Menuju konten utama

Konstruksi Kasus Suap Jaksa di Yogya Terkait Proyek Rp8,3 Miliar

KPK menduga jaksa dari Kejari Yogyakarta mengatur pemenang lelang proyek rehabilitasi saluran air hujan senilai Rp8,3 miliar.

Konstruksi Kasus Suap Jaksa di Yogya Terkait Proyek Rp8,3 Miliar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberi keterangan pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (10/12/2018). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 5 orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terkait kasus dugaan suap yang melibatkan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta.

Pada hari ini, KPK menetapkan tiga tersangka di kasus ini. Dua di antara tersangka adalah jaksa.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus suap ini berkaitan dengan kegiatan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta melaksanakan lelang proyek rehabilitasi saluran air hujan.

Pemkot Yogyakarta merencanakan proyek tersebut dengan PAGU Anggaran senilai Rp10,8 miliar. Setelah melalui proses lelang, nilai proyek itu disepakati menjadi Rp8,3 miliar.

"Proyek infrastruktur tersebut dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta pada Selasa (20/8/2019).

Menurut Alex, ada pengusaha berupaya memenangkan lelang itu dengan mempengaruhi jaksa Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dari Kejari Yogyakarta.

Kemudian, jaksa Kejari Surakarta, Satriawan Sulaksono (SSL) memperkenalkan Direktur Utama PT PT Manira Arta Rama Mandiri (MARM), Gabriella Yuan Ana (GYA) dengan jaksa Kejari Yogyakarta, Eka Safitra (ESF).

"[Lalu] ESF bersama Direktur Utama PT MARM, GYA, Direktur NVA, dan Komisaris NAB, melakukan pembahasan langkah-langkah agar perusahaan GYA dapat mengikuti dan memenangkan lelang," ujar Alex.

Dalam pembahasan itu, Eka Safitra diduga meminta komitmen fee sebesar 5 persen dari nilai proyek. Sejauh ini, KPK mengidentifikasi ada tiga kali pemberian kepada Eka.

Pemberian pertama diduga dilaksanakan pada 16 April 2019, yakni sebesar Rp10 juta. Lalu, pada 15 Juni 2019, ada pemberian lagi senilai Rp100,87 juta. Pemberian kedua dan pertama merupakan realisasi 1,5 persen dari total komitmen fee.

Pemberian ketiga terjadi pada 19 Agustus 2019, atau saat KPK melaksanakan OTT. Nilai suap yang diduga diterima Eka saat itu mencapai Rp110,87 juta, setara 1,5 persen dari total komitmen fee.

Sementara sisa fee 2 persen diduga akan diberikan setelah pencairan uang muka proyek dilakukan oleh Pemkot Yogyakarta pada pekan keempat bulan Agustus 2019.

Alex menjelaskan, Eka diduga mengarahkan pemenang tender proyek itu lewat penentuan syarat-syarat mengikuti lelang, besaran harga perkiraan sendiri (HPS), dan besaran harga penawaran.

Sejumlah ketentuan lelang diarahkan sesuai dengan spesifikasi atau persyaratan yang dimiliki oleh perusahaan milik Gabriella Yuan Ana.

KPK menduga Eka mengarahkan Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPKP Kota Yogyakarta, Lukman Nor Hakim agar menyusun dokumen lelang dengan memasukkan syarat harus adanya Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan penyediaan Tenaga Ahli K3.

Penetapan syarat itu memudahkan perusahaan milik Gabriella Yuan Ana (GYA) memenangkan lelang.

Gabriella Yuan Ana bersama NVA dan NAA memakai bendera 2 perusahaannya yang lain untuk mengikuti lelang proyek tersebut, yakni PT Widoro Kandang (PT WK) dan PT Paku Bumi Manunggal Sejati (PT PBMS).

"Penawaran yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan GYA mendapat peringkat 1 dan 3 pada penilaian lelang," kata Alex.

"Pada tanggal 29 Mei 2019, PT WK [Widoro Kandang] diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar," ujar Alex.

KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Gabriella Yuan Ana ditetapkan menjadi tersangka pemberi suap.

Sementara tersangka penerima suap adalah dua jaksa, yakni Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono. Namun, jaksa Satriawan hingga kini belum berhasil ditangkap oleh KPK.

Gabriella Yuan Ana dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara Eka dan Satriawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT KPK DI YOGYAKARTA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom