Menuju konten utama

Kondisi Kejiwaan Pelaku Pembunuhan Ustaz Prawoto

Ustaz Prawoto meninggal dipukul besi oleh tetangganya sendiri, Asep Maftuh.

Kondisi Kejiwaan Pelaku Pembunuhan Ustaz Prawoto
Ilustrasi pembunuhan. YOUTUBE

tirto.id - Hanya Prawoto (44 tahun) satu-satunya orang yang bisa menenangkan Asep Maftuh (45) alias Encas ketika sedang "kumat". Jika Asep mulai kembali meresahkan warga RT 001/003 Kelurahan Cigondewah, Bandung Kulon, Jawa Barat, Prawoto yang paling depan menenangkannya. Encas hanya patuh dan mendengarkan omongan Prawoto, tidak ada yang lain.

Kesaksian ini dikatakan Asep Hikmat, rekan Prawoto yang kontaknya kami dapat dari anggota bidang Kominfo Pimpinan Daerah Pemuda Persatuan Islam (Persis) Kota Bandung, Hafizin Hafidz. Hafizin merekomendasikan Asep karena lebih kenal dengan Prawoto.

Asep bercerita kepada Tirto: "Encas selalu marah kalau diperingatkan orang lain waktu kejiwaannya kumat. Kalau sama Prawoto tidak. [Encas] kalau diingetin [Prawoto] selalu nurut."

"Encas itu kurang baik ingatannya. Suka marah-marah di sekitar kampung," lanjut Asep.

Di Persis, Prawoto aktif sebagai Komandan Operasional Brigade Pimpinan Pusat Persis. Posisinya ini membuatnya dikenal dan dekat dengan banyak orang, termasuk Asep Hikmat yang juga anggota di organisasi yang sama, tepatnya pengurus bidang Kominfo Pimpinan Pusat Persis.

Sejak menimba ilmu di Pesantren Persis Bentar, Garut, Prawoto sudah dikenal sebagai aktivis dakwah. Di daerahnya ia dikenal sebagai guru agama (ustaz). Sementara di organisasinya Prawoto dikenal sebagai orang yang peduli pada anggota lain.

"Dia tidak ada musuh, tidak pernah [bikin] masalah," Asep Hikmat bersaksi.

Kejadian serupa antara Prawoto dan Encas terulang pada Kamis pagi, 1 Februari kemarin. Encas kembali berulah. Ia menendang pagar, melempari genting rumah, dan berteriak-teriak seperti orang marah-marah. Encas juga menggedor rumah Prawoto yang ketika itu sedang membantu istrinya mencuci.

Prawoto pun keluar mencari tahu apa yang terjadi. Ia mencoba melakukan apa yang biasa dilakukannya: menenangkan. Bedanya kali ini tidak berakhir seperti hari-hari sebelumnya. Pagi itu justru menjadi pagi terakhir bagi Prawoto. Ia meninggal di tangan orang yang selama ini dibantunya.

"Ada apa?" kata Asep Hikmat mengikuti ucapan Prawoto berdasarkan keterangan yang ia peroleh. Ketika itu Encas mengenakan baju merah tanpa lengan dan jeans biru.

Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari mulut Encas. Encas malah memukul Prawoto dengan pipa besi berkarat yang panjangnya sekitar 1,5 meter.

"Waktu dipukul kena sekali. Lalu korban lari menghindar. Cuma berapa meter lalu dipukul lagi," kata Asep Hikmat. Pelaku terus saja mengejar korban yang sudah berdarah-darah.

Prawoto tidak meninggal di tempat. Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Avicenna dan Santoso Kopo oleh keluarga, namun nyawanya tidak tertolong. Ia mengembuskan napas terakhir jelang petang.

Prawoto kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga yang terletak di Burujul, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung malam tadi. Sementara pelaku sudah diamankan Kapolrestabes Bandung.

Kondisi Kejiwaan Pelaku

Kasus ini kemudian menyedot perhatian lebih karena polisi terkesan terlalu terburu-buru mengatakan bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa.

Haris Muslim, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persis, menyayangkan pernyataan Kapolrestabes Bandung AKBP Hendro Pandowo soal kejiwaan pelaku. Sebab, katanya, meski ada indikasi ke sana berdasarkan kesaksian warga di sekitar TKP, namun pernyataan tersebut harusnya keluar dari pihak yang punya otoritas, dalam hal ini dokter.

Mengatakan bahwa pelaku mengalami gangguan jiwa menimbulkan interpretasi kalau polisi sudah memvonis pelaku mungkin tidak bisa dihukum.

"Tentang kondisi kejiwaan pelaku harus dibuktikan secara ilmiah. Tidak bisa prematur. Harus jelas rekam medik dari pelaku," katanya kepada Tirto, Sabtu (3/2/2018).

Yang diucapkan Haris tidak berlebihan. R. Soesilo, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa hakimlah yang berkuasa memutuskan seseorang dengan gangguan kejiwaan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak. Hakim pun memutuskan dengan mempertimbangkan, terutama, bukti-bukti klinis yang disampaikan oleh ahli yang memeriksa.

Untuk memperjelas soal ini, Persis kemudian menggelar pertemuan dengan polisi, Jumat (2/2) kemarin. Di sana, dihadirkan pula dokter spesialis kejiwaan RS Bhayangkara Sartika Asih dr. Leony Widjaja. Di sana Leony mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, pelaku memang diduga punya emosi tidak stabil dan gangguan kepribadian, tapi tidak termasuk gangguan jiwa berat.

Pengurus Pusat Persis dalam pertemuan tersebut menuntut Kapolres agar mengusut tuntas kasus ini, dan bagi pelaku agar tidak berlindung dari tuntutan hukum melalui pernyataan sakit jiwa.

Kondisi kejiwaan pelaku akan diperiksa lebih lanjut dalam waktu paling lama 14 hari. Kesimpulan dari ini akan jadi bahan pertimbangan hakim.

Baca juga artikel terkait KASUS PEMBUNUHAN atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Felix Nathaniel & Mufti Sholih
Penulis: Rio Apinino