Menuju konten utama

Kopi Bisa Atasi Sakit Kepala, Mitos atau Fakta?

Bukan hanya dikenal sebagai ‘obat’ penawar kantuk, kopi juga dipercaya bisa mendatangkan banyak manfaat kesehatan, antara lain meredakan sakit kepala.

Kopi Bisa Atasi Sakit Kepala, Mitos atau Fakta?
Ilustrasi kopi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tak kurang dari 97 jenis sampel kopi asal Indonesia dengan bobot total lebih dari setengah ton belum lama ini ‘piknik’ ke Amsterdam. Sampel yang terdiri dari kopi dan aneka produk turunannya itu diboyong ke Belanda untuk mengikuti pameran Pasar Kopi yang digelar pada 1-11 September 2022 oleh Roemah Indonesia BV dan PMO Kopi Nusantara.

Berlangsung di Posthoornkerk—bangunan cantik yang dibangun pada 1863 oleh arsitek kenamaan Belanda P.J.H. Cuypers, Pasar Kopi memanjakan para penikmat kopi yang ingin mengenal lebih dekat produk kopi nusantara. Pengunjung bisa mencicipi aneka jenis kopi dari 11 daerah di Indonesia, mulai dari Ijen, Gayo, Mandailing, Kerinci, hingga Kintamani dan Flores.

Warga negeri kincir angin—yang rata-rata minum 4 cangkir kopi sehari, memang dikenal sebagai kelompok penikmat kopi yang cukup intens dengan sejarah panjang kebiasaan minum kopi. Kunjungan ke rumah sanak kerabat di sana belum lengkap tanpa tawaran minum kopi. Dutch coffee, yaitu teknik pengolahan kopi dengan metode cold brew yang ditemukan di Belanda pada sekitar abad ke-17, juga telah diadopsi oleh barista di berbagai belahan dunia.

Sebagaimana lekatnya ikatan antara warga Belanda dengan kopi, hubungan antara penduduk Indonesia dengan minuman berwarna hitam legam ini pun tak kalah mesra. Sejak pohon kopi mulai ditanam di tanah air pada tahun 1696 hingga kini memasuki era revolusi industri 4.0, kopi telah menjelma dari sekadar komoditas dagang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat di Indonesia.

Kopi hadir sebagai elemen penting dari ritual mengawali hari, pencair suasana dalam ajang bersosialisasi, penyemangat ketika rasa lelah tak mau pergi, dan teman lembur di saat beban pekerjaan menggunung tinggi. Ada sesuatu yang istimewa dari kopi, yang membuat para penikmatnya tak bisa pindah ke lain hati.

Kopi, ‘Bahan Bakar’ dalam Proses Berkarya

Berawal dari jenis minuman yang hanya muncul pada gelaran upacara keagamaan nun jauh di pelosok Ethiopia sana, kopi sudah melanglang buana dan kini menyandang gelar sebagai salah satu jenis minuman terpopuler di dunia.

Data International Coffee Organization tahun 2021 menyebutkan bahwa konsumsi kopi dunia per tahun mencapai 170,3 juta kantong (berukuran 60 kg). Indonesia menempati urutan kelima secara global dengan jumlah konsumsi 5 juta kantong pada tahun 2021, terpaut satu peringkat dengan Jepang yang menduduki posisi teratas konsumsi kopi di Asia.

Ada banyak hal yang membuat orang jatuh cinta pada kopi. Selain aroma yang kuat dan cita rasa yang memikat, kopi juga dipercaya memiliki banyak khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan. Kopi juga merupakan mood booster andalan bagi banyak orang yang mengaku belum bisa benar-benar terjaga dari tidur sebelum menyeruput secangkir kopi di pagi hari.

Seperti dilansir harian The Boston Globe, Presiden Amerika Serikat ke-26 Theodore Roosevelt adalah seorang penikmat kopi garis keras yang mampu menghabiskan satu galon kopi sehari. Konon, kebiasaan minum kopi tersebut adalah ‘jurus rahasia’ sang mantan presiden untuk mengasah pikiran dan konsentrasi dalam menunaikan tugasnya sebagai kepala negara.

The president’s mug was more in the nature of a bathtub,” demikian cara putra Roosevelt menggambarkan kegandrungan mendiang ayahnya terhadap kopi.

Tak beda dengan Roosevelt, filsuf kenamaan asal Prancis Voltaire dan komposer asal Jerman Ludwig van Beethoven juga dikenal luas sebagai penikmat kopi. Keduanya sama-sama menjadikan kopi semacam ‘bahan bakar’ untuk merangsang kerja otak dan meningkatkan produktivitas dalam berkarya.

Fenomena Paradoks Kopi

Penjelasan ilmiah di balik klaim tokoh dunia penikmat kopi tersebut bisa ditemukan pada hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Aging Neuroscience tahun 2021. Berdasarkan hasil penelitian, konsumsi kopi bisa memberikan dampak positif terkait dengan wilayah fungsi kognitif tertentu di dalam otak manusia, yaitu area otak yang menggawangi kemampuan seseorang dalam menyusun perencanaan, mengendalikan diri, dan memusatkan perhatian.

Samantha L. Gardener—pakar di bidang biologi molekuler dan bioteknologi yang merupakan periset utama dalam penelitian ini menyatakan bahwa konsumsi kopi bisa menghambat pembentukan plak protein amiloid yang menghalangi fungsi sel saraf di dalam otak. Pembentukan plak ini merupakan faktor kunci timbulnya gejala kepikunan seperiti yang ditemukan pada penderita penyakit Alzheimer.

Konsumsi kopi dalam meningkatkan performa otak juga terkait dengan kemampuannya meredakan gangguan sakit kepala yang seringkali menjadi penghambat daya pikir dan produktivitas kerja.

Kelli Tornstrom, N.P., praktisi perawat di bidang neurologi dari Mayo Clinic menyatakan bahwa ketika sakit kepala melanda, pembuluh darah di daerah kepala akan membengkak, mengencang, dan mengalami perubahan yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan kenaikan tekanan aliran darah di sekitar otak.

Kondisi ini akan turut meningkatkan tekanan aliran darah di sekitar sel saraf, yang kemudian mengirimkan sinyal rasa sakit ke otak. Respon dari sinyal rasa sakit inilah yang kemudian dirasakan sebagai keluhan sakit kepala.

Konsumsi kopi bisa membantu mengatasi sakit kepala karena kandungan kafein di dalam kopi yang bersifat vasokonstriksi. Itu artinya, konsumsi kafein bisa membuat pembuluh darah yang tadi bengkak kembali menyempit ke ukuran semula dan tekanan aliran darah kembali normal. Dengan demikian, saraf tidak lagi mengirimkan sinyal sakit ke otak dan sakit kepala pun reda.

Meski begitu, penelitian yang terbit di jurnal Nutrients tahun 2020 menyebutkan bahwa konsumsi kopi juga bisa menjadi pemicu munculnya sakit kepala. Fenomena yang dikenal dengan sebutan “paradoks kopi” atau efek penarikan kopi/coffee withdrawal ini dialami oleh mereka yang terbiasa minum kopi sebanyak beberapa kali dalam sehari.

Penjelasannya begini. Rutinitas minum kopi bisa mengakibatkan tubuh kita tergantung pada efek kafein yang mampu mengecilkan pembuluh darah di sekitar saraf. Alhasil, ketika seseorang mencoba berhenti minum kopi—atau bahkan sekadar terlambat minum kopi di luar jam biasanya, pembuluh darah kembali melebar dan tekanan aliran darah meningkat sehingga memicu sakit kepala.

Tapi tak perlu khawatir, karena konsumsi kopi tidak memicu pelepasan hormon dopamin sehingga tak akan menimbulkan efek ketagihan dan ketergantungan seperti yang bisa muncul akibat pemakaian obat terlarang. Hanya perlu waktu antara 3-7 hari untuk membiasakan tubuh pada kondisi bebas kafein dan mengatasi sakit kepala yang disebabkan oleh efek penarikan kopi.

Infografik Ngopi Dulu

Infografik Ngopi Dulu. tirto.id/Fuad

Banyak Cara Menikmati Kopi

Masih ada banyak lagi penelitian lain yang membuktikan manfaat konsumsi kopi bagi kesehatan. Penelitian terkini yang dilakukan di Karolinka Institute, Swedia membuktikan bahwa konsumsi secangkir kopi per hari bisa memangkas risiko diabetes tipe 2 sebesar 6%. Hasil studi lain di Wageningen Institute, Belanda menyatakan bahwa kebiasaan minum kopi secara rutin bisa memangkas risiko kematian akibat penyakit jantung sebesar 20%.

Seperti dikutip BBC, Marc Gunter, kepala Divisi Nutrisi dan Metabolisme di International Agency for Research on Cancer (IARC) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan terhadap kopi saat ini mengalami perkembangan pesat dan dilakukan secara lebih komprehensif.

Pada era 80 dan 90-an yang lalu, menurut Gunter, kopi dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit kardiovaskular seperti sakit jantung dan stroke. Namun kini, ilmuwan kelas dunia bisa membuktikan bahwa manfaat kesehatan dari kebiasaan minum kopi tidak bisa dipandang sebelah mata, antara lain karena kandungan antioksidan di dalam biji kopi.

Yang tak kalah penting diperhatikan menurut Gunter, konsumsilah kopi dalam takaran yang pas yaitu tak lebih dari 2-4 cangkir per hari untuk orang dewasa. Pasalnya, kondisi kesehatan dan proses metabolisme di dalam tubuh setiap orang berbeda-beda, sehingga takaran konsumsi kopi perlu disesuaikan pula. Ada yang merasa baik-baik saja setelah minum 4 cangkir kopi, namun ada pula yang mengeluhkan jantung berdebar meski hanya minum setengah cangkir kopi.

Jika sudah tahu dosis minum kopi yang pas dengan kondisi tubuh, maka langkah selanjutnya adalah memilih cara menikmati kopi sesuai selera. Entah itu kopi Dalgona yang sempat naik daun di awal masa pandemi, kopi susu gula aren yang selalu punya banyak penggemar, sampai kopi dengan campuran es krim yang menggugah selera.

Bosan dengan cita rasa kopi yang itu-itu saja? Coba saja bereksperimen dengan cara menikmati kopi dari negara lain, seperti Café de Olla—kopi hangat yang diseduh dengan sebatang kayu manis seperti kebiasaan warga Meksiko, Mazagran—kopi dingin khas Portugal yang dicampur dengan perasan lemon, atau Kaffeost—kopi panas yang dicampur potongan keju seperti kesukaan warga Finlandia. Mau pilih yang mana?

Baca juga artikel terkait BIJI KOPI atau tulisan lainnya dari Nayu Novita

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Nayu Novita
Penulis: Nayu Novita
Editor: Lilin Rosa Santi