Menuju konten utama

Kontras Minta Jokowi Evaluasi Polri soal Kekerasan Demo Omnibus Law

Kontras mendesak Presiden Jokowi untuk membenahi institusi Polri terkait kekerasan aparat pada aksi demo UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Kontras Minta Jokowi Evaluasi Polri soal Kekerasan Demo Omnibus Law
Polisi berusaha membubarkan aksi unjuk rasa di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (22/10/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe.

tirto.id - Kontras mendesak Presiden Jokowi untuk membenahi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Permintaan tersebut merespons temuan KontraS yang menerima 1.900 dokumentasi berupa foto dan video dalam kanal partisipasi publik aksi penolakan UU Cipta Kerja serta aksi lain.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengatakan, KontraS menemukan Polri menggunakan praktik kekerasan dalam menangani aksi mengintimidasi dan merepresi massa aksi dengan memaki, menyemprotkan water cannon, menembakkan gas air mata, memukul dan menendang.

Berbagai tindakan tidak manusiawi lainnya secara berulang-ulang ke berbagai elemen masyarakat seperti mahasiswa, aktivis, buruh, jurnalis hingga warga. Aksi kekerasan aparat ini didokumentasikan dalam video yang ditayangkan di akun media sosial KontraS dan dipersoalkan Polri.

"Kami menilai penggunaan kekuatan oleh Polri bukan lagi sebagai upaya penegakan hukum atau pun menjaga keamanan, melainkan sebagai bentuk relasi kuasa antara negara dengan warga negara dalam bentuk penghukuman tidak manusiawi kepada massa aksi dalam rangka memberangus kebebasan berekspresi, berkumpul, dan menyampaikan pendapat," kata Fatia dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/11/2020).

Fatia menyebut Polri kini telah mengedepankan pendekatan represif dan penggunaan kekuatan secara berlebihan. Ia lantas mengaitkan upaya represif yang dilakukan di aksi penolakan UU Cipta Kerja dengan rangkaian penanganan unjuk rasa yang berakhir represif seperti aksi May Day di Bandung pada 2019 serta aksi Bawaslu pada Mei 2019.

Kemudian, KontraS juga menemukan tantangan dan kesulitan ketika mencari akses informasi peserta aksi. Mereka juga menemukan indikasi Polri melanggar prosedur sehingga menutup-nutupi proses hukum serta mencegah pemberian pendampingan hukum kepada peserta aksi yang ditangkap dan ditahan.

Kontras juga berpendapat, sikap represif Polri berkaitan dengan negara belum mampu memberikan mekanisme akuntabilitas negara yang efektif dan adil kepada korban. Minim ruang akuntabilitas itu membuat pelanggaran HAM di sektor kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat kerap kali berulang.

"Melalui pemantauan publik serta rekam jejak penanganan kasus yang selama ini didampingi oleh KontraS maka perbaikan menyeluruh di tubuh Korps Bhayangkara harus segera dilakukan. Hal ini mengingat peristiwa kekerasan dalam penanganan aksi massa terus berulang dan tidak mendapat perhatian yang tegas dari presiden," kata Fatia.

Kontras mendorong agar Jokowi menginstruksikan pembenahan dilakukan di tubuh Polri secara menyeluruh. Pembenahan mulai dari instruksi kepada Polri untuk melakukan penegakan hukum terhadap seluruh peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian dengan melibatkan lembaga pengawas eksternal, masyarakat sipil, secara independen.

Kemudian, Kontras mendesak Jokowi juga harus menginstruksikan penerapan penegakan hukum serta memaksimalkan mekanisme koreksi baik internal maupun eksternal pada setiap Kepolisian Daerah untuk mengusut tuntas seluruh kasus kekerasan oleh kepolisian. Fatia jhva juga meminta agar Jokowi mengevaluasi kinerja Kapolri Jenderal Idham Azis.

"Mengevaluasi kinerja Kapolri Idham Azis perihal brutalitas aparat kepolisian dalam menangani aksi massa," kata Fatia.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN POLRI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri