Menuju konten utama

KontraS Desak Kejagung Kembangkan Laporan Kasus Dukun Santet

KontraS mendesak Kejaksaan Agung segera mengembangkan laporan Komnas HAM soal kasus pembunuhan dukun santet yang terjadi di Jawa Timur pada 1998-1999.

KontraS Desak Kejagung Kembangkan Laporan Kasus Dukun Santet
Putri Kanesia (wakil koordinator I bidang advokasi), menyampaikan siaran pers peringatan Hari Anti Hukuman Mati Sedunia di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (10/10). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti laporan Komnas HAM soal kasus pembunuhan berkedok tuduhan dukun santet di Jawa Timur pada 1998-1999.

Komnas HAM menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu ke Kejaksaan Agung pada 14 November 2018. Kejaksaan telah melakukan verifikasi kelengkapan berkas dan data di laporan itu. Akan tetapi, berdasar keterangan Komnas HAM, belum ada respons dari Kejaksaan terkait substansi laporan itu.

"Tugas dan tanggung jawab Kejaksaan Agung adalah sebagai penyidik dan penuntut. Artinya laporan Komnas HAM justru harus dikembangkan oleh Kejaksaan Agung karena itu tugas Kejagung," kata Deputi Koordinator Bidang Advokasi KontraS Putri Kanesia di Jakarta pada Rabu (20/2/2019).

Menurut Putri, jika ada dugaan kuat pelanggaran HAM dalam kasus pembunuhan dukun satet pada 1998-1999, Kejaksaan Agung seharusnya segera menaikkan pengusutan kasus itu ke tahap penyidikan.

"Kontras mendukung agar kasus tersebut segera disidik oleh Kejaksaan Agung," ujar dia.

Putri juga meminta Komnas HAM memastikan verifikasi berkas yang dilakukan Kejaksaan Agung sudah sesuai kriteria yang diatur perundang-undangan atau belum.

Dia mengusulkan hal ini sebab Kejaksaan Agung kerap mengembalikan berkas yang diserahkan Komnas HAM dengan alasan yang terkesan politis.

"Artinya mengarah kepada keengganan untuk menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM," kata Putri.

Dia berpendapat pangkal masalahnya adalah ketentuan dalam Ayat 3 Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Menurut Putri, ketentuan itu sebaiknya direvisi.

Ketentuan itu mengatur bahwa penyidik bisa mengembalikan berkas penyelidikan jika kurang lengkap dan harus disertai petunjuk yang harus dilengkapi. Namun, di pasal itu, tidak diatur batasan berapa kali penyidik bisa mengembalikan berkas penyelidikan. Batasan waktu penyidik menuntaskan aksus juga tidak diatur.

"Maka akan sulit jika kasus-kasus pelanggaran HAM berat, termasuk dugaan kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang baru selesai diselidiki komnas HAM, seperti dalam kasus dukun santet ini dapat ditindaklanjuti," kata Putri.

Hasil investigasi Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan berkedok tuduhan dukun santet. Kasus ini mengakibatkan 309 korban meninggal karena dibunuh. Korban-korban itu tersebar di Banyuwangi (194 orang), Jember (108 orang), dan Malang (7 orang). Temuan itu hasil penyelidikan tim ad hoc Komnas HAM yang telah bekerja sejak 2015.

Baca juga artikel terkait KASUS PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Addi M Idhom