Menuju konten utama

Kontroversi Terawan Sebelum Dipecat Jokowi, dari Masker hingga IDI

Selama menjabat Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto melakukan banyak blunder. Salah satu dampaknya penanganan COVID-19 tak maksimal.

Kontroversi Terawan Sebelum Dipecat Jokowi, dari Masker hingga IDI
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/12/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Presiden Joko Widodo memecat Terawan Agus Putranto dari kursi Menteri kesehatan. Jokowi tak menjelaskan mengapa mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu dicopot, namun ia memang banyak melakukan blunder selama menjabat.

Misalnya perkara masker pada awal masa pandemi COVID-19. Senin 2 Maret, saat konferensi pers di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Terawan mengomeli para wartawan yang menggunakan masker. "Kok semua pakai masker?" katanya. "Kalau sakit pakai masker, kalau sehat ya enggak usah, mengurangi oksigen tubuh."

Pernyataan bahwa masker hanya untuk orang sakit keliru. Dalam kasus COVID-19 ada istilah orang tanpa gejala (OTG). Mereka telah terinfeksi dan mungkin menginfeksi orang. Tak pakai masker berarti memperbesar kemungkinan itu.

Achmad Yurianto, ketika masih menjabat juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19, lantas meminta semua orang baik yang sehat maupun yang sakit agar menggunakan masker satu bulan kemudian. "Mulai hari ini, sesuai dengan rekomendasi dari WHO, kita jalankan masker untuk semua. Semua harus menggunakan masker," kata Yurianto, Minggu 5 April.

Terawan juga beberapa kali ditegur Jokowi karena lambatnya penyerapan anggaran di Kementerian Kesehatan. "Bidang kesehatan dianggarkan Rp75 triliun, baru keluar 1,53 persen," kata Jokowi, 18 Juni. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan proses verifikasi di Kemenkes adalah biang keladi terhambatnya pencairan insentif untuk tenaga kesehatan. "Saya tahu Kemenkes ingin berhati-hati, tapi ini sudah masuk Juni, jadi perlu segera belanja kesehatan," ucap Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, empat hari kemudian.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan ketika itu berkomentar Terawan tidak mengubah manajemen. Ia disebut mengelola kementerian di masa pandemi sebagaimana di situasi normal. Terawan, kata Misbach, "terlihat gagap dan kurang tanggap di tengah COVID-19."

Akibatnya penanganan COVID-19 di Indonesia amburadul. Co-founder PandemicTalks Firdza Radiani mengatakan tak ada rencana besar penanganan pandemi di Indonesia, yang semestinya jadi domain Terawan.

Blunder Terawan lain juga untuk hal-hal yang tak terkait dengan penanganan COVID-19. Ia misalnya mengabaikan rekomendasi anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat merekomendasikan nama Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) periode 2020-2025. Asosiasi keberatan karena tak ada satu pun dari nama-nama tersebut yang merupakan rekomendasi mereka, padahal pemilihan anggota KKI mesti berdasarkan rekomendasi asosiasi, bukan hak prerogatif Terawan.

"Kami tidak tahu dari mana orang-orang itu sehingga kami merasa nama-nama ini bukan representasi organisasi profesi," kata Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Sri Hananto Seno, Kamis 19 Agustus.

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 24/2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik yang terbit pada 21 September juga diprotes asosiasi. Sekali lagi Terawan ribut dengan pihak yang semestinya jadi mitra strategisnya.

Permenkes baru ini membuat pelayanan radiologi hanya bisa dilakukan oleh dokter spesialis radiologi (radiolog) saja. Sebelumnya pelayanan radiologi bisa dikerjakan oleh dokter umum atau dokter spesialis lain. Masalah dari kebijakan ini, jika cek sederhana seperti USG harus diurus oleh spesialis radiologi, maka masyarakatlah yang terdampak. Jumlah radiolog di Indonesia saat ini hanya sekitar 1.578. Mereka mustahil bisa menggantikan peran layanan 25 ribu dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum.

Permenkes itu dinilai berpotensi akan menambah beban pada sistem kesehatan Indonesia.

Masalah Terawan

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan Jokowi sebenarnya sudah tahu Terawan tak maksimal sejak lama. Itu terlihat ketika Jokowi tak memberikan peran banyak terhadap Terawan untuk melawan pandemi.

"Munculnya orang-orang yang enggak ada hubungannya sama kesehatan, misalnya seperti Airlangga [Hartarto], Luhut [Panjaitan], Erick Thohir, Doni Monardo," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (23/12/2020). "Terawan dianggap gagal dalam me-manage itu. Jadi lemahnya di koordinasi itu. Kan, Terawan ini tipenya tipe ilmuwan, ya. Jadi lempeng aja."

Lebih rumit karena Terawan tidak dianggap oleh sesama dokter di IDI. "Dia juga dipecat, kan, dari IDI."

Kondisi itu diperparah karena Terawan bukan berasal dari partai politik, katanya.

Penggantinya juga bukan orang partai. Maka dari itu Trubus mengingatkan kepada Menteri Kesehatan yang baru, Budi Gunadi Sadikin, tidak mengulangi kesalahan serupa.

"Presiden sudah enggak milih [yang] bergelar dokter atau bukan, yang dicari itu orang yang paham manajerial. Sepanjang BGS ini kuat kinerjanya dan bisa beradaptasi, dia enggak akan seperti Terawan," katanya.

Baca juga artikel terkait KONTROVERSI TERAWAN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Politik
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino