Menuju konten utama

Korban Pelecehan MS Dapat Surat Penertiban dari KPI Gegara Absensi

Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin mengatakan MS tidak mengisi presensi daring karena trauma dan kecemasannya sedang kambuh.

Korban Pelecehan MS Dapat Surat Penertiban dari KPI Gegara Absensi
Ilustrasi laki-laki korban pelecehan seksual. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Korban pelecehan seksual dan perundangan MS mendapat surat panggilan penertiban administrasi dari sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. MS diminta untuk menghadap atasanya hari ini, Senin (1/11/2021).

Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin mengatakan MS dipanggil karena lupa mengisi presensi secara daring.

“Selama dinonaktifkan, MS tetap diwajibkan absen masuk dan keluar secara daring, dan ada beberapa tugas yang dikerjakan via daring dari KPI," kata Mualimin kepada reporter Tirto, Senin.

Menurut Mualimin, MS tidak mengisi presensi karena trauma dan kecemasannya sedang kambuh. MS mengalamami nyeri di ulu hari, asam lambung naik, gangguan pencernaan, dan tekanan darah naik. Saat itu, MS berobat ke Rumah Sakit Pelni.

“Untuk memeriksa kondisi badannya yang dua hari terakhir drop. Salah satu faktor yang membikin badan MS drop karena menerima Surat Panggilan Penertiban,” sambung Mualimin.

Tak hanya itu, MS harus merogoh kocek pribadi untuk menggunakan jasa psikiater, padahal Komisioner KPI Nuning Rodiyah pernah menyatakan lembaganya bakal membiayai pengobatan korban.

Mualimin mengatakan MS membayar pengobatannya sendiri karena permintaan itu lambat direspons oleh KPI.

Dalam keterangan terpisah, Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo merespons soal pengobatan tersebut

“Sesuai dengan prosedur penanganan masalah kesehatan karyawan termasuk komisioner, KPI mengikuti peraturan yang ada di Kominfo yakni menggunakan fasilitas yang telah ditetapkan,” ujar Mulyo kepada reporter Tirto, Senin (25/10/2021).

Mulyo mengatakan bila dokter atau psikiater yang menangani menganggap perlu penanganan lebih lanjut, maka akan dibuat rujukan. Dengan begitu, biaya bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana lazim diterapkan dalam pemanfaatan keuangan negara.

“Bahkan sampai tingkat pemanfaatan fasilitas tinggi sekalipun, jika hal tersebut merupakan bagian dari rujukan atau resep dari petugas pemeriksa kesehatan sesuai prosedur yang berlaku maka KPI akan bertanggung jawab. Termasuk obat yang tidak ditanggung oleh BPJS, misalnya, KPI akan memperhatikan hal tersebut,” imbuh Mulyo.

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN DI KPI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan