi Tempat Transaksi Haram

Halaman Masjid Agung Cianjur jadi tempat transaksi korupsi. KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, termasuk Bupati Cianjur yang juga kader Partai Nasdem Irvan Rivano Muchtar.

Korupsi di Cianjur: Ketika Masjid Jadi Tempat Transaksi Haram
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan (kanan) menyaksikan petugas menunjukkan barang bukti uang yang diamankan dari operasi tangkap tangan (OTT) di Cianjur saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (12/12/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Seperti pada hari-hari biasa, jemaat Masjid Agung Cianjur bubar setelah menjalankan salat subuh, Senin 12 Desember 2018. Pada saat itu satu mobil justru bergerak masuk ke halaman masjid. Orang yang ada di dalamnya bukan hendak menjalankan salat yang telat, tapi untuk bertransaksi haram.

Di dalam mobil itu ada Rosidin, Kepala Bidang SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur. Dia memarkirkan kendaraannya di dekat mobil atasannya, Kepala Dinas Pendidikan Cianjur Cecep Sobandi.

Rosidin bergegas mengambil kardus dari dalam mobil dan menyerahkannya ke Cecep.

Kardus itu penuh berisi uang pecahan Rp100 ribu, Rp50 ribu, dan Rp20 ribu. Totalnya diperkirakan mencapai Rp1,55 miliar. Uang itu diduga merupakan bagian dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan untuk Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, yang telah dialokasikan ke sejumlah sekolah.

Diduga Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar meminta kepala sekolah yang menerima dana tersebut untuk menyetor "bagian" kepadanya. Irvan adalah kader Partai Nasdem.

Selepas menyerahkan kardus tersebut, Rosidin cepat kembali ke rumahnya, sementara Cecep masih berada di halaman masjid. Betapa terkejutnya Cecep ketika tiba-tiba sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengepung mobilnya.

Dia dan sopir dibekuk. Penyidik membongkar kardus yang ia terima dan menyita uang yang ada di dalamnya.

Penyidik KPK lantas bergerak ke kediaman Rosidin dan membekuknya tanpa perlawanan, 17 menit setelah melakukan hal yang sama pada Cecep. Tim KPK kembali bergerak dan membekuk dua orang berturut-turut: Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Cianjur Rudiansyah dan Bendahara MKKS Cianjur Taufik Setiawan alias Opik.

Perburuan KPK hari itu belum selesai. Pukul 06.30, petugas KPK mendatangi Pendopo Bupati Cianjur dan langsung menangkap Irvan Rivano Muchtar. Siang harinya, KPK juga membekuk seorang kepala bidang bernama Budiman.

"Operasi fajar" sukses. KPK membawa mereka semua ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, guna menjalani pemeriksaan awal.

KPK kemudian menetapkan Irvan Rivano Muchtar sebagai tersangka kasus korupsi pada Rabu (12/12/2018). Irvan diduga memotong, meminta, atau menerima DAK bidang pendidikan di Kabupaten Cianjur.

KPK pun menetapkan Cecep Sobandi dan Rosidin sebagai tersangka. KPK juga mentersangkakan Kakak Ipar Bupati Tubagus Cepy Sethiady. Diduga Tubagus berperan sebagai perantara Cecep Sobandi ke Irvan Rivano Muchtar.

Sebelum menjadi bupati Rivano pernah menjadi anggota DPRD Cianjur dan anggota DPRD Jawa Barat. Ia pernah menjadi kader Partai Golkar, Partai Demokra, hingga akhirnya meloncat ke Partai Nasional Demokrat (NasDem). Pada 2016 Rivano maju Pilkada Cianjur ia berpasangan dengan Herman Suherman. Rivano berhasil memenangi pilkada dan menjadi bupati.

Basaria menjelaskan lebih jauh bahwa Irvan Rivano Muchtar meminta, menerima, atau memotong pembayaran DAK Pendidikan Kabupaten Cianjur tahun 2018 sekitar 14,5 persen dari total Rp46,8 miliar. Tujuh persennya diambil untuk dirinya sendiri, sementara sisanya dibagi-bagikan ke pihak lain.

Dalam perkara ini Tubagus dan Rosidin berperan sebagai pihak yang menagih fee dari para kepala sekolah yang mendapat DAK Pendidikan tersebut. Ada 140 SMP di Cianjur yang mendapat DAK dari total 200 SMP yang mengajukan. Dana itu sedianya digunakan untuk fasilitas sekolah seperti ruang kelas dan laboratorium.

Ketiga tersangka diduga melanggar pasal 12 huruf f atau pasal 12 huruf e atau pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.

"KPK sangat menyesalkan korupsi seperti ini terjadi di tengah keinginan kita semua untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat, apalagi pendidikan dasar di tingkat SD ataupun SMP," ujar Basaria.

Baca juga artikel terkait OTT KPK CIANJUR atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino