Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit

Akhir riwayat Ra Semi dalam sejarah Kerajaan Majapahit masih menyisakan kontroversi, apakah ia memberontak atau korban fitnah?

Kontroversi Sejarah Pemberontakan Ra Semi di Kerajaan Majapahit
Ilustrasi pemberontakan Dharmaputra Majapahit. tirto.id/Fuad

tirto.id - Akhir riwayat Ra Semi dalam sejarah Kerajaan Majapahit masih menyisakan kontroversi. Ada yang meyakini bahwa pejabat tinggi itu melakukan pemberontakan, namun pendapat lain mengatakan Ra Semi tewas akibat membela Nambi, rakryan patih (perdana menteri) pertama Majapahit.

Ra Semi adalah salah satu anggota Dharmaputra, yakni orang-orang istimewa pilihan Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309 Masehi), raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit.

Dikutip dari Sistem Pemerintahan Kerajaan Jawa Klasik (2007) karya Purwadi, Dharmaputra terdiri dari 7 orang anggota, yakni Ra Semi, Ra Kuti, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.

Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakertagama (2006) menjelaskan, Dharmaputra merupakan jabatan untuk mereka yang memiliki kedudukan khusus di Majapahit yang ditunjuk langsung oleh Raden Wijaya.

Adapun Kitab Pararaton menggambarkan Dharmaputra sebagai "pengalasan wineh suka" atau "pegawai istimewa yang disayangi raja".

Aksi Ra Semi terjadi pada masa pemerintahan Raja Jayanagara (1309-1328), putra Raden Wijaya yang dinobatkan sebagai raja ke-2 Majapahit.

Ada dua versi terkait “sumber” sejarah yang mengungkapkan tentang pemberontakan Ra Semi. Versi pertama diperoleh dari Pararaton, sedangkan versi kedua dikisahkan lewat Kidung Sorandaka.

Pemberontakan Ra Semi Versi Pararaton

Kitab Pararaton menyebut Ra Semi memang melakukan pemberontakan terhadap Majapahit pada 1318 Masehi. Secara singkat, Pararaton mengisahkan pemberontakan Ra Semi terhadap kekuasaan Raja Jayanagara dilakukan di Lasem, dekat Rembang, Jawa Tengah.

Setelah Raden Wijaya mangkat dan takhta beralih ke Jayanagara, Ra Semi memang ditempatkan di Lasem. Penempatan pejabat ke luar istana yang semula memiliki posisi tinggi di kerajaan terkadang dianggap sebagai bentuk “penyingkiran”.

Hal tersebut pernah pula dialami oleh Arya Wiraraja yang dikirim ke Sumenep (Madura) oleh raja terakhir Singasari, Kertanegara, atau Ranggalawe yang ditunjuk sebagai adipati di Tuban oleh Raden Wijaya.

Pararaton tidak menceritakan secara terperinci mengenai pemberontakan Ra Semi, namun bisa jadi itu lantaran rasa sakit hatinya terhadap Raja Jayanagara. Para anggota Dharmaputra memang tidak menyukai raja ke-2 Majapahit itu dengan sejumlah alasan.

Infografik Pemberontakan Dharmaputra Majapahit

Infografik Pemberontakan Dharmaputra Majapahit. tirto.id/Fuad

Asal-usul Jayanagara diduga menjadi alasan mengapa para Dharmaputra, termasuk Ra Semi, muak terhadap junjungan mereka itu. Meskipun ditunjuk sebagai putra mahkota, Jayanagara bukanlah anak Raden Wijaya dari istri permaisuri, melainkan dari istri selir.

Ibunda Jayanagara bernama Dara Petak, putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera. Dara Petak dibawa dari Ekspedisi Pamalayu, operasi penaklukan oleh Kerajaan Singasari pada 1275 hingga 1286 M. Terlebih, Jayanegara berdarah campuran, bukan turunan murni dari Kertanagara.

Kerajaan Singasari merupakan pendahulu Kerajaan Majapahit. Sebelum mendirikan Majapahit pada 1293, dinukil dari Menguak Tabir Perkembangan Hindu (1998) karya Wayan Nurkancana, Raden Wijaya adalah senapati alias panglima perang sekaligus menantu Raja Singasari, yakni Raja Kertanegara (1268-1292).

Nantinya, setelah Ra Semi, ke-6 anggota Dharmaputra lainnya juga melancarkan aksi pemberontakan dan seluruhnya tewas ditumpas oleh pasukan Majapahit atas perintah Raja Jayanagara.

Mengenai akhir pemberontakan Ra Semi, Pararaton juga tidak mengisahkan dengan gamblang. Hanya disebutkan bahwa gerakan Ra Semi dapat dibasmi oleh Majapahit. Ra Semi terbunuh dalam operasi penumpasan itu.

Pemberontakan Ra Semi Versi Sorandaka

Kidung Sorandaka tidak menyebut Ra Semi telah melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Raja Jayanagara di Majapahit, melainkan ia tewas karena membela Nambi, perdana menteri pertama Majapahit yang dulu diangkat langsung oleh Raden Wijaya.

Berbeda dengan Pararaton yang mencatat 1318 sebagai tahun pemberontakan Ra Semi, Kidung Sorandaka menyebutkan bahwa Ra Semi meninggal dunia pada 1316 di Lamajang (Lumajang), Jawa Timur.

Yang dituding melakukan pemberontakan justru Nambi.Rahadi Boedisetio dalam Bandjir darah di Madjapahit (1966) menyatakan bahwa aksi perlawanan Nambi termasuk gerakan pemberontakan terbesar dalam sejarah Kerajaan Majapahit.

Dikisahkan, pada 1316 Nambi izin untuk pergi ke Lamajang karena ayahnya meninggal dunia. Ra Semi turut serta dalam rombongan pelayat itu.

Singkat cerita, seorang tokoh licik bernama Dyah Halayuda (sering disebut pula Mahapati) menghasut Raja Jayanagara. Halayuda adalah sepupu ayah Jayanagara yakni Raden Wijaya.

Halayuda mengatakan bahwa ada kemungkinan Nambi sedang mempersiapkan diri di Lamajang untuk melawan Majapahit. Jayanagara yang termakan akal bulus Halayuda kemudian mengirimkan pasukan Lamajang untuk membasmi Nambi.

Terjadilah insiden berdarah di Lamajang. Kidung Sorandaka menyebutkan bahwa Nambi tewas dalam operasi penumpasan oleh pasukan Majapahit tersebut beserta seluruh rombongan, termasuk Ra Semi.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Agung DH