Menuju konten utama

Kontingen FPU Indonesia 8 dari Sudan Tiba di Tanah Air

Pemerintah Sudan akhirnya mengizinkan kontingen FPU 8 Polri yang bertugas di Sudan untuk pulang ke Indonesia. Sebabnya, pasukan perdamaian itu tidak terbukti menyelundupkan senjata.

Kontingen FPU Indonesia 8 dari Sudan Tiba di Tanah Air
Ilustrasi. Anggota Satgas Garuda Bhayangkara II FPU Indonesia IX memperagakan yel usai upacara pemberangkatan di Lapangan Baharkam Mabes Polri, Jakarta, Kamis (19/1). Polri memberangkatkan sebanyak 140 personel kontingen Garuda Bhayangkara II FPU Indonesia IX untuk bergabung dengan misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Sudan, menggantikan Kontingen FPU VIII. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Karena tidak terbukti menyelundupkan senjata di Bandara El Fasher, Sudan, kontingen Formed Police Unit (FPU) 8 Polri yang bertugas sebagai pasukan perdamaian di bawah payung PBB dan Uni Afrika (UNAMID) telah diperbolehkan pulang.

Menurut siaran pers Kompolnas, kontingen FPU 8 telah tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta pada hari ini, Minggu (5/3/2017). Disebutkan bahwa kepulangan FPU 8 sebelumnya dijadwalkan pada 27 Desember 2016, tapi tertunda karena kebutuhan Unamid dan direncanakan menjadi pada 21 Januari 2017.

"Maka pada rentang waktu penundaan itu kontingen FPU 8 masih bertugas sebagaimana mestinya," jelas Kompolnas dalam siaran persnya sebagaimana dikutip dari Antara.

Seperti diketahui, jadwal kepulangan FPU 8 pun mengalami penundaan kembali, selama 43 hari sejak seharusnya terjadwal pada 21 Januari 2017 menjadi pada 4 Maret 2017. Penundaan itu sebagai akibat ditemukannya 10 tas berisi senjata api dan amunisi di Bandara Udara El Fasher pada Kamis, 19 Januari 2017.

"Pada saat itu aktivitas Bandara Udara El Fasher sesungguhnya memang dikhususkan untuk mempersiapkan kepulangan kontingen FPU 8, tetapi tidak dapat dipungkiri, bahwa ada rotasi pasukan lain dan kehadiran orang-orang lainnya di bandara tersebut," kata anggota Kompolnas, Poengky Indarti.

Poengky menjelaskan keberadaan anggota FPU 8 di Bandara El Fasher pada saat itu adalah sedang melakukan proses bongkar muat dan X-ray bagasi dalam persiapan kepulangan ke Indonesia.

Setelah ditemukannya 10 tas berisi senjata api, pada mulanya, dugaan aparat kepolisian Sudan dan UNAMID mengarah kepada FPU 8. Akan tetapi sejak awal FPU 8 telah membantahnya, karena tas-tas tersebut tidak ada label identitas pemilik yang dimiliki FPU 8 dan tidak termuat dalam daftar manifestasi barang-barang FPU 8 yang sudah disetujui UNAMID.

"Sedangkan semua barang yang diakui milik FPU 8 adalah barang-barang yang berada dalam penguasaan FPU 8, semua memiliki identitas dan termuat dalam daftar manifest barang-barang FPU 8 yang disetujui UNAMID," ujar Kompolnas.

Untuk mengusut perkara ini, Pemerintah Indonesia, diwakili Polri dan Kemenlu, membentuk Tim Bantuan Hukum Indonesia (TBHI) yang kemudian bersama-sama dengan UNAMID berperan serta dalam Joint Investigation Team (JIT) dan melakukan Administrative Fact Finding selama lebih dari satu bulan.

Dari hasil Administrative Fact Finding tersebut tidak ditemukan bukti-bukti yang cukup atas keterlibatan FPU 8, baik secara individual maupun institusi dalam kasus penyelundupan senjata di Bandara El Fasher.

Oleh karena itu UNAMID dan Pemerintah Sudan akhirnya mempersilakan FPU 8 pulang ke Tanah Air.

Poengky mengatakan Kompolnas telah melakukan kunjungan supervisi terhadap kinerja FPU 8 di Sudan pada 5-12 Desember 2016, dan melihat bahwa FPU 8 telah melaksanakan tugasnya dengan sangat baik.

"Hal ini dibuktikan dengan adanya pujian dari UNAMID bahwa FPU 8 adalah FPU terbaik pada saat penyerahan medali penghargaan PBB kepada FPU 8, yang dilakukan oleh Joint Special Representative (JSR) selaku pimpinan tertinggi UNAMID dengan dihadiri para petinggi UNAMID," katanya.

Baca juga artikel terkait PASUKAN PERDAMAIAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari