Menuju konten utama

Kontroversi Vaksin COVID-19 Terawan yang Tak Kunjung Usai

Vaksin COVID-19 dari Terawan lagi-lagi memicu kontroversi. Dari mulai UGM yang yang memutuskan keluar dari tim hingga perkara data yang tak sesuai.

Kontroversi Vaksin COVID-19 Terawan yang Tak Kunjung Usai
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tiba-tiba mengagetkan publik pada pertengahan Februari lalu dengan menyatakan tengah mengembangkan vaksin COVID-19 bernama Vaksin Nusantara. Tak tanggung-tanggung, vaksin itu bahkan diklaim sudah merampungkan uji klinis fase 1 dan akan lanjut ke uji klinis fase 2.

"Uji klinis 1 yang selesai dengan hasil baik, imunitas baik dan hasil safety. Uji klinis 1 mengontrol safety dari pasien. Dari 30 pasien imunogenitasnya baik," katanya pada 18 Februari lalu.

Setelah pengumuman itu sejumlah pertanyaan muncul dari mulai duduk perkara pengembangan vaksin hingga rincian hasil uji klinis yang diklaim berhasil. Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo, misalnya, pernah bertanya ke timnya Terawan, "Kok bisa berani ke fase berikutnya? Data antibodi yang terbentuk berapa?"

"Ini banyak data yang tidak kita ketahui. Kalau kita lihat dari Unpad (yang melakukan uji klinis Sinovac), terbuka merekrut 1.600 orang relawan," katanya.

Vaksin ini pertama kali dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, AIVITA Biomedical. Perusahaan asal Indonesia memiliki lisensi untuk mengembangkannya dan menamainya 'Nusantara'.

Penandatanganan kerja sama uji klinik antara Badan Litbang Kesehatan (Balitbangkes) dengan PT Rama Emerald Multi Sukses dilakukan pada 20 Oktober 2020. Penandatanganan di Kantor Kementerian Kesehatan itu dilakukan langsung oleh Kepala Balitbangkes Slamet dengan General Manager PT Rama Emerald Multi Sukses Sim Eng Siu dan disaksikan oleh Terawan yang masih menjabat.

Berbeda dengan vaksin lain yang dikembangkan berdasarkan komponen dari virus tersebut, Vaksin Nusantara menggunakan sel dendritik autolog yang merupakan komponen sel darah putih. Sel itu dipaparkan dengan antigen protein S Sars Cov-2. Setelah diinkubasi selama tujuh hari, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan disuntikkan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel itu akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan terhadap COVID-19.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Rabu (10/3/2021) kemarin, peneliti RSUD Dr. Kariadi Semarang Mukhlis Akhsan menerangkan uji klinis dilakukan dengan screening dan penyuntikan terhadap 28 relawan pada 23 Desember sampai 6 Januari.

Dari aspek keamanan, ditemukan 4 subjek (14,2 persen) mengalami gejala lokal ringan meliputi nyeri lokal, kemerahan, pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik, dan membaik tanpa obat dan perawatan. Pada hari ketujuh sudah tidak didapatkan gejala lokal di tempat penyuntikan. Sementara 11 subjek (39,2 persen) mengalami reaksi sistemik yang ringan, misalnya nyeri sendi, nyeri otot, dan sakit kepala. Juga membaik dengan sendirinya.

Secara garis besar, 65,6 persen subjek mengalami efek samping derajat ringan dan sisanya adalah kategori derajat dua.

"Pada penelitian awal ini tidak kami dapatkan adanya kejadian serious adverse event pada seluruh subjek di fase satu," kata Mukhlis.

Mengenai efikasi, terjadi kenaikan titer antibodi dalam pengamatan terhadap 9 kelompok di 1 kelompok perlakuan (0,33 mikrogram antigen ditambah 500 mikrogram McG GM-CSF) diberikan dalam kurun waktu 1 bulan. Kenaikannya 139 kali lipat dan 128 kali lipat. Pada kelompok perlakuan pemberian 0,33 mikrogram antigen ditambah 500 mikrogram McG GM-CSF pun terjadi peningkatan level di semua jenis sel-T. Pada Minggu keempat, ada peningkatan neutralizing antibodi dari negatif ke positif pada 82,1 persen subjek.

"Jadi kekebalan muncul," Mukhsin menyimpulkan.

Dalam forum yang sama, Ketua Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menanggapi dengan menyebut "data yang diberikan tadi tidak sama dengan data yang diberikan Badan POM." "Dan kami sudah melakukan pemberian surat pada tim peneliti," kata Penny.

BPOM sudah mengirim surat tanggapan atas hasil uji klinis ke tim peneliti dan sudah mengagendakan hearing dengan panel ahli yang terdiri dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Komnas Penilaian Obat, ahli farmakologi, dan ahli bioloekuler pada 16 Maret 2021.

Desakan untuk membuka data yang dilaporkan kepada BPOM menyeruak. Bahkan, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengingatkan ada konsekuensi hukum jika ada peneliti atau pejabat yang memanipulasi data. "Baik buat peneliti maupun pejabat yang mewakili departemen atau lembaga. Kita sedang dalam pandemi besar ini," kata Emanuel dalam forum.

Namun Penny enggan membuka data yang diminta dengan alasan DPR bukanlah forum yang tepat untuk membicarakan atau menilai hasil penelitian. Semestinya itu dilakukan di forum akademik, yakni pertemuan tanggal 16 Maret.

Tak hanya itu, Vaksin Nusantara juga menuai kontroversi karena Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) undur diri dari tim penelitian. Dalam suratnya kepada Menteri Kesehatan yang sekarang dijabat Budi Gunadi Sadikin, alasan pengunduran diri adalah mereka tidak dilibatkan baik dalam uji klinis atau penyusunan protokolnya.

"Belum ada keterlibatan sama sekali. Kita baru tahu saat itu muncul di media massa bahwa itu dikembangkan di Semarang, kemudian disebutkan dalam pengembangannya melibatkan tim dari UGM," ucap Wakil Dekan FK-KMK UGM Bidang Penelitian dan Pengembangan, Yodi Mahendradhata, melalui keterangan tertulis, Senin (8/3/2021).

Yodi mengaku memang ada ajakan informal kepada sejumlah peneliti UGM untuk mengembangkan vaksin di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan, dan mereka menyambut itu. Namun sesudahnya tidak ada komunikasi lebih lanjut. Tiba-tiba, terbit Surat Keputusan Nomor HK 01.07/MENKES/11176/2020 yang mencantumkan nama mereka beserta posisi yang mereka tempati dalam tim.

Baca juga artikel terkait VAKSIN NUSANTARA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino