Menuju konten utama
Piala Dunia Wanita 2019

Kontroversi Selebrasi Alex Morgan: Patriotisme & Menyindir Inggris

Selebrasi Morgan dianggap menunjukkan sikap tak respek kepada Inggris, terlebih itu dilakukan 2 hari jelang upacara kemerdekaan AS.

Kontroversi Selebrasi Alex Morgan: Patriotisme & Menyindir Inggris
Alex Morgan, kiri, merayakan gol kedua timnya selama pertandingan semifinal Piala Dunia Wanita antara Inggris dan Amerika Serikat, di Stade de Lyon di luar Lyon, Prancis, Selasa, 2 Juli 2019. Francois Mori/AP

tirto.id - Alex Morgan menjadi pencetak gol penentu kemenangan 2-1 Timnas Perempuan Amerika Serikat (AS) saat menghadapi Inggris dalam semifinal Piala Dunia 2019 di Lyon, Rabu (3/7/2019) dini hari. Memanfaatkan umpan silang gelandang kiri Lindsey Horan, pada menit 31, Morgan melepaskan sundulan yang memperdaya penjaga gawang Inggris, Carly Telford.

Gol itu tidak saja mengantarkan AS lolos ke final, tapi juga menempatkan Morgan dalam deretan atas top skor sementara Piala Dunia 2019 bersama penyerang Inggris, Ellen White dengan raihan enam gol.

Belum berhenti di situ, gol Morgan juga jadi penanda bagi dua momen penting dalam hidupnya. Pertama, 2 Juli, bertepatan dengan gol itu tercipta, pesepakbola kelahiran California tersebut sedang merayakan ulang tahunnya yang ke-30. Menurut catatan Opta, Morgan adalah pesepakbola perempuan pertama yang bisa mencetak gol di Piala Dunia pada hari ulang tahunnya.

Kedua, gol Morgan menjadi kado indah untuk warga Amerika Serikat yang pada Kamis (4/7/2019) besok akan merayakan hari kemerdekaan mereka setelah lepas dari koloni Inggris. Atas dasar perayaan itu pula, Morgan memilih berselebrasi dengan gerakan meminum teh.

Saat wawancara usai pertandingan, Morgan memang tidak menjelaskan maksud di balik selebrasi tersebut.

"Rapione [Megan Rapinoe, pemain Timnas AS lain] punya banyak selebrasi, tapi tidak ada yang menanyai maksudnya. Saya punya satu, kenapa orang lain sangat penasaran?," tuturnya.

Namun, publik tak mungkin kesulitan menerka maksud dari selebrasi tersebut. Morgan ingin membuktikan bahwa sebagaimana 349 tahun lalu, AS mampu lepas dari belenggu Inggris.

"Teh, tentu saja, adalah minuman tradisional Inggris. Jika semua tak yakin apa maksud selebrasi Morgan, biar saya tegaskan sesuai sejarah di hari yang sama: 4 Juli 1776 lalu AS berhasil melepaskan diri dari pemerintahan Britania [Inggris]," tulis jurnalis Majalah Time, Raisa Bruner.

Sesuai argumen Bruner, teh memang menjadi minuman penting dalam budaya Inggris. Budaya menjadikan teh sebagai minuman utama pertama kali diperkenalkan istri Raja Charles II, Catherine de Bragaza pada 1662.

Masih soal teh, selebrasi Morgan juga mengingatkan publik dengan Boston Tea Party, sebuah aksi protes yang dilakukan warga AS pada 16 Desember 1773, ketika mereka menentang praktik pajak tanpa perwakilan yang dilakukan Inggris terhadap negara-negara koloninya. Protes yang dilakukan dengan cara membuang 342 peti teh ke pelabuhan ini tercatat sebagai aksi perlawanan besar-besaran pertama yang dilakukan sebuah negara koloni Inggris.

Jika dalam Boston Tea Party AS memprotes Inggris dengan membuang teh, kali ini para penggawa Timnas Perempuan AS melakukan langkah tidak beda jauh. Mereka mempecundangi Inggris dalam permainan sepakbola, yang kerap diklaim Negeri Ratu Elizabeth sebagai olahraga temuan mereka.

Menuai Kontroversi

Tanggapan terhadap selebrasi Morgan terbelah menjadi dua. Sebagian mendukung, sebagian lagi menyayangkan aksi tersebut. Mereka yang tidak memiliki keterikatan dengan AS, termasuk orang-orang Inggris menilai selebrasi tersebut berlebihan.

"Saya tidak senang dengan selebrasi itu. Bagi saya itu sedikit membuat pertandingan keluar konteks dan saya rasa dia [Morgan] tak perlu melakukannya. Saya rasa ini sikap yang sedikit memperlihatkan perasaan tidak respek," ujar pesepakbola Juventus sekaligus mantan penggawa Timnas Perempuan Inggris, Lianne Sanderson saat siaran di beIN Sports.

Namun, bagi pihak yang memiliki ikatan emosional dengan AS, justru memberi tanggapan sebaliknya. Selebrasi Morgan dianggap menjadi bukti bahwa semangat patriotisme bisa diusung tidak cuma di medan perang, tapi juga dalam berbagai bidang termasuk olahraga.

Salah satu sosok yang bangga dengan pertunjukan Timnas Perempuan AS adalah eks ibu negara sekaligus mantan calon presiden AS, Hillary Clinton.

"Selamat kepada para pemain Timnas Perempuan AS atas keberhasilan mendapatkan 'teh itu' dan melaju ke final," tulis Hillary dalam unggahan di Twitter yang disertai foto selebrasi Morgan.

Memahami Jalan Pikiran Pemain dan Orang AS

Tak ingin selebrasi Morgan justru memicu perdebatan antara orang Inggris dan Amerika, penulis sepakbola senior Franklin Foer langsung mencoba menengahi dengan sebuah kolom yang dia tulis di The Atlantic, Rabu (3/7/2019) hari ini. Dalam kolom tersebut, Foer berpendapat selebrasi Morgan dan kemenangan Timnas Perempuan AS tidak ada sangkut pautnya dengan Inggris.

Sebagai seorang warga Amerika Serikat, bagi Foer selebrasi tersebut tidak merangsangnya untuk membenci ataupun merendahkan orang Inggris. Alih-alih demikian, luapan sukacita para pemain AS, termasuk Alex Morgan lebih terlihat sebagai usaha mengembalikan perayaan kemerdekaan AS sebagaimana mestinya.

Belakangan perayaan kemerdekaan AS memang seolah cuma jadi ajang pamer kedigdayaan rezim Donald Trump. Untuk tahun ini misalnya, pada 4 Juli mendatang, menurut laporan The Washington Post, Trump sudah mempersiapkan parade tank, pesawat tempur, dan kendaraan alutsista di jalanan Washington. Semangat yang kelewat berorientasi militer ini, menurut Foer, justru tidak sejalan nilai-nilai yang ingin diusung AS pasca-kemerdekaan.

Kebijakan Trump memang tengah mendapat hujan kritik, tidak saja oleh mereka yang berafiliasi dengan Partai Demokrat, tapi juga dari masyarakat luas. Sebab alih-alih bermanfaat, perayaan tersebut dinilai "mengganggu" dan bikin lalu lintas maupun operasional bandara di sejumlah titik dalam Kota Washington tersendat. Namun, sejauh ini kritik tersebut tak menggoyahkan ambisi rezim Trump mencekoki warganya dengan semangat militerisme.

"Sangat penting untuk merenung dan membandingkan dua peristiwa ini: upaya Trump membentuk citra perayaan 4 Juli serta keberhasilan Timnas Perempuan masuk Final Piala Dunia," tulis Foer.

Dari fakta itulah, selebrasi Morgan menjadi peristiwa penting. Gol Morgan yang menentukan kemenangan Inggris bisa membangkitkan jiwa patriotik warga Amerika, sesuatu yang--menurut Foer--"tak mungkin didapat dari menonton parade armada tempur."

Apalagi pekan lalu, saat pemain Timnas Perempuan AS, Megan Rapinoe terlibat konflik dengan Trump, masyarakat lebih condong mendukung Rapinoe. Terlihat dengan semakin naiknya rating televisi Timnas Perempuan AS. Saat mereka mengalahkan Perancis di perempat final pekan lalu, menurut keterangan Fox Sports, penonton televisi pertandingan tersebut memecahkan rekor tayangan sepakbola AS dengan angka 6,3-8,2 juta penonton.

"Saat Donald Trump memanjakan diri dalam perayaan berlebihan, saya akan memilih merayakan kemerdekaan dengan memikirkan lengan Megan Rapinoe dan para pemain AS yang mengepal di udara. Saya akan berpikir tentang bagaimana bangsa ini masih bisa membikin dunia kagum," tandas Foer.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA WANITA 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Gilang Ramadhan