Menuju konten utama

Konsumsi Rokok Elektrik Meningkat, Bagaimana Nasib Zippo?

Pemilik perusahaan produsen korek api Zippo menilai bisnisnya tidak akan bertahan bila hanya memproduksi korek api.

Konsumsi Rokok Elektrik Meningkat, Bagaimana Nasib Zippo?
Ilustrasi Zippo. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2018, World Health Organization (WHO) menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa jumlah perokok seluruh dunia berkurang sebanyak 29 juta orang sepanjang 2000-2015. Tim WHO Framework Convention on Tobacco Control yang menggagas kebijakan kontrol penggunaan tembakau menilai temuan tersebut sebagai keberhasilan realisasi program (PDF).

Meski demikian, penurunan itu belum bisa dianggap prestasi gemilang. Menurut laporan Telegraph, penurunan jumlah perokok hanya terjadi di negara-negara maju, khususnya di Eropa. Sementara di berbagai negara berkembang dan miskin, yang terjadi justru sebaliknya. Jumlah perokok meningkat sebanyak 33 juta jiwa dalam kurun waktu yang sama.

Sebagian dari para perokok itu berasal dari Cina, negara yang sampai detik ini menyandang predikat sebagai tempat dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Beragam program anti-rokok di negeri tersebut belum berjalan efektif.

Pertengahan November lalu, South China Morning Post (SCMP) mengabarkan optimisme produsen rokok terbesar Cina, China National Tobacco Corp, untuk menaikkan target penjualan rokok. Keyakinan itu terbukti pada akhir tahun. Jumlah penjualan rokok meningkat 0,2% dalam kurun waktu satu tahun dengan jumlah rokok yang terjual sebanyak 6,1 miliar batang.

“Walaupun pemerintah telah menerapkan larangan merokok di ruang publik di beberapa kota besar seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen; tetap saja permintaan pasar terhadap rokok meningkat secara konsisten,” tulis South China Morning Post.

Bukan hanya produsen rokok yang optimis menyaksikan penjualan rokok di Cina, tetapi juga produsen korek asal Amerika Serikat, Zippo.

China Daily menyebutkan bahwa sejak membuka cabang bisnis di Cina pada 2011, Zippo selalu mengalami keuntungan yang cukup menggiurkan. Pada 2017, managing director Zippo cabang Asia, Liu Jinghua, menyatakan akan melansir koleksi korek api yang desainnya terinspirasi dari elemen budaya dan alam Cina seperti panda dan naga.

Jinghua berharap desain tersebut bisa populer layaknya gambar desain korek yang memperlihatkan simbol zodiak, cerita cinta, replika lukisan ternama, dan simbol militer.

“Kami mendapat banyak pesanan custom. Pesanan seperti itu menandakan konsumen di Cina begitu beragam dan rela mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli benda semacam itu,” tutur Jinghua kepada China Daily.

Di Cina, Zippo tidak hanya mempromosikan korek api, melainkan juga busana dan aksesoris.

Sebagaimana ditulis Kathleen M. Premo dan Darwin L. King dalam “Zippo Case Study: Where Have All The Smokers Gone?” (2008) Pada 1932, pengusaha muda asal Amerika Serikat George G. Blaisdell berniat menciptakan korek api yang tahan terpaan angin sekaligus ergonomis. Sebenarnya pada saat itu sudah ada produk korek api tetapi menurut Blaisdell bentuknya kurang sempurna dan kurang nyaman digunakan.

Ia pun kemudian menciptakan korek api dari bahan tembaga yang saat itu dibatas penggunaannya untuk kalangan sipil karena perang. Awalnya, Blaisdell menjual produknya ke tentara sampai-sampai Zippo jadi simbol patriotisme selama Perang Dunia II.

Infografik Zippo

Infografik Zippo. tirto.id/Fuad

Korek berbahan tembaga itu ia patenkan pada 1936. Ketika penggunaan material tembaga tidak lagi dibatasi hanya untuk kepentingan militer, Zippo pun masuk ke kantong para perokok AS yang bukan tentara. Bisnis Blaisdell semakin besar hingga meluas ke belahan dunia lain.

Pada 2002, perusahaan tersebut mendirikan situs Zippo Clicks, sebuah wahana yang memungkinkan interaksi para pengguna produk Zippo. Mengkoleksi korek Zippo, tulis Premo dan King, kini telah menjadi hobi dan bisnis bagi banyak orang.

Pada 2003, Zippo memproduksi 50.000 korek api yang mendistribusikannya ke 120 negara.

Tapi klan bisnis Blaisdell tak bisa tenang. Mereka khawatir dengan jumlah perokok yang terus menurun. Oleh karena itu pemimpin perusahaan sepakat mencaplok perusahaan-perusahaan dalam maupun luar negeri yang dinilai potensial sebagai upaya untuk mendiversifikasi produknya.

Pada 2004, misalnya, mereka mengakuisisi produsen aksesori kulit asal Italia. Sejak itu Zippo tak hanya memproduksi korek, tapi juga pisau lipat, alat tulis, lampu, gantungan kunci, kompor, jam tangan, dan kacamata hitam.

Zippo pun berupaya menarik hati kaum muda dengan melansir korek dengan desain menarik. Pada 2014 Forbes melaporkan Zippo merilis melansir perlengkapan kemping yang pernah menghasilkan pendapatan sebesar $3 juta pada 2012.

Kini nampaknya tantangan Zippo bukan berasal dari perusahaan korek saingan, melainkan dari rokok elektrik yang semakin digandrungi remaja dan orang muda usia kepala dua di negeri Paman Sam.

Tahun lalu National Youth Tobacco Survey melaporkan peningkatan penggunaan rokok elektrik sebesar 48 persen di kalangan murid setingkat SMP dan SMA Amerika Serikat selama 2017-18. Jumlah siswa SMP yang menggunakan rokok elektrik meningkat 48% (3,6 juta orang) dalam kurun waktu satu tahun. Sebanyak 4,9% siswa SMP (570.000 orang) kini menggunakan rokok elektrik.

Sementara itu, jumlah siswa SMA yang cukup aktif menggunakan rokok elektrik—setidaknya satu hari dalam sebulan—meningkat dari 11,7 ke 20,8% hingga mencapai 3,05 juta jiwa.

Baca juga artikel terkait ROKOK atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Bisnis
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Windu Jusuf