Menuju konten utama

Kontras Demo Mujahid 212 dengan Aksi Mahasiswa

Aksi 212 mau Jokowi mundur, tapi mahasiswa tidak. Jokowi justru harus jadi bagian membenahi segala yang salah saat ini.

Kontras Demo Mujahid 212 dengan Aksi Mahasiswa
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar melakukan "long march" menuju gedung DPRD Sulsel di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (27/9/2019). ANTARA FOTO/Arnas Padda/YU/ama.

tirto.id - Mahasiswa dan masyarakat sipil tumpah ruah di jalan-jalan utama di berbagai kota selama satu pekan terakhir. Mereka protes terhadap DPR dan pemerintah yang membikin peraturan-peraturan kontroversial—termasuk RKUHP yang rentan mengkriminalisasi korban perkosaan hingga mereka yang mengkritik presiden dan wakil presiden.

Gelombang demonstrasi dimulai di Jalan Gatot Subroto, Senin 23 September 2019. Demo terus membesar sekaligus meluas dan bahkan tidak hanya diikuti mahasiswa. Pada 24 September, DPR RI juga kedatangan buruh, tani, sampai anak-anak Sekolah Teknik Mesin (STM).

Demonstrasi juga meluas ke berbagai kota, termasuk Kendari, Surabaya, dan Yogyakarta.

Demo tidak surut memasuki akhir pekan. Sabtu (28/9/2019) kemarin, giliran alumni 212—kelompok anti Ahok dan mendukung Prabowo dalam pilpres—yang turun ke jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Tapi meski terjadi pada pekan yang sama, demo 212 jelas berbeda dibanding yang lain. Yang paling kentara: perbedaan dalam hal tuntutan.

Menuntut Jokowi Mundur dan Pulangkan Rizieq

Ratusan orang—termasuk mereka yang membawa bendera tauhid—yang tergabung dalam Aksi Demo Mujahid 212 Aksi Selamatkan NKRI ini mendesak Presiden Joko Widodo mundur saja sebagai presiden.

Pernyataan-pernyataan itu terselip di antara poster tuntutan dan orasi.

“Jangan sampai bangsa kita terpecah belah. Kalau Pak Jokowi tidak bisa menyelesaikan konflik ini, sebaiknya mundur,” kata seorang orator di Patung Kuda, Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

“Pak Jokowi kita minta mundur terus atau mundur sendiri?” lanjut orator, lalu dijawab spontan oleh massa: “mundur!”

Massa juga menyerukan Jokowi mundur lewat yel-yel: “turun, turun, turun Jokowi, turun Jokowi sekarang juga…”

Mereka juga meminta Rizieq Shihab dipulangkan pemerintah. “Kembalikan cucu Rasulullah SAW ke Tanah Air. Siapa dia? Habib Rizieq Shihab!”

Rizieq adalah pentolan 212, juga pimpinan ormas Front Pembela Islam (FPI). Kini dia ada di Arab Saudi. Dalam sebuah video, dia mengaku tidak bisa pulang karena pemerintah Indonesia—yang dia sebut “musuh, rezim zalim, dan curang”—“selalu membujuk pemerintah dari Kerajaan Saudi Arabia untuk mempersulit saya dan keluarga.”

Dia juga mengaku tidak punya masalah apa-apa dengan Kerajaan Arab, baik “pidana apalagi perdata.”

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan mereka menerjunkan 16 ribu aparat untuk mengamankan aksi 212. Polisi lantas menutup Jalan Medan Merdeka Selatan dengan barikade besi hitam tepat di depan Kementerian Pariwisata.

Tujuannya, agar massa 212 tak sampai Istana Negara.

Demonstrasi selesai pukul 12.00. Mereka meninggalkan lokasi aksi ke arah Istiqlal, setelah sebelumnya, lagi-lagi, berdoa agar Jokowi mundur.

Tidak Minta Jokowi Turun

Meski dalam aksi kemarin orator berkali-kali menyatakan sepakat dengan gerakan mahasiswa dan mengaku akan ikut demo kalau mahasiswa turun ke jalan lagi, sebenarnya kedua gerakan ini berbeda sama sekali.

Tak ada agenda menurunkan Joko Widodo dalam demonstrasi mahasiswa dan masyarakat sipil lain. Mereka lebih banyak menyoroti dan menolak peraturan yang dianggap merugikan masyarakat.

Ada tujuh desakan para mahasiswa dan masyarakat: pertama, menolak berbagai peraturan seperti RKUHP, RUU Minerba, RUU Pertahanan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan, sekaligus mendesak pengesahan RUU PKS; kedua, batalkan pimpinan KPK yang bermasalah; ketiga, tolak TNI dan Polri menempati jabatan sipil; keempat, stop militerisme di Papua dan daerah lain serta bebaskan tapol Papua segera.

Kelima, mereka ingin pemerintah hentikan kriminalisasi aktivis; keenam, hentikan pembakaran hutan dan lahan serta hukum korporasi pembakar lahan; dan terakhir, tuntaskan pelanggaran HAM dan adili penjahat HAM.

Bahkan, pantauan reporter Tirto, saat aksi di Jakarta tidak ada satu pun mahasiswa yang berteriak atau membawa poster turunkan Jokowi.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Manik Marganamahendra, awal pekan lalu, memastikan gerakan aliansi mahasiswa “tidak terlibat politik praktis mana pun.”

Dia juga menegaskan: “tidak ada yang bisa menunggangi aksi kami.”

Baca juga artikel terkait AKSI DEMONSTRASI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Politik
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino