Menuju konten utama

Komisi Yudisial Ungkap Hakim Masih Rawan Teror Kekerasan Fisik

Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus mengungkap hakim masih rawan menjadi sasaran teror kekerasan fisik.

Komisi Yudisial Ungkap Hakim Masih Rawan Teror Kekerasan Fisik
Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus (kanan) bersama Wakil Ketua KY Maradaman Harahap (kiri) memberikan keterangan pers tentang capaian kinerja KY tahun 2018 di Jakarta, Senin (31/12/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Ketua Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus mengungkap hakim masih rawan menjadi sasaran teror kekerasan fisik. Pernyataan ini didasarkan pada survei Komisi Yudisial tahun 2017.

Hal itu tentu harus disoroti lantaran dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap peradilan (contempt of court).

"Berdasarkan fakta hasil pemetaan problematika hakim yang dilakukan Komisi Yudisial, diketahui bahwa kecenderungan perilaku yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim adalah perilaku yang menghina peradilan," kata Jaja dalam paparannya di Kemayoran, Jakarta Pusat pada Kamis (1/7/2019).

Jaja mengungkap pada 2017 pihaknya melakukan survei di enam wilayah yakni Medan, Palembang, Makassar, Samarinda, dan Mataram. Hakim yang menjadi responden berjumlah 133 orang dan berasal dari tiga badan peradilan yakni pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara.

Hasilnya, ditemukan 14 perbuatan teror atau ancaman terhadap hakim. Selain itu, ada 3 kekerasan fisik, dan 4 penyanderaan terhadap hakim.

Selain itu, KY juga menemukan ada 29 perbuatan yang membuat keonaran selama persidangan; 14 perbuatan menghalangi pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap; 10 perbuatan mengabaikan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap; dan 11 aksi demonstrasi berlebihan.

KY juga menemukan 17 kasus perilaku tidak sopan di dalam sidang, 12 kasus pencemaran nama baik hakim, 7 kasus perusakan sarana dan prasarana peradilan, 16 kasus komentar secara berlebihan; dan 16 kasus berpakaian tidak sopan dalam sidang.

"Pada dasarnya, hasil survei Komisi Yudisial di atas memiliki kemiripan dengan bentuk-bentuk penghinaan terhadap pengadilan atau lazimnya dikenal dengan istilah contempt of court," kata Jaja.

Karena itu, Jaja menilai, perlindungan terhadap hakim harus ditingkatkan. Perlindungan itu pun tak bisa hanya ditafsirkan untuk di dalam ruang sidang semata melainkan juga perlindungan di luar lingkungan pengadilan.

"Namun demikian tetap harus membedakan antara konflik pribadi hakim dan jabatan hakim," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KASUS KEKERASAN atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri