Menuju konten utama

KontraS: Pelanggaran HAM Tertinggi Terjadi di Jakarta

Menurut data KontraS, sekitar 19 orang luka-luka, 16 orang ditahan, dan 39 orang mengalami intimidasi, akibat pelanggaran HAM dalam Pilkada DKI Jakarta lalu.

KontraS: Pelanggaran HAM Tertinggi Terjadi di Jakarta
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-509 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (12/10/2017). ANTARA FOTO/Bernadeta Victoria

tirto.id - DKI Jakarta menjadi provinsi yang paling banyak terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang tahun 2017, setidaknya dari Januari hingga Oktober. Hal tersebut disampaikan oleh Ananto dari Divisi Riset dan Advokasi dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Pelanggaran HAM, khususnya dari sisi kebebasan berekspresi, DKI Jakarta merupakan daerah dengan pelanggar terbesar akibat pilkada lalu. Menurut data KontraS, sekitar 19 orang luka-luka, 16 orang ditahan, dan 39 orang mengalami intimidasi.

"DKI (Jakarta) menjadi provinsi pelanggaran tertinggi dengan 33 peristiwa," ujar sebut Ananto, di Menteng, Jakarta, Minggu (10/12/2017), yang bertepatan dengan peringatan Hari HAM Sedunia.

Setelah Jakarta, Provinsi Sulawesi Selatan ada di posisi kedua dengan 30 peristiwa, yakni 30 orang luka-luka, 1 orang tewas, 35 orang ditahan, dan 19 lainnya. Di Sulawesi Selatan, permasalahan berkutat pada kebebasan berekspresi dan pendapat terkait pembangunan infrastruktur yang dianggap merugikan masyarakat.

Sedangkan untuk totalnya, menurut Ananto, peristiwa pelanggaran berekspresi dari Januari hingga Oktober 2017 mencapai 223 kasus. Dari ratusan kasus itu, sekitar 526 orang menjadi korban, yakni 151 luka-luka, 888 tewas, 201 ditahan, dan 166 dalam kondisi lain-lain.

KontraS juga membeberkan jumlah peristiwa praktik penyiksaan di Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2017 mencapai 163 kasus. Dari ratusan perkara itu, hanya kasus Meranti, yakni penyiksaan terhadap warga oleh Polsek Meranti yang berhasil masuk meja hijau. Motif pelaku penyiksaan Januari-Oktober masih berfokus pada pengakuan (54 kasus) dan bentuk hukuman (48 kasus).

Menurut data yang dihimpun KontraS, pelaku praktik penyiksaan dilakukan oleh polisi, TNI, dan sipir. Sekitar 50 persen lebih pelaku dominan penyiksaan Januari-Oktober 2017 didominasi oleh kepolisian (84 kasus), kemudian TNI (29 kasus), dan sipir (19 kasus). Para pelaku masih menggunakan cara lama untuk menghentikan proses hukum seperti memberikan uang kerohiman atau membuat pernyataan damai.

Selain itu, aksi tindakan pembunuhan di luar proses hukum mencapai ratusan. KontraS mencatat ada 107 peristiwa penggunaan senjata api yang tidak sesuai prosedur. Dari tindakan tersebut, sekitar 106 meninggal dan 36 mengalami luka-luka selama September 2016-September 2017.

Di sisi lain, tren pembubaran kegiatan masih menjadi bentuk pelanggaran HAM paling dominan. Sekitar 101 pembubaran paksa dilakukan periode Januari-Oktober 2017. Setelah pembubaran, aksi pelarangan (76 kasus) dan aksi penganiayaan (57 kasus) berada di peringkat kedua dan ketiga.

Sebagai contoh, pembubaran yang terjadi mengenai isu komunisme tentang diskusi pengungkapan sejarah 65. Dalam catatan KontraS, ada 7 kasus pembubaran kegiatan berkaitan isu 65 seperti diskusi di Komnas HAM pada Maret 2017 lalu atau pembubaran seni rupa di Yogyakarta oleh Ormas Pemuda Pancasila.

Korban kekerasan terhadap pembela HAM pun tidak sedikit. Pada tahun 2017, KontraS mencatat setidaknya telah terjadi 57 kasus praktik kekerasan dan 34 kasus kriminalisasi. Pembela HAM yang paling banyak menjadi korban adalah jurnalis (101 orang), warga sipil (74 orang), aktivis (59 orang), aktivis lingkungan (4 orang), mahasiswa (46 orang), dan komunitas (16 orang). Mayoritas menjadi korban dalam bentuk tekanan, kekerasan, dan intimindasi akibat mengkritik dan menyampaikan aspirasi terhadap kinerja pemerintah.

Temuan KontraS tersebut ternyata sesuai dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut hasil survei BPS, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 mengalami kemunduran. Dalam data BPS per September 2017, angka IDI 2016 berada pada 70,09. Angka ini turun 2,83 dibanding tahun sebelumnya (2015) yang berada pada angka 72,82.

Baca juga artikel terkait HAK ASASI MANUSIA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Iswara N Raditya