Menuju konten utama

Kompolnas Salahkan Jurnalis Tulis Berita 'Wakapolri Ajak Preman'

Menurut Benny J Mamoto, pernyataan Wakapolri dipelintir atau ditafsirkan sendiri oleh penulis atau jurnalis soal 'pemberdayaan preman pasar'.

Kompolnas Salahkan Jurnalis Tulis Berita 'Wakapolri Ajak Preman'
Sejumlah pembeli antre membeli sembako di Pasar Rakyat Peterongan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (14/8/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/nz.

tirto.id - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Benny J Mamoto merespons mengenai penegakkan protokol kesehatan yang melibatkan 'jeger-jeger' atau preman pasar.

Pekan lalu, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono mengatakan pelibatan non-aparat di pasar untuk menertibkan pedagang yang tak taat protokol kesehatan.

“Kami juga berharap penegak disiplin internal di klaster pasar, di situ kan ada jeger-jeger-nya di pasar, kamijadikan penegak disiplin," kata Gatot di Mako Polda Metro Jaya, Kamis (10/9/2020) dilansir dari Antara.

Menurut Benny, pernyataan Wakapolri dipelintir atau ditafsirkan sendiri oleh penulis. Pernyataan Wakapolri, kata dia, dimaksudkan sebagai pemberdayaan seluruh elemen masyarakat, termasuk di lingkungan pasar tradisional.

"Masing-masing pasar tradisional memiliki ciri khas sendiri sesuai kearifan lokalnya, sehingga pendekatannya pun perlu disesuaikan. Penggunaan istilah preman oleh si penulis [jurnalis] justru menyesatkan dan menyinggung perasaan orang yang dituju," kata Benny, Senin (14/9/2020).

Dalam tugas berat, katanya, sosialisasi protokol kesehatan, semua komponen masyarakat yang dilibatkan, termasuk tokoh masyarakat, tokoh informal, sesepuh, tokoh tertua yang ada di pasar tersebut yang punya pengaruh.

Semua itu, lanjutnya, bertujuan agar masyarakat patuh pada protokol kesehatan sengga mereka terhindar dari penularan COVID-19 atau menularkan ke orang lain.

"Kita tidak bisa hanya menyerahkan kepada pemerintah atau aparat. Marilah kita mulai dari diri kita, keluarga kita, dan lingkungan kita," katanya.

Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) menolak pelibatan preman oleh Polri karena rawan terjadi intimidasi dan tak efektif mengingat di pasar sudah ada paguyuban.

Koalisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) menilai keberadaan preman akan melegitimasi tindakan hukum yang seharusnya wewenang aparat dan dikhawatirkan terjadi konflik horizontal mengingat rekam jejak aparat kepolisian dalam kasus-kasus kekerasan kepada warga sipil.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali