Menuju konten utama

Komunitas Pasien Cuci Darah Kembali Gugat Perpres BPJS ke MA

Pada gugatannya kali ini, KPCDI menilai pemerintah sama sekali tidak memiliki empati dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan di saat situasi pandemi corona COVID-19.

Komunitas Pasien Cuci Darah Kembali Gugat Perpres BPJS ke MA
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. FOTO/Mahkamah Agung

tirto.id - Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) resmi mendaftarkan gugatan uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 ke Makhamah Agung (MA). KPCDI menilai kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Perpres No. 64 Tahun 2020 menunjukan pemerintah tidak memiliki empati padahal masyarakat sedang situasi sulit yakni adanya pandemi corona COVID-19.

“Bahwa ketika ketidakadilan berubah menjadi suatu hukum yang dipositifkan maka bagi kami selaku warga negara yang melakukan perlawanan di muka hukum tentu menjadi sesuatu hal yang diwajibkan,” ucap Kuasa Hukum KPCDI Rusdianto Matulatuwa dalam keterangan tertulis, Rabu (20/5/2020).

Gugatan uji materi ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan KPCDI ke MA. Mereka pernah melakukan gugatan atas Perpres 75 Tahun 2019 ke MA menyoal kenaikan iuran BPJS Kesehatan hampir 100 persen dari sebelumnya. Iuran Kelas I menjadi Rp160 ribu per bulan, Kelas II menjadi Rp110 ribu per bulan dan Kelas III menjadi Rp42 ribu per bulan.

Hasilnya pada Maret 2020 lalu, MA mengumumkan gugatan KPCDI diterima dan kenaikan iuran BPJS dalam Perpres 75 tahun 2019 pun batal. Otomatis tarif iuran BPJS Kesehatan kembali normal untuk tiap kelas menjadi Rp80 ribu per bulan, Rp55 ribu per bulan dan Rp25.500 per bulan.

Akan tetapi, Presiden Joko Widodo meneken lagi Perpres No. 64 Tahun 2020. Perpres itu mengakibatkan iuran BPJS Kesehatan kembali mengalami kenaikan, meski memang tak semahal iuran yang pernah naik sebelumnya. Rinciannya iuran Kelas I dan Kelas II menjadi Rp150 ribu dan Rp100 ribu per bulan atau hanya selisih Rp10 ribu per bulan dari Perpres 75 tahun 2019.

Sementara itu iuran kelas III tetap Rp25.500 per bulan dengan catatan peserta tidak boleh menunggak karena subsidi bisa tak berlaku sehingga tarif bisa menjadi Rp42 ribu per bulan. Iuran kelas III pun tetap naik pada 2021 menjadi Rp35.000 per bulan sesuai Perpres 64 Tahun 2020.

Dalam gugatan uji materi kali ini, KPCDI akan menguji apakah kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini sudah sesuai dengan tingkat perekonomian masyarakat apalagi usai dihantam pandemi corona COVID-19.

“Harusnya pemerintah mempertimbangan kondisi sosial ekonomi warganya, bukan malah menaikkan iuran secara ugal-ugalan,” ucap Rusdianto.

Terakhir, KPCDI juga meminta pemerintah mengevaluasi lebih dulu tata kelola lembaga BPJS Kesehatan. Lembaga ini katanya sudah berulang kali disuntik dana tetapi tetap saja mengalami defisit.

“Harus bisa dibuktikan adanya perubahan perbaikan pelayanan, termasuk hak-hak peserta dalam mengakses obat dan pengobatan dengan mudah,” ucap Rusdianto.

Sementara itu, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Indra Budi menyatakan lembaganya akan menindaklanjuti gugatan itu bersama pemerintah. DJSN katanya akan menghormati proses hukum yang ada.

“Kami enggak mau berandai-andai, bekerja maksimal untuk tetap layani peserta JKN. Ketika apapun nanti hasilnya dari JR [judicial review], banyak opsi yang dilakukan agar program JKN tetap berjalan,” ucap Indra dalam konferesi pers virtual, Selasa (19/5/2020).

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Hukum
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto