Menuju konten utama

Kondom dan Perdebatan Usang Yang Tak Pernah Usai

Pada 2009 Guardian merilis data dari WHO tentang negara dengan pengguna kondom tertinggi. Cina merupakan negara pemakain kondom tertinggi di dunia, disusul Inggris. Bagaimana dengan Indonesia?

Kondom dan Perdebatan Usang Yang Tak Pernah Usai
Ilustrasi kondom [foto/shutterstock]

tirto.id - Peluh meleleh di tubuh, dengus nafas, tubuh yang lelah, dan mata memerah. Ribuan lelaki dan perempuan dalam satu ruangan, beradu, bergesekan, bertikai, mengerang, mengeluh, dan saling menimpa. Suasana persaingan di Olimpiade Rio Brazil disiarkan di seluruh dunia. Para atlet bersaing untuk jadi yang terbaik. Usai kompetisi, apa yang mereka lakukan?

Rio De Janeiro dikenal sebagai kota liberal di Brazil, dengan keterbukaan terhadap seks, kota ini punya alasan menjadi daerah dengan aktivitas Tinder yang padat. Setidaknya berdasarkan laporan dari Sam Laird di Mashable, para atlet yang tengah berkompetisi di Olimpiade Rio masih sempat melakukan aktivitas seksual mereka. Penyelenggara Olimpiade tentu awas dengan kemungkinan ini, di Olympic Village tempat di mana para atlet ini tinggal, disediakan 450.000 kondom. Angka ini bukan sesuatu yang baru tentu saja.

Tapi sebelum kita ke sana mari kita lihat data statistik aktivitas Tinder di Olympic Village yang menjadi tempat tinggal para atlit dari berbagai negara ini. Tinder mencatat ada kenaikan 129 persen aktivitas Tinder di daerah ini. Dari juru bicara Tinder, Rossete Pambakian, aktivitas ini akan terus naik dan bukann sesuatu yang baru. Setidaknya pada Winter Games di Sochi, Rusia pada 2014 lalu aktivitas Tinder di kalangan atlet olah raga juga menunjukkan gejala serupa.

Marcys Nyman, atlet Judo dari Swedia, seperti yang kabarkan Associated Press mengatakan bahwa ia mendapatkan 10 pasangan yang cocok di Tinder sehari setelah sampai di Rio. Tentu saja ini bukan hal yang mengejutkan, mengingat di Rio penuh dengan berbagai atlet yang tampan dan cantik, juga lajang. Di Rio, anda bisa melihata aktivitas seksual hampir di manapun. Hope Solo, kiper tim sepak bola wanita Amerika Serikat, menyebutkan bahwa ia melihat orang bersenggama di taman, di antara gedung, dan di sejumlah tempat lainnya. Hope mengatakan banyak atlet ini ingin mengalami pengalaman sekali seumur hidup dalam hal seks, pesta atau kompetisi di Rio.

Mesin-mesin penyedia kondom tersebar di berbagai tempat di Rio. Dengan sebuah penanda besar bertuliskan “Rayakan Dengan Kondom!” Keterbukaan macam ini sudah pasti tidak dapat ditemukan di Indonesia. Meski seks bukan sesuatu yang baru, tetapi kondom masih dianggap sebuah hal yang tabu. Banyak masyarakat Indonesia yang masih salah kaprah memahami keberadaan kondom sebagai alat kontrasepsi dan seks terbuka sebagai gaya hidup.

Bupati Luwu Andi Mudzakkar pada 24 November 2015 mengatakan, penjualan kondom secara bebas dapat disalahgunakan. "Ditakutkan bisa dibeli bebas oleh remaja-remaja kita sehingga kami putuskan untuk melarang kondom dijual bebas, khususnya di toko-toko ritel," katanya. Ini bukan pertama kalinya kondom dianggap sebagai penyebab atau mendorong perilaku seks terbuka.

Pada 2012 Majelis Ulama Indonesia menentang kampanye penggunaan kondom bagi kalangan umum maupun pelaku seks berisiko yang akan digalakkan oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Wakil MUI saat itu Amidhan Shaberah menyebut bahwa kondom bisa digunakan untuk berselingkuh, zina. Apalagi kalau bagi kalangan remaja. ”Karena ada kondom, itu bisa mendorong mereka untuk nge-seks. Nah, itu yang sangat bahaya," katanya.

Pada 2014, Perintah Surabaya melalui Dinas Perdagangan dan Industri Surabaya mengeluarkan surat edaran pembatasan peredaran alat kontrasepsi. Langkah dilakukan, menyusul laporan penjualan paket Valentine’s Day berupa cokelat serta kondom. Dalam surat disebutkan, pembatasan merupakan “upaya untuk menjunjung tinggi nilai luhur kebudayaan Indonesia, serta menjaga calon penerus bangsa.” Lantas bagaimana sebenarnya persebaran kondom di Indonesia?

Berdasarkan Statistik Kesehatan Indonesia 2014, metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (47,54%) dan terbanyak ke dua adalah pil (23,58%). Sedangkan metode kontrasepsi yang paling sedikit dipilih oleh peserta KB aktif yaitu Metoda Operasi Pria (MOP) sebanyak 0,69%, kemudian kondom sebanyak 3,15%. Sementara itu jumlah peserta KB aktif di Indonesia yang menggunakan kondom pada 2014 sebesar 1.110.341 orang.

Pada 2012 status epidemi HIV di Indonesia saat itu ada pada tingkat concentrated epidemic oleh karena prevalensi HIV di kelompok populasi kunci sudah di atas 5 persen. Maka di sinilah pentingnya mencanangkan kewajiban pemakaian kondom pada populasi kunci. Pada tahun itu, distribusi kondom di Indonesia sudah mencapai sekitar 20 juta untuk kondom komersial, 15 juta yang dibagikan gratis oleh pemerintah di tempat seks berisiko untuk mencegah HIV/AIDS/IMS, dan 158 juta oleh BKKBN untuk menyukseskan program KB.

Sejauh ini pemakaian alat kontrasepsi terbukti salah satu yang paling efektif untuk menghentikan penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Mereka yang menikah pun punya potensi tertular penyakit kelamin atau HIV/AIDS jika tidak setia.

Usaha Kementerian Kesehatan dan BKKBN sejauh ini kerap terkendala alasan moral seperti seks bebas untuk menyebarkan kesadaran pentingnya penggunaan kondom. Pada 2013, Pew Research Center melakukan riset di 17 negara. Dari riset tersebut, di Indonesia, sebanyak 65 persen masyarakatnya mampu menerima penggunaan alat kontrasepsi, 15 persen menyatakan alat kontrasepsi bukan masalah moral, dan hanya 10 persen yang menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi tidak bisa diterima. Riset ini dilakukan pada responden yang berusia lebih dari 18 tahun.

Selama masih ada pandangan bahwa kondom digunakan sebagai seks terbuka/bebas daripada upaya pencegahan penyakit menular seksual, maka pemakaian kondom akan terus dikritisi. Perlu ada sinergi dan upaya terus menerus untuk memperbaiki pola pikir yang sedikit ringsek dari penganut paham “pakai kondom berarti seks bebas”. Bukan pekerjaan mudah memang, karena edukasi dan pengetahuan memang bukan sesuatu yang instan.

Baca juga artikel terkait KONDOM atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti