Menuju konten utama

Kontras Ragukan Kualitas & Pemahaman Calon Hakim Ad Hoc HAM

Kontras menemukan adanya calon hakim Ad Hoc HAM yang masih mendukung penyelesaian pelanggaran HAM berat secara non-yudisial.

Kontras Ragukan Kualitas & Pemahaman Calon Hakim Ad Hoc HAM
Aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berunjuk rasa peringatan Hari HAM Internasional di Patung Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2022). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/rwa.

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meragukan kualitas dan pemahaman calon Hakim Ad Hoc HAM yang proses seleksinya sedang berlangsung saat ini.

"Berdasarkan pemantauan dan pemeriksaan latar belakang terhadap para calon hakim yang kami lakukan sejak tanggal 30 Januari, kami meragukan kualitas dan pemahaman para calon Hakim Ad Hoc HAM," kata Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2023).

Kualitas dan pemahaman itu akan berdampak secara signifikan pada keberadaan proses persidangan yang akan berjalan. Keraguan tersebut kemudian terbukti pada wawancara terbuka tanggal 2 Februari 2023 yang dihadiri oleh Kontras.

Pertama, Kontra melihat beberapa calon sangat minim pengetahuan terkait pengadilan HAM. Beberapa calon hakim masih belum memahami perbedaan mendasar antara pelanggaran HAM yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dengan Pelanggaran HAM Berat yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pengadilan HAM.

Salah seorang calon juga tidak bisa menjelaskan dengan baik unsur utama kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu “meluas” dan “sistematis”.

Kedua, Kontras menemukan adanya calon hakim Ad Hoc HAM yang masih mendukung penyelesaian Pelanggaran HAM berat secara non-yudisial, hal yang mengesampingkan proses pencarian dan akses korban terhadap kebenaran dalam kasus pelanggaran HAM berat.

Ketiga, terdapat calon yang memiliki catatan buruk.

"Kami menemukan fakta bahwa seorang calon hakim melakukan rekayasa terhadap dokumen kelengkapan pendaftaran hakim, saat dikonfirmasi oleh Komisioner Komisi Yudisial, yang bersangkutan menyatakan 'saya mengaku salah dan perbuatan tersebut merupakan perilaku yang tidak etis'," terang Fatia.

Persoalan etika yang muncul tersebut tentu saja sangat miris karena yang bersangkutan pernah menjabat sebagai hakim Ad Hoc Tipikor selama 10 tahun.

"Kami berharap agar hakim ad hoc yang kali ini terpilih melalui putusan yang dihasilkannya bisa menjawab kebutuhan keadilan dan pengungkapan kebenaran yang selama ini gagal dilakukan oleh empat Pengadilan HAM yang telah berjalan (Tanjung Priok, Timor Timur, Abepura dan Paniai)," pungkas Fatia.

Komisi Yudisial mengumumkan 12 orang calon Hakim Agung dan 5 orang calon hakim Ad Hoc HAM di Mahkamah Agung, yang berhasil lolos di tahap III, yakni seleksi kesehatan dan kepribadian.

Penetapan kelulusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Pleno Komisi Yudisial, Kamis, 26 Januari, di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat.

Seleksi dilakukan untuk mencari 11 hakim agung dengan rincian 1 orang di Kamar Perdata, 7 orang di Kamar Pidana, 1 orang di Kamar Tata Usaha Negara, 1 orang di Kamar Tata Usaha Negara, khusus pajak, dan 1 orang di Kamar Agama. Selain itu juga dibutuhkan 3 tiga Hakim Ad Hoc HAM di Mahkamah Agung.

Baca juga artikel terkait SELEKSI HAKIM atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto