Menuju konten utama
Piala AFF U-22 2019

Kontribusi Rezim Edy Rahmayadi di Balik Indonesia Juara AFF U-22

Tidak bisa dipungkiri, sejumlah aturan baru diterapkan PSSI saat era Edy Rahmayadi.

Kontribusi Rezim Edy Rahmayadi di Balik Indonesia Juara AFF U-22
Menurut Edy Rahmayadi, sebagai Ketua Umum PSSI, dirinya hanya cukup mengawasi yang sudah direncanakan. FOTO/Dok. PSSI

tirto.id - Orang boleh punya ingatan buruk tentang kepemimpinan Edy Rahmayadi di PSSI. Namun, keberhasilan Indonesia menjuarai Piala AFF U-22 tidak bisa tidak mengingatkan lagi kepada periode awal kepemimpinan Edy.

Jejak Edy, setidaknya kebijakan yang diambil di era Edy, bisa dilihat dari komposisi pemain timnas U-22 saat ini. Dari 23 nama yang terjun di Piala AFF U-22 2019, hanya dua orang yang tidak berasal dari klub peserta Liga 1 2018. Keduanya yakni Witan Sulaeman dari SSB Ragunan dan Kadek Raditya Maheswara dari Persiba.

Di luar dua pemain itu, 21 nama sisanya berasal dari klub Liga 1 dan masuk skuat senior klub-klub tersebut. Mulai dari Arema FC, Bhayangkara FC, Persebaya Surabaya dan seterusnya. Ini berbanding kontras dari skuat Timnas U-22 atau U-23 di era-era sebelumnya. Tim-tim yang lampau lebih kerap dihuni pemain-pemain hijau binaan Sekolah Sepak Bola (SSB).

Perubahan tersebut jadi pendorong naiknya kualitas permainan timnas U-22 Indonesia dibanding negara-negara lain di AFF yang sebagian besar pemainnya belum berkompetisi di level tertinggi. Jam terbang tinggi, fisik yang lebih ajeg ditempa, serta mental yang sudah teruji dalam mengarungi kompetisi berjangka panjang adalah sesuatu yang tidak bisa serta merta ditukar dengan bakat.

Untuk satu aspek itu saja, PSSI era Edy punya andil cukup besar. Sejarah mencatat bahwa keberadaan pemain-pemain muda di klub Liga 1 tidak lepas dari kebijakan federasi di era kepemimpinan Edy Rahmayadi.

Tepatnya per 15 April 2017, PSSI secara tegas memberlakukan aturan bahwa setiap klub Liga 1 wajib punya minimal lima orang pemain di bawah 23 tahun. Para pemain itu juga wajib diberi kesempatan bermain minimal 45 menit pada kompetisi Liga 1.

Belum cukup di situ, klub juga dibatasi haknya untuk memakai pemain usia senja. Setiap klub maksimal hanya boleh punya dua pemain berusia di atas 35 tahun.

Edy bahkan langsung menyosialisasikan sendiri aturan-aturan baru PSSI dalam pertemuan dengan 18 klub Liga 1 di Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), 16 Maret 2017.

Saat regulasi baru itu diumumkan, suara-suara menolak datang dari sejumlah petinggi klub. Presiden Madura United Achsanul Qosasi, misalnya, dengan sinis berkata begini: "Setiap klub harus ada lima pemain U-23, total ada 90 pemain U-23 yg wajib dikontrak 18 Klub. Di mana carinya?"

Tapi, jika wacana itu diputar kembali saat ini, setelah Timnas U-22 juara, akankah protes serupa bermunculan?

Terbukti, regulasi itu punya andil besar bagi kemunculan sosok-sosok penting. Sebut saja top skor timnas di AFF U-22, Marinus Wanewar yang namanya menjulang berkat pengalamannya membela Bhayangkara FC. Atau pencetak gol Garuda Muda pada partai puncak, Osvaldo Haay dan Sani Rizki Fauzi berasal dari Persebaya dan Bhayangkara FC.

Jenderal lapangan tengah Luthfi Kamal Baharsyah yang kerap dipuji-puji bahkan berasal dari klub yang musim lalu terdegradasi, Mitra Kukar.

Peraturan yang mempromosikan pemain muda ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2016 lewat gelaran Piala Bhayangkara dan Torabika Soccer Championship atau TSC (turnamen yang dibuat di masa PSSI dihukum FIFA). Pemain timnas U-22 yang mencicipi menit bermain di level klub senior karena regulasi pemain muda di TSC di antaranya adalah Gian Zola dari Persib Bandung (Febri Haryadi yang punya menit bermain cukup banyak di timnas senior pun hasil regulasi pemain muda di TSC).

Regulasi tentang pemain muda itu memang dipicu oleh sanksi FIFA yang dialami PSSI. Kondisi sepakbola Indonesia dan TSC saat itu tidak terlalu banyak menarik perhatian pemain-pemain asing dengan kualitas yang bagus. Sehingga mempromosikan pemain muda dianggap sebagai salah satu jalan keluar.

PR Masih Banyak dan Jangan Terlena

Kini, dengan pengunduran diri Edy Rahmayadi dari kursi Ketua Umum PSSI pada Kongres Januari 2019 lalu, praktis berakhir pula rezim sang Gubernur Sumatera Utara.

PSSI jelas bukan cuma Edy. Ada sekumpulan orang di dalamnya yang memegang kendali terhadap federasi.

Pascakemenangan Timnas U-22 di AFF, saat disambut di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu (27/2/2019) petang, pelatih Garuda Muda, Indra Sjafri sudah mewanti-wanti agar skuatnya tidak terlena. Pasalnya, bagi Indra secara pribadi, Piala AFF U-22 kali ini bukanlah tujuannya.

"Ini baru awal dari pekerjaan yang ditugaskan kepada kami. Tahun pertama kami menghadapi AFF, kualifikasi AFC, dan SEA Games. Piala AFF bukan target utama, tapi lolos ke Piala Asia dan meraih emas SEA Games adalah target utama," ucap Indra.

Sikap tidak terlena ini jelas berlaku pula bagi PSSI. Kendati sudah membangun aturan-aturan yang menunjang pembinaan usia dini, federasi tidak boleh terlena. Aturan-aturan yang sudah dilaksanakan dengan bagus wajib dijaga, bahkan ditingkatkan demi kualitas para pemain timnas di masa mendatang.

"Kami memerlukan dukungan, kami membutuhkan dukungan dari semua pihak," imbuh Indra.

Semua pihak yang dimaksud Indra jelas meliputi PSSI, meski kini tanpa Edy Rahmayadi.

Baca juga artikel terkait PIALA AFF U-22 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Zen RS