Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Kontroversi Wacana Bagi-Bagi Rice Cooker: Tak Bisa Gantikan LPG

Wacana bagi-bagi rice cooker dinilai tak efektif dalam mencapai tujuan mengurangi, apalagi menggantikan LPG 3 Kg.

Kontroversi Wacana Bagi-Bagi Rice Cooker: Tak Bisa Gantikan LPG
peralatan dapur; Penanak nasi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana akan membagikan penanak nasi atau rice cooker sebanyak 680 ribu unit kepada masyarakat miskin pada 2023. Anggaran pengadaan program ini diperkirakan akan menelan biaya APBN sebesar Rp300 miliar. Adapun tujuan wacana itu mendukung pemanfaatan energi bersih serta menghemat biaya memasak bagi masyarakat.

Dalam kajian yang telah dilakukan pemerintah, menanak nasi dengan menggunakan rice cooker diklam lebih murah dibanding dengan penggunaan gas. Menanak nasi dengan sumber LPG 3 kilogram (kg) akan memakan biaya Rp16.800 per bulan. Sedangkan, biaya menanak nasi dengan rice cooker hanya sebesar Rp10.396 per bulan.

“Konsumsi energi menanak nasi per bulan hanya 5,25 kwh, konsumsi energi listrik memanaskan per bulan 19,80 kwh, sehingga biaya menanak nasi sebesar Rp10.396, jadi ada penghematan Rp6.404/bulan," ujar Subkoordinator Fasilitasi Hubungan Komersial Usaha Ketagalistrikan Direktorat Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Edy Pratiknyo, dikutip Kamis (1/12/2022).

Selain itu, pemberian rice cooker ini juga diklaim mampu menghemat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Misalnya pengurangan volume impor LPG sebanyak 19,6 ribu ton, sehingga terjadi penghematan subsidi Rp52,2 miliar.

Penggunaan rice cooker juga bisa menghemat devisa negara sekitar 26,88 juta dolar AS, serta meningkatkan konsumsi listrik sebesar 42,84 GWh.

Sementara untuk target KPM penerima paket penanak nasi listrik adalah kelompok rumah tangga dengan daya listrik 450 VA dan 900 VA. Sementara, bagi rumah tangga daya 450 VA dan 900 VA yang ingin menerima bantuan, perlu validasi dari kepala desa.

Hal yang sama berlaku pada pengguna LPG 3 Kg. Sebab, berdasarkan survei PLN, pelanggan listrik 450 VA dan 900 VA mayoritas masih menggunakan LPG 3 kg.

Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menjelaskan, untuk merealisasikan program yang dinamakan Bantuan Penanak Nasi Listrik (BNPL) itu, mesti mendapat restu dari Kementerian Keuangan. Karena sampai saat ini, wacana tersebut tengah digodok dan masih dalam pembahasan di Komisi VII DPR.

“Tapi sampai sekarang belum ada itu anggarannya, masih usulan dibahas di Komisi VII. Sampai sekarang anggaran belum disetujui Kemenkeu," kata Dadan.

Menteri ESDM, Arifin Tasrif bahkan menegaskan wacana ini belum final. Hal ini karena perlu kajian intensif berkaitan dengan program bantuan itu bersama dengan kementerian dan lembaga terkait.

“Itu masih perlu pendalaman karena juga melibatkan kementerian lembaga yang lain,” kata dia saat ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, ditulis Rabu (30/11/2022).

Meski belum ada titik terang, rencana BNPL tersebut menuai pro dan kontra. Mereka yang mendung beralasan pembagian rice cooker secara gratis ini dinilai menjadi langkah pemerintah melakukan modernisasi kepada masyarakat. Terutama golongan menengah ke bawah terkait peralatan memasak mereka.

“Dengan demikian, masyarakat juga bisa menjadi lebih mudah dalam memasak nasi, tidak lagi ke manual," ujar Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan kepada reporter Tirto, Kamis (1/12/2022).

Perihal pemakaian listrik, menurut dia, tidak akan terlalu banyak kenaikan jumlahnya. Mengingat listrik untuk rice cooker ini konsumsinya tidak terlalu besar. Karena listrik dengan 450 VA saja sudah bisa, sehingga tidak perlu ada penambahan daya bagi masyarakat.

“Tetapi ini semua, kan, baru wacana. Masih menunggu anggarannya terlebih dahulu,” kata Mamit.

Meski demikian, dia meyakini rencana ini tetap bisa berjalan jika bisa diamini oleh DPR dan stakeholder lain. Sambil, kata dia, terus dilakukan upaya lain dalam meningkatkan konsumsi listrik. Misalnya pemerintah ke depan harus fokus tidak hanya kepada masyarakat, tapi justru ke industri dan bisnis.

“Pemerintah harus bisa menciptakan kawasan industri baru dan bisnis baru dalam meningkatkan konsumsi listrik. Pemerintah harus memberikan banyak kemudahan bagi investor agar bisa berinvestasi dan bisa meningkatkan konsumsi listrik,” katanya.

Akan tetapi, lanjut Mamit, jika ada pertanyaan apakah akan mengurangi penggunaan gas LPG? Ia sebut, memang bisa mengurangi. Hanya saja tidak akan signifikan pengurangannya. Karena penggunaan gas untuk memasak nasi tidak terlalu besar.

DISTRIBUSI ELPIJI 3 KILOGRAM

Sejumlah warga menunggu kedatangan Elpiji 3 kg di salah satu pangkalan di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (7/11/2019). ANTARA FOTO/Rahmad.

Manfaat Bagi-Bagi Rice Cooker Dipertanyakan

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira justru mempertanyakan manfaat daripada program tersebut. Dia menilai wacana bagi-bagi rice cooker ini seolah terkesan pemerintah mau selesaikan masalah oversupply listrik lewat cara-cara yang kurang tepat dan tidak signifikan.

“Masalahnya bukan di hilir pengguna karena akan mengulang kegagalan rencana kompor induksi listrik,” kata Bhima saat dihubungi terpisah.

Transisi energi, menurut Bhima, bisa dicapai jika sumber listriknya bisa lepas dari ketergantungan batu bara. Selama dominasi batu bara di pembangkit listrik masih terjadi, maka upaya mengurangi emisi di ujung konsumen tidak akan efektif.

“Harusnya PLN fokus dulu bangun pembangkit EBT yang masif sekaligus membenahi kontrak jual beli listrik dan menghentikan total seluruh pembangunan PLTU batu bara termasuk di kawasan industri," katanya.

Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radhi justru menilai, pembagian rice cooker itu tidak begitu tepat dalam menggantikan LPG 3 Kg. Bahkan hampir tidak dapat menggantikan LPG 3 Kg sama sekali.

“Alasannya, rice cooker hanya untuk menanak nasi, sedangkan memasak lauk dan lainnya masih menggunakan kompor gas dengan LPG 3 Kg," jelasnya dalam pernyatannya kepada Tirto, Rabu (30/11/2022).

Menurut dia, program pembagian rice cooker tidak efektif sama sekali dalam mencapai tujuan mengurangi, apalagi menggantikan LPG 3 Kg, yang konten impor dan subsidi cukup besar sehingga memberatkan APBN.

Kementerian ESDM, kata dia, seharusnya memprioritaskan diversifikasi program penggunaan energi bersih melalui migrasi dari LPG 3 Kg ke energi bersih. Seperti menambah jaringan Jargas dan mempercepat gasifikasi batu bara yang lebih masif.

“Bukan justru program coba-coba yang tidak efektif dalam menggantikan LPG 3 Kg, yang menjadi permasalahan negeri ini selama ber tahun-tahun tanpa ada solusinya," katanya.

Meski demikian, sebagai bagian dari diversifikasi penggunaan energi bersih yang menggunakan listrik, pembagian rice cooker gratis cukup tepat. Dengan daya listrik yang rendah, penggunaan rice cooker dapat dimanfaarkan oleh keluarga penerima manfaat yang menggunakan daya listrik 450 Volt Ampere (VA), baik untuk rice cooker berdaya 200 VA, maupun berdaya 300 VA.

Hanya, rice cooker berdaya 200 VA dapat digunakan 24 jam, sedangkan rice cooker berdaya 300 VA tidak dapat digunakan selama 24 jam terus menerus, terutama pada malam hari saat semua lampu menyala.

“Agar lebih leluasa penggunaan rice cooker 300 VA, pelanggan listrik 450 VA harus mengubah menjadi 900 VA,” kata dia.

JARGAS RUMAH TANGGA

Petugas PT PGN melakukan pengecekan rutin stasiun pengaturan tekanan gas jaringan gas (jargas) pelanggan rumah tangga di Kawasan Batu Aji, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (8/7/2020). ANTARA FOTO/M N Kanwa/foc.

Baca juga artikel terkait BANTUAN RICE COOKER atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz