Menuju konten utama

Konflik Laut Cina Selatan: Mengapa Filipina Protes ke Cina?

Konflik di Laut Cina Selatan kembali memanas, bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?

Konflik Laut Cina Selatan: Mengapa Filipina Protes ke Cina?
Ilustrasi Laut cina selatan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Menteri Luar Negeri Filipina memerintahkan agar mengajukan protes diplomatik terhadap Beijing. Hal ini terkat dengan kehadiran lebih dari 100 kapal Cina di perairan yang diklaim Manila di Laut Cina Selatan.

Radio Free Asia memberitakan, politikus Filipina Teodoro Locsin Jr yang kini berada di Amerika untuk kunjungan resmi menulis pesan di Twitter, isinya meminta Departemen Luar Negeri mengajukan protes terhadap 100 kapal Cina itu.

Protes diplomatik yang terjadi baru-baru ini, mengisi sekian banyak hal sejak Filipina mulai mengajukan protes harian terhadap serangan Cina di zona ekonomi ekslusif Manila awal tahun ini.

“Ajukan sekarang protes kami atas pembatasan China yang gencar & melanggar hukum terhadap nelayan Filipina dari melakukan kegiatan penangkapan ikan yang sah di Bajo de Masinloc,” kata Locsin.

Benar News, sebuah layanan berita online yang berafiliasi dengan Radio Free Asia, tidak dapat segera menentukan apakah protes harian telah berhenti. Namun, para diplomat sebelumnya mengatakan protes akan terus berlanjut selama ada serangan Cina.

Pada bulan lalu, Komando Barat (Westcom) militer, yang berbasis di provinsi Palawan, mengatakan: Cina telah memperingatkan pesawat Filipina saat berpatroli di atas Laut China Selatan. Menurut laporan internal Westcom, China telah menembakkan lima suar antara 16 dan 22 Juni ke pesawat militer Filipina yang melakukan patroli keamanan.

China mengambil alih itu pada tahun 2012 dan terlibat dengan Penjaga Pantai Filipina dalam kebuntuan yang menegangkan sebelum kedua belah pihak sepakat untuk meninggalkan perairan di sekitarnya.

Filipina berpegang pada kesepakatan itu, tetapi China tidak pernah pergi, memaksa Manila untuk mengajukan kasus ke pengadilan arbitrase internasional, yang pada tahun 2016 memenangkannya. Namun China telah mengatakan bahwa mereka tidak mengakui putusan oleh Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk perairan yang juga diklaim oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan. Sementara Indonesia tidak menganggap dirinya sebagai pihak yang bersengketa, Beijing mengklaim hak bersejarah atas bagian laut yang tumpang tindih dengan ZEE Indonesia juga.

Dampak Konflik Laut Cina Selatan Terhadap Indonesia

Sementara itu, akademisi sekaligus Guru Besar Universitas Jember (Unej) Prof Achmad Subagio mengatakan, masalah atau sengketa di Laut China Selatan maka bisa mengganggu ketahanan pangan di Indonesia.

"Sebab, hingga kini kita masih mengimpor biomassa berupa karbohidrat sebesar 15 juta ton per tahun yang nyaris setara dengan setengah kebutuhan beras nasional," kata dia seperti dikutip Antara News.

Jika terjadi masalah yang serius di Laut Cina Selatan, kata dia, sebanyak 15 juta ton impor karbohidrat akan sangat sulit didapatkan Indonesia.

Sementara itu, Pengamat Pertahanan dan Hubungan Internasional dari Universitas Pertamina Ian Montratama mengatakan sampai saat ini belum diketahui bagaimana posisi Indonesia dalam konflik Laut Cina Selatan itu, apakah netral atau masuk dalam salah satu kubu.

Ia juga menyayangkan pertahanan nasional belum terbangun merata karena masih terpusat di Sumatera dan Jawa sehingga pulau-pulau terluar berpotensi menjadi proksi. Ia juga mengingatkan Indonesia bisa saja menghadapi ancaman dari musuh yang masuk ke dalam wilayah dengan perang gerilya lantaran menganut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.

"Di sini saya lihat benang merah kenapa sektor pertahanan dilibatkan dalam "food estate" untuk membangun kantong-kantong logistik," kata dia.

Baca juga artikel terkait LAUT CINA SELATAN atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya