Menuju konten utama

Kontroversi Penyitaan Buku Merah KPK oleh Polisi

Polisi dianggap tak bisa menyita buku merah dan hitam karena buku itu barang bukti milik KPK.

Kontroversi Penyitaan Buku Merah KPK oleh Polisi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. tirto.id/Tf Subarkah.

tirto.id - Penyidik Polda Metro Jaya dinilai melanggar hukum saat menyita barang bukti kasus dugaan merintangi penyidikan dalam skandal suap Basuki Hariman. Meskipun seizin Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tapi langkah polisi ini diduga bertentangan dengan Pasal 25 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PDF).

Menurut pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar, polisi tak bisa menyita buku merah dan hitam jika buku tersebut adalah barang bukti dalam kasus Basuki Hariman

"UU [Pemberantasan Korupsi] menentukan barang bukti perkara korupsi tidak bisa dilakukan tindakan apa pun sebelum perkara korupsinya diselesaikan," kata Fickar kepada reporter Tirto, Rabu (31/10/2018).

Fickar mengangap kasus ini belum selesai, meski Patrialis Akbar (mantan hakim MK), Basuki Hariman (pengusaha), dan sekretarisnya Ng Fenny sudah divonis pengadilan. Kedua buku itu, dinilai Fickar, potensial menjadi bukti untuk menjerat tersangka baru.

"Masih mungkin dikembangkan berdasarkan daftar yang ada. Mungkin KPK menunggu waktu atau menunggu generasi baru," kata Fickar.

Fickar pun merasa heran dengan sikap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memberi izin kepada polisi menyita dua barang bukti tersebut. "Ini bukti hukum yang melawan akal sehat," kata Fickar.

Alasan KPK Serahkan “Buku Merah”

Barang bukti yang dimaksud dalam kasus ini adalah buku bank berwarna merah bertuliskan IR Serang Noor, No. Rek. 4281755174, BCA KCU Sunter Mall beserta, dan 1 buah buku bank berwarna hitam bertuliskan Kas Dollar PT. Aman Abadi Tahun 2010.

Buku tersebut diduga terkait kasus suap kuota impor daging yang menjerat pengusaha Basuki Hariman, dan sekretarisnya Ng Fenny. Dalam buku itu diduga terdapat riwayat aliran dana dari Basuki kepada sejumlah pejabat. Di antaranya dari Bea Cukai, Balai Karantina, Kepolisian, TNI, sampai Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.

Penyerahan buku ini bermula dari laporan KPK kepada Polda Metro Jaya terkait perusakan barang bukti yang diduga dilakukan AKBP Roland Ronaldy dan Kompol Harun. Pada 7 April 2017, keduanya diduga mengambil buku catatan keuangan berwarna merah dan menyobek 9 lembar kertas serta menghapus sejumlah tulisan dengan tipe-x dari buku itu.

Saat dihubungi kemarin (31/10), Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tak memberi jawaban jelas mengenai penyerahan barang bukti ini. Saut hanya mengatakan KPK tidak dalam posisi melarang ketika polisi menyidik perkara ini.

"Itu sesuai KUHAP dan KUHP, KPK tidak dalam posisi mengatakan 'tidak' pada penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum lain dalam kaitan penegakan kepastian hukum," kata dia lewat pesan tertulis.

Namun, Saut tak mau menjawab lebih lanjut sejumlah pertanyaan yang diajukan reporter Tirto.

Infografik CI Buku Merah KPK

KPK Lebih Berhak Mengusut?

Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho berpendapat polisi bisa menyita barang bukti milik KPK. Hal itu juga tidak bisa disebut sebagai merebut barang bukti.

"Memungkinkan [untuk disita], artinya buku merah itu dipinjam untuk pembuktian. Bukan artinya direbut, enggak [demikian], tapi diambil untuk kepentingan pembuktian,” kata Hibnu kepada reporter Tirto.

Menurut Hibnu penanganan kasus perusakan alat bukti merupakan kasus tersendiri dan tidak semestinya dihubungkan dengan pengungkapan isi buku merah tersebut. Dalam kontesk ini, KPK sebenarnya bisa menyidik langsung perkara ini tanpa perlu melibatkan kepolisian.

"[Penanganan] suatu perintangan obstruction of justice itu tergantung siapa yang dirintangi, kalau KPK yang dirintangi, ya KPK," kata Hibnu.

Namun dalam perkara ini, KPK lebih memilih melimpahkan ke polisi. Pelimpahan ini, kata Hibnu, bukan masalah lantaran bagian dari fungsi trigger mechanism milik KPK.

Tirto telah berusaha menghubungi Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Kombes Pol Nico Afinta untuk menanyakan perihal ini. Sayangnya, hingga artikel ini ditulis, ia belum merespons, baik telepon maupun pesan WhatsApp.

Baca juga artikel terkait KASUS BUKU MERAH atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz