Menuju konten utama

Kopi Instan: Baik atau Buruk?

Kopi instan justru memiliki antioksidan lebih banyak dibanding jenis kopi lain, asalkan dikonsumsi tanpa tambahan gula dan susu.

Kopi Instan: Baik atau Buruk?
Seorang barista mengamati biji kopi yang akan diolah pada Indonesia Coffee Events (ICE) 2018 di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (21/1). ANTARA FOTO/Zabur Karuru.

tirto.id - Rutinitas minum kopi jadi makin ringkas dengan hadirnya inovasi berupa kopi instan. Cukup dengan menuang bubuk kopi ditambah air hangat, kopi siap disajikan.

Ekstrak kopi instan dibuat dengan menuangkan air panas ke biji kopi panggang. Lalu ekstrak kopi diletakkan dalam tangki yang menyemprotkan udara panas. Proses tersebut mengubah ekstrak kopi menjadi kristal/bubuk. Produsen kemudian mengemaskan dalam berbagai bentuk, mulai dari toples kaca hingga kemasan kecil sekali seduh.

Perlu ditekankan, kopi instan yang dimaksud dalam tulisan ini bukanlah sinonim kopi sachet. Tak semua kopi sachet berisi kopi instan. Kopi instan adalah kopi bubuk yang bisa segera dinikmati setelah diseduh, hampir tanpa ampas.

Penyajiannya beragam. Ada yang murni berupa bubuk kopi, ada juga yang ditambahkan gula, susu, kremer, atau coklat. Meski konsumen jadi punya banyak pilihan rasa. Ternyata ragam cara penyajian tersebut bisa memengaruhi komposisi kopi dan efek samping konsumsinya.

Pada kadar kafein saja terdapat perbedaan antara kopi instan dengan kopi reguler/biasa (tanpa proses kristalisasi dengan udara panas). Satu cangkir kopi instan terkandung kira-kira 30-90 mg kafein. Sementara satu cangkir kopi reguler/biasa mengandung 70-140 mg kafein.

Pecinta kopi yang amat serius biasanya menghindari meracik kopi dengan cara instan. Sebagian dari mereka menganggap kopi instan sebagai “penipuan” karena kandungan kafeinnya dua kali lebih sedikit dibanding kopi reguler. Apalagi, ketika kandungan kopinya dicampur dengan kopi substitusi (kopi dari gandum atau biji-bijian lain seperti jagung) dan gula.

Namun, di sisi lain, kopi instan dengan kadar kafein rendah justru bisa menjadi pilihan bagi individu dengan pantangan kafein tinggi. Individu ini biasanya seringkali mengalami gejala gelisah, insomnia, sakit perut, sering buang air kecil, tremor, keringat dingin, hingga peningkatan detak jantung saat mengonsumsi kafein berlebih.

Selain kadar kafein rendah, kopi instan memiliki kandungan akrilamida tinggi. Senyawa ini meningkatkan risiko kesehatan karena bersifat karsinogenik atau memicu kanker. Akrilamida terbentuk ketika suatu makanan dipanaskan hingga suhu di atas 120 derajat celcius.

Penelitian oleh Mojska dan Gielecińska pada 2013 menunjukkan hal tersebut. Mereka membandingkan konsentrasi akrilamida pada ragam jenis kopi. Ada 42 sampel kopi di Eropa yang diperiksa, terdiri dari 28 kopi panggang, 11 kopi instan, dan 3 kopi kopi substitusi. Rata-rata konsentrasi akrilamida tertinggi ditemukan pada kopi substitusi sebanyak 818 µg/kg, diikuti kopi instan sebanyak 358 µg/kg, dan kopi panggang sebanyak 179 µg/kg.

Infografik Kopi instan

Manfaat Kopi Instan

Kafein dalam kopi sudah terbukti dapat memberikan efek stimulasi untuk meningkatkan kewaspadaan. Minum kopi, termasuk kopi instan, atau kopi yang diseduh dengan filter kertas, mengurangi asupan cafestol, komponen kopi yang meningkatkan kolesterol LDL. Kadar kolesterol LDL tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung.

Konsumsi kopi murni dengan kandungan 400 miligram kafein per hari bahkan dapat mengurangi risiko diabetes tipe 2. Kopi mengandung magnesium yang berperan dalam pengelolaan gula darah dan mencegah resistensi insulin, baik kopi instan atau reguler.

“Yang perlu digarisbawahi, minum kopi, teh, jus buah itu baru menjadi masalah ketika ditambah gula,” jelas Diana Sunardi, ahli gizi dari Universitas Indonesia.

Ia mengatakan, kandungan gula berlebih pada jenis minuman apapun, termasuk kopi merupakan akar penyebab risiko diabetes. Untuk menganulir risiko tersebut, ia menganjurkan konsumsi kopi, teh, serta jus tanpa tambahan gula atau pemanis lainnya. Kadar gula dari kopi tentu saja bergantung pada jenis dan cara penyajiannya.

Kopi putih instan (white coffee) dengan campuran gula mengandung gula 6,66 gram per cangkir saji. Lalu kopi latte punya kandungan gula sebesar 13,55 gram per cangkir dan cappuccino 6,41 gram per cangkir. Sementara kopi reguler, kopi instan, dan espresso murni sama-sama tak memiliki kadar gula dalam takaran sajinya.

Memasukkan secangkir kopi instan murni dalam daftar menu harian justru dipercaya dapat dijadikan sebagai terapi diet. Ia mengurangi hampir 40 ribu kalori selama setahun, setara dengan 11 kilogram berat tubuh Anda. Sementara takaran kopi instan tiga kali seminggu menghilangkan kira-kira 6,5 pon berat tubuh dalam setahun.

Menurut sebuah penelitian kopi instan murni punya lebih banyak antioksidan dibanding jenis kopi lainnya. Mekanisme penyemprotan udara panas saat pembuatannya memengaruhi komposisi bioaktif dan potensi antioksidan kopi instan.

Penelitian ini dilakukan Niseteo, dkk pada 2012 dengan mengamati 13 cara membuat kopi. Kapasitas antioksidan kopi kemudian dinilai, dan hasilnya menunjukkan kopi instan memiliki nilai tertinggi pada kandungan total fenol, turunan asam klorogenik, dan kapasitas antioksidan. Ragam kandungan ini secara signifikan menurun ketika ditambahkan susu.

Meski memiliki banyak manfaat ketika dikonsumsi secara murni, bukan berarti kopi dapat menggantikan kedudukan air putih sebagai sumber hidrasi tubuh. Hery Tiera, spesialis urologi dari RSPI, menekankan pentingnya konsumsi air putih di luar takaran konsumsi kopi.

“Anda masih perlu minum 2,5 liter air per hari, tidak termasuk hitungan kopinya. Sebab kopi ini lebih pekat konsentrasinya.”

Hidrasi yang minim dengan konsumsi kopi rutin, katanya, meningkatkan risiko batu ginjal. Kopi memiliki lebih banyak mineral ketimbang air putih sehingga memicu pembentukan sedimen yang mengendap menjadi batu/kristal pada ginjal.

Maka dari itu, ketika meminum kopi, pastikan cara penyajiannya tepat, tanpa tambahan gula ataupun susu. Juga tetap jaga asupan air putih 2,5 liter per hari.

Baca juga artikel terkait KOPI atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani