Menuju konten utama
Dampak Pandemi COVID-19

Korban PHK Butuh Bantuan Konkret, Bukan Pelatihan Kartu Prakerja

Pekerja kena PHK akibat pandemi COVID-19 butuh bantuan konkret segera mungkin, bukan diberi pelatihan lewat kartu prakerja.

Korban PHK Butuh Bantuan Konkret, Bukan Pelatihan Kartu Prakerja
Ilustrasi HL Indepth Kartu Prakerja. tirto.id/Lugas

tirto.id - Pemerintah meluncurkan Kartu Prakerja pada 20 Maret 2020. Program ini merupakan buah janji kampanye Presiden Joko Widodo saat maju pada Pilpres 2019.

Awalnya, program Kartu Prakerja ini diprioritaskan untuk pengangguran muda. Namun untuk merespons pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret, program ini diprioritaskan juga bagi pekerja dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak.

Program Kartu Prakerja merupakah salah satu stimulus yang didorong pemerintahan Jokowi untuk menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19. Anggaran Kartu Prakerja yang awalnya Rp10 triliun naik menjadi Rp20 triliun untuk penerima manfaat 5,6 juta orang.

Anggaran itu terutama untuk pekerja informal serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak COVID-19. Presiden Jokowi mengatakan nilai manfaat Kartu Prakerja Rp650 ribu sampai Rp1 juta per bulan selama 4 bulan ke depan.

Pemerintah juga menaksir setiap satu orang akan mendapatkan Rp3.550.000 dengan rincian sebagai berikut: bantuan pelatihan sebesar Rp1 juta, insentif setelah pelatihan sebesar Rp600.000 per bulan (untuk 4 bulan), dan insentif survei kebekerjaan sebesar Rp50.000 per survei (3 kali survei) atau total Rp150.000 per peserta.

Namun Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono berpendapat program Kartu Prakerja pemerintah tidak menjawab tantangan hidup para pekerja atau buruh yang di-PHK atau dirumahkan tanpa upah oleh perusahaan.

Alasannya, kata Kahar, karena proses Kartu Prakerja yang selektif dan sistematika yang rumit. Akibatnya, akan banyak korban PHK atau karyawan yang dirumahkan tak lolos program Kartu Prakerja ini.

Karena itu, Kahar meminta agar pemerintah bersikap fleksibel dalam kondisi darurat seperti sekarang, dengan memprioritaskan para pekerja atau buruh yang menjadi korban PHK dan dirumahkan tanpa upah.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 1,2 juta pekerja dirumahkan dan di-PHK akibat pandemic COVID-19 ini. Data Kemenaker per 7 April 2020 menunjukkan, sektor formal yang dirumahkan dan terkena PHK yakni 39.977 perusahaan dan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja 1.010.579 orang.

Rinciannya, pekerja formal dirumahkan 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dan yang terkena PHK 137.489 orang dari 22.753 perusahaan. Sementara jumlah dan tenaga karyawan terdampak COVID-19 di sektor informal 34.453 perusahaan dan jumlah pekerja 189.452 orang.

“Pemerintah, kan, klaim punya data [PHK, dsb], harusnya yang di-PHK dan tidak diupah saat pandemi, mendapatkan Kartu Prakerja secara ototmatis. Kan jaring pengamannya sebagai jaminan sosial. Jangan sampai diundi," ujar Kahar saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (17/4/2020).

Ia juga meminta agar dana pelatihan yang besarnya Rp1 juta agar dicairkan saja. Menurut dia, pelatihan keterampilan yang disajikan pemerintah memang bagus, namun tidak tepat untuk situasi sekarang.

“Akan lebih bermanfaat kalau semuanya diberikan dalam bentuk BLT. Uang pelatihan bisa dicairkan, apalagi dalam kondisi darurat. Mereka yang terdampak bisa punya daya beli dan perekonomian ikut tergerak secara domino," kata dia.

Tak Relevan

Peneliti kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Defny Holidin mengatakan program Kartu Prakerja digagas dengan asumsi bahwa negara dan masyarakat berada dalam kondisi normal yang baik-baik saja.

Maka program tersebut akan menjadi tidak relevan dengan kondisi Indonesia sekarang yang mengalami pandemi COVID-19. Ditambah kondisi industri yang memburuk dengan banyaknya pekerja/buruh yang di-PHK dan dirumahkan tanpa upah oleh perusahaan.

Menurut Defny, masyarakat saat ini lebih membutuhkan hal yang mendasar untuk hidup. Sementara program Kartu Prakerja menyediakan layanan pelatihan keterampilan yang memakan waktu tak sebentar.

"Tantangan survival masyarakat bukan lagi mencari kerja, tapi memenuhi kebutuhan subsisten, betul-betul bertahan hidup dengan seminimal mungkin sumber daya," ujar dia saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (17/4/2020).

Hal senada diutarakan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay. Ia menilai program Kartu Prakerja lebih efektif jika dimplementasikan dalam kondisi negara dan masyarakat sedang normal atau baik-baik saja.

Lagi pula, kata dia, fitur pelatihan keterampilan yang tersedia dalam program tersebut akan efektif jika dilakukan secara tatap muka.

“Apakah tidak sebaiknya program ini di-switch saja menjadi program bantuan sosial? Dengan begitu target sasanya menjadi lebih luas dengan anggaran Rp 20 triliun," kata Saleh kepada reporter Tirto.

Saleh menaksir dengan anggara sebanyak itu, maka akan mengakomodir kebutuhan dasar 13,3 juta keluarga miskin dan kurang mampu dengan masing-masing mendapatkan bantuan sebesar Rp1,5 juta.

"Jika virus Corona telah berlalu, program Kartu Prakerja bisa dilaksanakan lagi. Demi kebaikan masyarakat tentu tidak ada salahnya opsi ini dipertimbangkan,” kata dia.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abdul Aziz