Menuju konten utama

Komnas Tolak Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Lewat Rekonsiliasi

Komnas HAM menegaskan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia masa lalu harus melalui jalur hukum.

Komnas Tolak Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Lewat Rekonsiliasi
Komisioner Komnas HAM sekaligus anggota tim pemantau kasus Novel Baswedan Choirul Anam (kiri) memberikan keterangan kepada media di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3/2018). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menolak usulan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan lembaganya selama ini melakukan penyelidikan terhadap sejumlah kasus-kasus tersebut untuk dilanjutkan ke penyidikan dan persidangan.

"Fakta-fakta hukum yang kami peroleh dalam semua berkas perkara itu diproduksikan untuk pengadilan HAM bukan untuk kepentingan yang lain," kata Anam di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Senin (4/6/2018).

Karena itu, Anam menyesalkan pernyataan Jaksa Agung HM Prasetyo yang menyarankan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui jalur jalur non-yudisial atau pendekatan rekonsiliasi.

Anam menegaskan, jika kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu hendak diselesaikan lewat jalur rekonsiliasi, seharusnya Kejaksaan Agung tidak perlu mengkaji hasil penyelidikan Komnas HAM.

Dia juga mengkritik penilaian Jaksa Agung bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM tidak memuat bukti-bukti yang kuat sehingga sulit mendukung proses penyidikan. Menurut Anam, dengan dasar itu, semestinya Kejaksaan Agung berani mengeluarkan Surat Pernyataan Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap kasus-kasus tersebut.

"Biar Komnas juga bisa melakukan upaya hukum berikutnya terhadap Jaksa Agung sebagai penyelidik. Biar korban juga bisa menggunakan haknya untuk melakukan upaya hukum yang lain. Kalau begini kan tidak jelas," kata Anam.

Kalau hasil penyelidikan itu memang belum memuaskan, dia menambahkan, Kejaksaan Agung seharusnya memberikan surat perintah kepada Komnas HAM untuk menambah bukti-bukti mengenai kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"[Perintahnya] Apa? Gali kuburan? Akan kami gali kuburannya. Apa? Rampas dokumen? Kami akan rampas dokumen-dokumen tersebut. Asal ada surat dari Jaksa Agung," kata Anam.

Anam menyimpulkan hambatan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut bukan pada teknis hukumnya melainkan keinginan untuk “menyelesaikan dosa masa lalu”.

Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu sulit untuk diselesaikan melalui jalur hukum. Salah satu alan Prasetyo adalah hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus-kasus itu tidak menunjukkan bukti-bukti kuat.

"Bukan hanya perkara [Aksi] Kamisan, perkara Trisakti, tapi juga yang lain-lain. Ada 6 perkara HAM berat yang kami teliti. Akhirnya, semua menyadari bahwa yang ada itu, hasil penyelidikan itu hanya asumsi, opini saja, bukan bukti. Proses hukum kan perlu bukti, bukan opini," kata Prasetyo.

Karena itu, Prasetyo berpendapat kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu lebih baik dituntaskan lewat jalur non-yudisial agar tidak selalu menjadi tanggungan pemimpin Indonesia hingga masa depan.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN HAM atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Addi M Idhom