Menuju konten utama

Korupsi Bakamla: Keponakan Novanto Cabut Keterangan, Apa Akibatnya?

Keterangan dalam BAP memang boleh dicabut. Akan tetapi, keterangan itu tidak serta-merta gugur dan dinyatakan tak berlaku.

Korupsi Bakamla: Keponakan Novanto Cabut Keterangan, Apa Akibatnya?
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) mengikuti sidang di gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/9/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/18.

tirto.id - Sidang perkara korupsi satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/9/2018) lalu. Dalam sidang itu Irvanto Hendra Pambudi, salah seorang saksi mencabut keterangannya di Badan Acara Pemeriksaan (BAP).

Keterangan yang dicabut Irvanto adalah ia menerima uang 500 ribu dolar Singapura dari Agus Gunawan, staf terdakwa Fayakhun Andriadi. Dalam BAP, uang itu disebut sebagai sumbangan Fayakhun yang diberikan untuk Setya Novanto (Setnov), yang kini meringkuk di jeruji besi Sukamiskin.

Fayakhun adalah kader Golkar. Sementara Irvanto adalah keponakan Setya Novanto.

Sebagai imbalan, berdasarkan keterangan Sekretaris DPD Golkar DKI Jakarta Basri Baco, Fayakhun meminta agar dirinyalah yang ditunjuk sebagai Ketua DPD Golkar DKI Jakarta. Pemilihan Ketua DPD terjadi pada 19 Juni 2016 di Hotel Fairmont, dan dia memang benar terpilih untuk masa jabatan 2016-2020.

"Jadi saudara cabut keterangan saudara?" tanya majelis hakim.

"Iya," jawab Irvanto.

Sikap Irvanto direspons jaksa. Jaksa langsung menawarkan agar rekaman pemeriksaan hingga penyidikan ditampilkan dalam persidangan. Hakim pun sepakat dan menawarkan keterangan Agus, penyidik, dan Irvanto dikonfrontasi.

Keterangan Irvanto pun ditanggapi Fayakhun. Jebolan S3 Ilmu Politik Universitas Indonesia itu kembali memastikan ada aliran dana yang dimaksud.

"Saya tetap pada keterangan saya: memberikan uang ke Irvanto sebanyak 500 ribu dolar Singapura melalui Agus, staf saya. Itu saya yakini kebenarannya."

Tidak Gugurkan Keterangan

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menduga langkah pencabutan kesaksian adalah manuver untuk menutupi fakta tertentu. Maka dari itu ia mendorong KPK untuk membuktikan tujuan Irvanto mencabut keterangan BAP demi pengungkapan perkara.

"Tentu saja perlu karena untuk membuktikan peristiwa pidana," kata Feri kepada Tirto, Kamis (20/9/2018) kemarin.

Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai keterangan dalam BAP memang boleh dicabut. Akan tetapi, keterangan itu tidak serta-merta gugur dan dinyatakan tak berlaku. Sebaliknya keterangan yang berbeda atau dicabut bisa mengarah ke pasal memberikan keterangan palsu.

Seseorang yang memberikan keterangan palsu bisa diancam hukuman sesuai pasal 242 KUHAP dengan pidana penjara maksimal tujuh tahun.

Keterangan di persidangan memiliki kekuatan hukum dibanding BAP. Sementara BAP cuma berstatus alat bukti surat dalam persidangan, keterangan di persidangan harus dibuat sebenar-benarnya karena sebelum bicara saksi bakal disumpah.

Dengan demikian, ia menduga pencabutan keterangan Irvanto disebabkan karena tekanan tertentu.

"Sangat mungkin jabatan mempengaruhi saksi [Irvanto] mencabut BAP," kata Fickar kepada Tirto, Kamis (19/9/2018) malam.

Oleh karena itulah bekas penasihat hukum mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ini merasa KPK perlu membuktikan dengan sekuat tenaga kalau tidak ada alasan Irvanto mencabut BAP.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memastikan kalau KPK tidak akan gegabah. Dia menyebut fokus KPK sejak awal adalah mengungkap kasus korupsi seutuhnya. Dia tidak mempersoalkan pencabutan keterangan dalam BAP, namun memastikan penyidik menelusuri seluruh informasi, termasuk aliran dana korupsi yang disinyalir mengalir ke Novanto.

"Semua informasi terkait penyelesaian perkara akan didalami penyidik. Penyidikan akan mengklarifikasi, konfirmasi, dan sebagainya," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/9/2018) kemarin.

Baca juga artikel terkait KORUPSI BAKAMLA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino