Menuju konten utama

Kontroversi Virus Corona Menular Melalui Udara

Aerosol virus Corona diprediksi bertahan selama tiga jam di udara dalam ruangan dengan ventilasi buruk.

Kontroversi Virus Corona Menular Melalui Udara
Petugas kesehatan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Yogyakarta mendata peserta dalam kegiatan pemeriksaan COVID-19. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww)

tirto.id - Penularan virus Corona selama ini diketahui lewat percikan dahak baik melalui kontak langsung antarindividu ataupun media-media solid seperti permukaan barang, gagang pintu, dll yang terkena droplet. Namun, sejumlah ahli menemukan indikasi penularan COVID-19 lewat udara.

Sebanyak 239 ahli dari 32 negara mempetisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memperbaiki panduan penanganan COVID-19 karena ada penularan Corona lewat udara dan menjangkiti orang yang menghirupnya.

Latar belakang para ahli di bidang sains dan teknik, termasuk virologi, fisika aerosol, dinamika aliran, paparan dan epidemiologi, kedokteran, hingga teknik bangunan. Surat terbuka dimuat dalam jurnal Clinical Infectious Diseases, Senin lalu (6/7/2020).

Para ahli membuka riset ke publik setelah WHO mengacuhkan penelitian. Dari riset, ada temuan mengenai karakteristik dan mekanisme penyebaran Corona di udara dalam ruangan tertutup dan berventilasi buruk.

Para ahli memperkirakan Coronavirus dalam bentuk aerosol mampu bertahan di udara dalam ruangan selama tiga jam. Sedangkan di luar ruangan, virus akan mati.

Sebelumnya, WHO menyebut cairan atau droplet dari penderita saat batuk, bersin dan berbicara bisa langsung mati saat menyentuh tanah. Setelah didesak, WHO mengakui ada transmisi udara dari aerosol sebagai model baru penularan COVID-19, meski masih bersifat sementara.

Benedetta Allegranzi, pimpinan teknis WHO untuk pencegahan dan pengendalian infeksi, mengatakan ada bukti yang muncul dari penularan melalui virus corona melalui udara, tetapi itu tidak definitif.

"..Kemungkinan penularan melalui udara dalam pengaturan publik - terutama dalam kondisi yang sangat spesifik, padat, tertutup, pengaturan berventilasi buruk yang telah dijelaskan, tidak dapat dikesampingkan," katanya, melansir Reuters.

"Namun, bukti perlu dikumpulkan dan ditafsirkan, dan kami terus mendukung ini," lanjut Allegranzi.

Kendati demikian, WHO menyebut ada perdebatan di antara praktisi medis, munculnya kepanikan. Di antaranya petugas medis mungkin akan menolak ke rumah sakit, tempat pelayanan bagi pasien Corona, karena takut tertular lewat udara. Orang-orang akan memborong masker N95 yang mampu menyaring partikel udara dan cairan hingga 95 persen, sehingga orang yang berhak tak kebagian, kata salah satu penandatangan petisi, Jose Jimenez, ahli kimia di University of Colorado, melansir Reuters.

Rumah sakit di bagian ruang isolasi Corona telah mempunyai tekanan negatif untuk mematikan cairan atau tetesan yang mungkin muncul dari pasien dan tenaga medis. Namun, klaster tenaga kesehatan di Indonesia membuktikan sebaliknya. Rumah sakit jadi zona berisiko tinggi sekaligus area penyelamat pasien.

Aerosol atau mikro droplet merupakan cairan atau droplet berukuran kurang dari lima makron, perbandingannya sel darah merah berdiameter sekitar lima makron dan rambut manusia 50 makron. Cairan super kecil ini bukan jadi perhatian utama WHO sejak pandemi. Para ahli menyebut, orang yang terinfeksi juga menyebarkan aerosol saat batuk atau bersin. Bahkan saat berbicara, bernafas atau bernyanyi disertai sedikit tenaga. Kebeadaan aerosol membuktikan ada penyebaran virus dari orang tanpa gejala, mengutip The New York Times.

Sebuah kasus pendingin udara (air conditioning/AC) meningkatkan risiko penularan via udara termuat di jurnal Emerging Infectious Diseases Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di bawah pemerintah Amerika Serikat. Penularan terhadap 10 orang dari tiga keluarga terjadi di sebuah restoran ber-AC Guangzhou, China dalam rentang 26 Januari-10 Februari 2020.

Dalam kesimpulan penelitian, transmisi tetesan droplet dan aerosol didorong oleh aliran udara AC berpotensi menyebabkan penularan kepada 10 orang dalam ruang restoran ber-AC. Faktor kunci untuk infeksi adalah aliran udara. Untuk mencegah COVID-19 di restoran, disarankan perkuat pemantauan suhu tamu, peningkatan jarak antarmeja, dan perbaikan sirkulasi atau ventilasi udara.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pemerintah Indonesia telah mengakui SARS-CoV-2 mampu bertahan di udara, akan tetapi belum menemukan kasus penularannya. Pemerintah juga menunggu pengakuan dari WHO.

Sejauh ini penularan terjadi karena mengabaikan penggunaan masker dan tidak menjaga jarak serta tak taat cuci tangan dengan sabun.

"Penularan penyakit ini [Corona] dari droplet orang yang sakit. Dan kita tahu, droplet ini ada yg ukurannya kecil yang kita sebut mikro droplet, yang memiliki waktu cukup lama untuk bisa hilang dari lingkungan terutama pada wilayah tertutup dengan ventilasi yang tidak terlalu baik, maka mikro droplet ini akan melayang-layang dalam waktu relatif lama," kata juru bicara Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers di BNPB, Kamis (9/7/2020).

Melansir Antara, WHO sendiri masih menimbang-nimbang desakan dari para peneliti dunia. Hingga kini masih dibahas hasil penelitian soal penularan melalui udara. Bila transmisi udara terbukti, panduan protokol kesehatan mungkin akan berubah, terutama untuk jarak antarorang. Selama ini rekomendasi WHO adalah 1 meter (3,3) kaki untuk jaga jarak.

Pemerintah menyarankan kepada warga yang bekerja atau beraktivitas agar tidak terjebak dalam ruangan ber-AC tanpa ventilasi dan sirkulasi. Sesekali keluar ruangan dianjurkan untuk mencari udara segar. Para pemilik mobil juga diminta membuka jendela saat pagi hari agar kabin kendaraan tergantikan udaranya.

"Ini membuktikan kita harus terus memakai masker tanpa alasan apapun," kata Yurianto.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz